[Skip Pulang Sekolah]
Setelah bel berbunyi, halaman sekolah mulai ramai oleh siswa-siswi yang bersiap pulang.
"Fan, jadi kan pulang bareng?" tanya Cantika sambil menghampiri Afan dengan senyum manis.
"Jadi dong. Yuk, kita jalan," ucap Afan santai sambil merapikan tas.
Mereka pun berjalan beriringan menuju parkiran. Tanpa ragu, Cantika menggandeng tangan Afan, lalu tiba-tiba memeluk lengannya dengan manja.
Dari kejauhan, Devi dan Vio yang sedang berjalan menuju gerbang, tak sengaja melihat pemandangan itu.
"Astaghfirullah... itu Cantika, kan?" bisik Vio.
"Iya... sama Afan? Kok kelihatan akrab banget..." ujar Devi, matanya tak lepas dari mereka berdua. Ada rasa yang mengganjal di hatinya, meski dia sendiri belum tahu perasaannya sebenarnya terhadap Afan.
---
[Di Rumah Afan]
"Mah, Pah, Afan pulang," ucap Afan saat membuka pintu rumah.
"Halah, salam dulu lah, Fan. Masa udah disekolahin di sekolah Islam, adabnya masih dilupain," tegur Mami Afan sambil keluar dari dapur.
"Hehe, maaf ya, Mi. Assalamualaikum," kata Afan sambil nyengir.
"Waalaikumsalam. Udah yuk, makan dulu. Papi kamu udah nunggu di meja makan," ajak Mami.
"Iya, Mi. Tapi Afan ganti baju dulu ya."
"Ya udah, tapi cepet ya, jangan kelamaan!" teriak Mami dari ruang makan.
---
[Beberapa Menit Kemudian - Di Meja Makan]
"Assalamualaikum, Pi, Mi," sapa Afan setelah duduk di meja makan.
"Waalaikumsalam," jawab kedua orang tuanya bersamaan.
Saat makan tengah berlangsung, Papi Afan membuka pembicaraan.
"Fan, Papi mau kasih kabar. Pernikahan kamu sama Devi dimajukan, dua minggu lagi ya."
Afan langsung terdiam, sendok di tangannya berhenti di udara.
"Loh? Kok cepat banget, Pi?"Papi menghela napas pelan.
"Soalnya Papi dan Ayahnya Devi dapat jadwal kerja mendadak di luar negeri. Jadi kita sepakat untuk mempercepat pernikahan kalian.""T-tapi, Pih-" ucap Afan, namun langsung dipotong.
"Gak ada tapi-tapian. Ini keputusan keluarga. Kamu harus tanggung jawab."
Mami Afan menimpali dengan suara lembut.
"Sudahlah, Fan. Ikhlas ya, Nak. Devi itu anak baik, kamu juga pasti akan cocok sama dia."Afan hanya mengangguk pelan. Hatinya kalut, pikirannya mulai dipenuhi tanda tanya.
"Ya sudah, Mi. Afan ke kamar dulu, ya..." katanya sambil berdiri meninggalkan meja makan.
---
[Di Rumah Devi]
"Assalamualaikum, Bun, Yah. Devi pulang," sapa Devi saat masuk rumah.
"Waalaikumsalam, Dev," sahut Bunda Lesi.
"Devi, cepat ganti baju ya. Habis makan langsung ke ruang tamu, Ayah mau bicara.""Iya, Yah," jawab Devi singkat. Ia segera naik ke lantai atas dan masuk ke kamarnya.
---
[Beberapa Saat Kemudian - Di Ruang Tamu]
Devi duduk di sofa dengan raut wajah penasaran. Ayah dan Bundanya sudah menunggu.
"Dev, Ayah dan Bunda mau ngomong sesuatu," kata Ayah dengan nada serius.
"Iya, Yah. Ada apa?"
"Pernikahan kamu... dimajukan. Rencana awalnya dua bulan lagi, tapi sekarang tinggal dua minggu," kata Ayah tenang, namun tegas.
"Apa? Kenapa mendadak banget, Yah?" Devi terkejut, ekspresinya sulit dibaca-antara bingung, takut, dan tak siap.
"Karena Ayah dan Bunda, serta orang tua Afan, akan berangkat lebih awal ke luar negeri. Jadi pernikahan kalian harus dipercepat," jelas Bunda Lesi menimpali.
Devi terdiam. Pikirannya langsung teringat pada Cantika dan Afan di sekolah tadi. Perasaan tak nyaman mulai muncul.
"Tapi... Ayah yakin ini yang terbaik untuk kamu. Kami percaya, Afan bisa jaga kamu dengan baik."
Devi mengangguk pelan. "Iya, Yah... Devi ikut aja keputusan Ayah dan Bunda."
---
[Malam Hari - Di Kamar Devi]
Devi duduk di ranjang, menatap langit-langit. Ia memeluk bantal sambil berpikir keras.
"Afan... apa dia juga setuju? Dan Cantika... kenapa dia begitu dekat dengan Afan? Apa mereka punya hubungan?"
