“Akhirnya lo beneran datang ngajak gue kan.”
“Napa? Gak ikhlas lo?”
“Demi memperbudak lo, gue rela apa saja sekarang.”
“Emang gak waras,” komentar Hyewon sambil menggelengkan kepalanya mendengar balasan Yena.
Jadi seperti yang sudah digambarkan, Hyewon dan Yena saat ini sudah berdiri di depan sebuah gedung yang mereka ketahui sebagai tempat pelaksanaan turnamen yang diikuti oleh Yohan dan beberapa anggota sanggarnya yang lain. Sebenarnya sejak percakapannya dengan Hyewon tempo hari di rumah sakit Yena sudah menduga jika sahabatnya itu akan tetap menghadiri acara turnamen ini entah dengan status apa yang tengah disandang oleh Yohan. Maka saat dirinya mendapatkan panggilan dari Hyewon yang pada akhirnya mengajaknya datang, dirinya tidak sekaget itu.
“Terserahlah lo mau ngatain gue apa juga,” balas Yena. “Terus ini kita kudu kemana?”
Hyewon kemudian melirik sekitar untuk mengamati dan mencari informasi. “Gue berencana liat tempat mereka siap-siapnya sih.”
“Jangan ngaco heh! Kita gak punya izin, mana boleh masuk ke sana,” omel Yena. “Kecuali lo nekat ngaku sebagai pacarnya si Yohan.”
“Aish! Mana ada! Nanti kalau beneran ceweknya datang gimana?”
“Ya terus lo mau ngaku jadi ceweknya siapa? Emang ada orang lain yang lo kenal?”
“Gue.”
Sontak Yena dan Hyewon menoleh bersamaan ke arah sumber suara dan menatap heran ke arah sosok tersebut. “Lo ngapain di situ?”
“Gue pernah bilang kalau gue sempet join gengnya si Yohan kan? Nah gue masih nyimpen kartu anggotanya,” jelas Yeonjun.
“Terus maksudnya lo mau memanfaatkan kartu anggota itu buat bantuin kita masuk?”
“Dih? Siapa yang mau bantuin lo pada? Yang ada lo berdua yang harus bantuin gue!”
“Karena????”
“Lo gak liat tangan gue penuh?” balas Yeonjun kemudian mengangkat kedua tangannya yang masing-masing menjinjing sebuah kantung kresek berukuran besar.
“Isinya apaan?”
“Amunisi buat anak-anak.”
“Lo yang beliin?”
“Patungan sih,” jawab Yeonjun dan menurunkan kembali tangannya. “Tapi yang jelas, karena bawaan gue sebenernya gak banyak-banyak amat dan nyatanya gue bisa bawa semuanya sendiri, gak akan masuk akal kalau kita semua masuk ke sana. Penjaganya juga gak akan percaya.”
“Maksud lo gue gak usah ikut masuk gitu?” tanya Yena sinis.
“Gue gak nyebut siapa siapanya loh ya!”
“Emang, tapi sudah sangat bisa dipastikan kalau yang bakal masuk sama lo adalah Hyewon, soalnya gue gak punya urusan apapun sama siapapun di sini. Cuman yang gue pertanyakan di sini adalah terus gue ngapain? Gue harus apa? Ke mana? Sama siapa? Di mana?”
“Lo tunggu aja deket penjaganya. Toh gue cuman masuk buat nganterin ini doang, gak akan lama.”
“Kalau lama gue tinggal pulang ya?”
“Terserah.”
Akhirnya seperti kesepakatan, Yeonjun hanya masuk bersama Hyewon meskipun setelahnya mereka sama-sama dibuat bingung karena tidak tahu di mana posisi ruangan yang mereka tuju.
“Gue kira lo nganterin makanan ini karena udah tau di mana ruangan mereka,” keluh Hyewon karena jika harus jujur dirinya sudah keberatan membawa satu kantung plastik di tangannya. Dirinya tidak menduga jika kantung tersebut akan seberat ini.
“Gue kan gak bilang kalau gue beli buat mereka.”
“Lah? Bukannya barusan lo bilang kalau lo patungan buat beli ini? Terus lo patungannya sama siapa kalau mereka gak tau?”
“Ada, temen gue.”
“Terus kenapa lo gak datang dan anterin ini sama dia aja?”
“Kalau gue anterin ini sama temen gue itu, terus lo mau masuk pake cara apa?”
“Gue gak harus-harus banget buat masuk ke sini kok.”
“Kalau gitu sekarang lo keluar lagi terus tukeran sama Yena, biar dia yang masuk.”
“Ih!” gemas Hyewon kemudian memilih untuk melanjutkan langkahnya yang tidak lama berpapasan dengan seseorang yang familiar. “Eh, eh,” panggilnya sambil sedikit mendekat pada sosok tersebut. “Temennya Yohan kan?”
Sosok yang sudah memakai setelan Taekwondo itu mengerutkan dahi sebelum kemudian mengangguk, “Iya. Maaf, tapi siapa ya? Dan ada perlu apa?”
“Oh, gue Hyewon, orang yang waktu itu ketemu sama Yohan sama lo juga di pantai. Dan gue perlu ketemu sama Yohan, itupun kalau dia ada waktu,” jawab Hyewon.
“Ah! Mba yang waktu itu! Ceweknya Yohan kan?”
“Huh?”
“Iya,” sela Yeonjun yang juga sudah mendekat. “Kebetulan ini dia bawa sesuatu buat dibagiin sama anak-anak katanya.”
“Lo juga datang, Jun? Gak mau ikut tanding?”
“Nanti kalau gue udah jago. Ngomong-ngomong ini ruangan kalian di mana? Gue pegel nih bawa-bawa ini.”
“Kebetulan gue juga mau ke sana, ayo bareng,” ajaknya kemudian. “Kalau waktunya tepat mungkin Yohan juga ada di sana.”
Berjalanlah Hyewon dan Yeonjun di belakang sosok itu hingga keduanya berhenti di depan sebuah ruangan saat petunjuk jalan mereka memasuki ruangan tersebut. Hyewon menoleh ke arah Yeonjun, “Ini kita masuk aja apa gimana?”
“Kalau gue sih bisa aja sembarang masuk, tapi kalau lo gatau gimana,” balas Yeonjun mengangkat bahunya.
“Yaudah berarti lo aja yang masuk,” ujar Hyewon sambil mengulurkan kembali kantung kresek besar nan berat yang dibawanya sejak tadi.
“Gak bisa dong! Kan gue bilang ini dari lo!” tolak Yeonjun dan balik memberikannya pada Hyewon.
“Terus salah gue? Awas aja ntar gue aduin ke temen lo kalau perannya dia gak dianggap sama lo!”
“Silahkan kalau lo mampu.”
“Kenapa gak masuk?”
Perdebatan sepele antara Yeonjun dan Hyewon kemudian terhenti saat satu manusia keluar dari dalam ruangan tersebut.
“Eh? Halo Yohan,” sapa Hyewon sambil melambai dengan satu tangannya yang tidak menjinjing kresek.
“Cewek lo malu katanya kalau harus masuk, jadi dia memperbabu gue buat bawain ini semua ke dalem,” sela Yeonjun menghentikan pergerakan Yohan yang akan membalas sapaan Hyewon.
“Sini, sini gue bantuin,” tawar Yohan namun kemudian Yeonjun menyesal sudah memberikan senyuman lebar karena yang lelaki itu bantu ternyata hanya Hyewon.
“Gue beneran bukan siapa-siapa di kisah dua cewek gue ini ternyata,” gumam Yeonjun disertai helaan napas dan gelengan kepala pelan sebelum kemudian ikut masuk ke dalam ruangan karena Hyewon dan Yohan juga sudah berada di dalam.
“Kamu repot-repot bawa ini emang isinya apaan?” tanya Yohan setelah menyimpan kantung kresek yang sebelumya dibawa oleh Hyewon ke atas salah satu meja yang tersedia.
Hyewon yang sebenarnya juga tidak tahu isi kotak-kotak ini kemudian menoleh ke arah Yeonjun, meminta supaya lelaki itu yang menjawabnya. Beruntungnya Yeonjun cukup cepat membaca situasi. “Ini makanan ringan aja sih, mayoritas isinya kue basah gitu karena kita cukup tau kalau kalian pasti udah dapet jatah konsumsi dari panitia acara.”
“‘Kita’ di situ maksudnya siapa aja?”
“Dia,” tunjuk Yeonjun pada Hyewon. “Temennya dia, gue, sama temen gue.”
“Kalau yang temennya Hyewon, gue tebak itu Yena. Tapi gue gak bisa nebak siapa yang temen lo,” ujar Yohan.
“Temen gue itu temennya Hyewon juga sebenernya, temen Yena juga, dan temen lo juga malah.”
“Siapa?”
“Changbin, dan dia sekarang ada di luar sama Yena.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Nefarious - Choi Yena
FanfictionSemua orang itu jahat, yang bikin beda adalah bagaimana caranya setiap orang menunjukkan kejahatan mereka. "Menurut gue, lo jahat. Jadi kalau suatu saat gue balik jahatin lo, jangan kaget. Gue juga bisa sama jahatnya kaya lo!"