"Sayang, ayahmu sudah menjelaskan semua. Beri dia kesempatan nak. Allah Maha Pemaaf, kita sebagai makhluk-Nya juga harus jadi pemaafkan?," Bu Aisyah membelai uraian rambut Amira yang tengah tidur dalam pangkuannya.
"Amira tau bu. Amira sudah memaafkan ayah tapi Amira belum siap menerima ayah lagi. Sakit rasanya bu, ayah tinggalkan kita begitu aja. Kenapa nenek sebenci itu sama kita?," Amira memeluk guling kesayangannya.
"Ibu juga gak tau sayang tapi apapun itu jangan membenci nenekmu ya, begitu juga sama ayah. Jangan membenci dia. Apa yang terjadi itu sudah takdir dari Allah. Kalo Amira membenci mereka sama aja Amira membenci takdir Allah. Ibu berharap Amira berdamai dengan masa lalu," tutur Bu Aisyah.
Amira mengganti posisinya menjadi duduk berhadapan dengan dang ibu.
"Apa ibu sudah berdamai?" tanya Amira.
Bu Aisyah dengan tenang dan sudut bibirnya mengembang. "Menurut Amira, ibu udah berdamai atau belum?,"
Amira menyipitkan matanya, ia menatap ibunya untuk mencari jawaban. "Yang Amira liat ibu udah berdamai. Betul kan?"
"Amira. Luka itu masih ada sampai sekarang tapi hanya sebuah bekas yang sudah sedikit memudar. Gak semudah itu untuk menyembuhkan semuanya. Yang harus kamu tau, berdamai dengan masa lalu bukan soal menyembuhkan luka dan berusaha melupakan kejadian itu tetapi kita harus menerima kejadian itu. Kamu tau? Semakin kita berusaha melupakan akan semakin kita mengingatnya. Akibatnya luka yang tadinya kita ingin sembuhkan bukannya sembuh tapi semakin basah. Gitu," Bu Aisyah menoel hidung Amira dengan sedikit tertawa.
"Berarti ibu udah menerima semuanya?,"
Bu Aisyah menganggukkan kepalanya seraya tersenyum. Memang benar ia menerima semua yang telah terjadi padanya baik itu perceraiannya sampai yang baru adalah penyesalannya ketika tidak menemui ayahnya sampai akhir hayatnya.
Amira begitu kagum dengan sang ibu. Kenapa bisa sekuat itu menghadapi semuanya. Jika dia ada di posis ibunya, dia pasti akan tidak sekuat ibunya.
"Oiya bu, Ji Eun tadi telpon Amira. Katanya dua bulan lagi, dia akan ke sini mau nonton konser Bangtan. Terus nginap di sini, boleh kan?"
"Tentu boleh sayang. Kamu juga mau pergi nonton?" tanya Bu Aisyah.
Amira menggelengkan kepala. "Kenapa? Gak dapat tiket? Atau uangnya gak ada? Biar ibu belikan," tawar Bu Aisyah.
"Bukan soal itu Bu. Amira lagi gak pengen nonton aja," bohong Amira.
"Tumben gak nonton biasanya paling semangat kalo Bangtan konser kesini. Ada masalah kah? Oiya ibu sampai lupa kapan mulai kuliahmu nak? Udah cukup lama loh Amira liburnya,"
Deg
Pertanyaan yang takut Amira dengar, ia menelan salivanya. Ia tak tau mau jawab apa sama ibunya.
"Mmm.. Itu bu. sebenarnya ...," Ucap Amira ragu-ragu.
"Kenapa? Ada masalah?" Bu Aisyah tampak kebingungan dengan anaknya tapi hatinya tidak bisa berbohong bahwa ia tau ada sesuatu yang di sembunyikan.
"Amira cuti kuliah bu. Beasiswa yang Amira dapat, di cabut," Amira sedikit takut menjelaskan pada ibunya. Ia takut ibunya Kecewa tetapi kalau dia tidak memberitau ibunya akan curiga padanya.
"Kenapa Amira memilih cuti? Gak sayang beasiswanya? Apa ada masalah sampai Amira mengambil keputusan itu?" Bu Aisyah bukannya marah malah ia bertanya dengan lembut.
Ada rasa lega yang dirasakan oleh Amira melihat ibunya yang tak memarahinya tetapi ia tau pasti dalam hati sang ibu ada terbesit rasa kecewa itu.
"Amira ingin habiskan waktu sama ibu dan halmoni. Tapi ibu tenang aja, Amira tetap kuliah di sana kok. Amira ada tabungan buat kuliah di sana. Ibu jangan khawatir ya?!," Amira meraih tangan ibunya untuk meyakinkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fairy of Love
SpiritualAmira Fathiya Kanza adalah seorang gadis blasteran Korea Selatan-indonesia. Gadis usia 24 tahun ini adalah penggemar salah satu idol grup terkenal asal Korea Selatan. Siapa sangka, Amira bisa dekat dengan sang idol. Lama kelamaan cinta itu tumbuh d...