Chapter ini belum direvisi sama sekali, bisa ditandai jika ada typo, salah tanda baca atau ada kata-kata yang tidak nyambung dan sulit dipahami!
Selamat membaca!
__________
Mau sebesar dan semewah apapun rumah, akan tetap terlihat kumuh jika berantakan dan kotor.
Itulah pendapat Raga, saat pulang kerja bersama sang istri pria paruh baya itu sudah disuguhkan pemandangan rumah yang sangat tidak nyaman untuk dipandang.
"Akhir-akhir ini rumah jadi kelihatan kotor." Keluhnya.
"Kita gak punya art." Sahut Irena.
"Tapi dulu selalu bersih, kan?" Tanya Raga, ia sendiri bingung kenapa rumah jadi seperti tak terawat.
"Magara."
Ucapan Irena yang menyebut nama anak keduanya, membuat Raga bingung. Apa hubungannya antara rumah kotor dengan Magara? Pikirnya.
"Anak itu yang selalu beresin pekerjaan rumah, bahkan kamu sendiri yang sering paksa dia buat bersih-bersih rumah. Masa gak inget?"
Penjelasan dari Irena membuat Raga terdiam seribu bahasa, bisa-bisanya dia lupa bahwa yang sering menyapu, mengepel, membuang sampah, dan mencuci piring itu adalah Magara.
"Ya lagian kenapa harus usir Gara?"
Disela-sela keheningan, Jiraga yang baru turun dari tangga langsung mengeluarkan suaranya. Sedari tadi dia sudah mendengar percakapan antara kedua orang tuanya, jadi dia tahu apa pembahasannya.
"Ayah sama bunda pilih kasih." Lirihnya.
"Ayah sama bunda itu terlalu fokus dan perhatian sama Hariga. Jiraga tau kalau Hariga harus dikasih perhatian lebih karena dia punya kekurangan, tapi itu bukan berarti Gara gak butuh perhatian dari ayah ataupun bunda..."
Dengan berani Jiraga menatap mata kedua orang tuanya secara bergantian, memandangnya dengan dalam dan mengucapkan kata-kata yang Jiraga harap dapat membuat kedua orang tuanya sadar.
"Umur gak ada yang tau, kan?
Jiraga menghela nafas panjang, "Gimana kalau misalnya Gara lebih dulu pulang-"
"Jiraga." Ucap dingin Raga yang membuat Jiraga langsung berhenti melanjutkan ucapannya.
"Maaf kalau ucapan Jiraga keterlaluan." Ucap pria itu lalu kembali ke kamarnya dan meninggalkan Raga dan Irena yang sama-sama mematung ditempat.
***
Pada pagi hari setelah malam harinya ada sedikit perdebatan, Jiraga mengajak Magara untuk bertemu di sebuah cafe dengan niat ingin mengajak adiknya itu untuk kembali.
Beruntungnya sejak kemarin Magara memegang ponselnya lagi karena Jiraga yang memohon pada sang ayah untuk memberikan Magara ponsel dengan alasan karena benda itu sangat berguna, alhasil Raga pun menyetujuinya.
Ucapan Jiraga saat memohon pada ayahnya memang benar, buktinya sekarang Jiraga dan Magara sudah bertemu dengan sesuai yang direncanakan kemarin malam lewat sebuah pesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magara and Love
FanficSejatinya, seorang Magara hanya ingin tahu bagaimana rasanya dicintai, bukan sekadar mencintai. Terkadang, lelaki itu merasa muak memberikan perhatian, rasa cinta, dan kasih sayang kepada orang-orang terdekatnya, sementara mereka seolah tak pernah m...