ACDD 54# KADAR CINTA

16.4K 1.1K 176
                                    

ACDD 54# KADAR CINTA

"Aku ini milik Allah, kamu pun milik Allah. Meski kita telah terikat, tapi jangan pernah menduakan Allah yang telah mengikat kita."

~Aisfa (Cinta dalam Doa)~

🕊🕊🕊

Sebagaimana yang telah direncanakan, Gus Alfatih dan Aisfa kini sudah berada di Jogja. Mereka membawa serta Ali, juga Ira perawatnya. Karena di Jogja Gus Alfatih akan mengisi dua undangan kajian di hari berbeda sekaligus ingin silaturahmi, ia pun menyewa hotel. Gus Alfatih menyewa dua kamar hotel, satu untuk dirinya, istri dan anaknya, satu untuk Ira.

Sebenarnya Asyraf sudah menawarkan tempat tinggal kepada mereka. Namun, Gus Alfatih menolaknya karena tidak mau merepotkannya.

Aisfa menidurkan Ali dengan hati-hati, lalu membuka koper guna menyiapkan pakaian Gus Alfatih yang sedang mandi.

Gus Alfatih keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk sebatas lutut. Pemuda itu mengibas-ngibas rambutnya yang basah hingga tak sengaja mengenai istrinya.

"Ish, Kakak aku kecipratan air rambutnya," kesalnya.

"Eh, maaf, Habibati."

Aisfa mendekatinya dan memberikan setelan pakaian santai untuknya, karena setelah ini sudah tidak ada acara lagi. Mereka baru menghadiri acara kajian pertama pagi tadi, dan acara selanjutnya besok pagi. Rencananya di hari ketiga, mereka akan bersilaturahmi.

"Lapar, nggak?" tanya Gus Alfatih usai berganti pakaian.

"Sedikit," jawab Aisfa.

Selebihnya Aisfa merasa lelah. Bayangkan saja pagi tadi ia melakukan penerbangan selama satu jam lalu langsung digiring ke tempat acara, berdesakan dengan ribuan jama'ah. Acara berakhir dua jam setelahnya.

"Saya pesankan makanan dulu ya. Sambil menunggu, bersih-bersih gih."

"Oke, Kak."

Aisfa beranjak ke kamar mandi. Tak lama kemudian kedua insan itu sudah berkumpul untuk menikmati hidangan yang telah dipesan. Kali ini Aisfa cosplay menjadi istri yang manja dengan meminta suaminya untuk menyuapinya.

Gus Alfatih tak keberatan sama sekali. Pemuda itu justru senang melakukannya.

"Uhibbuka Fillah, Kak."

Gus Alfatih menggeleng-gelengkan kepalanya karena istrinya masih sempat-sempatnya mengatakan itu di sela kunyahannya.

"Wa uhibbuki aidhon, Zaujati," jawabnya.

Aisfa menelan makanan yang tersisa di mulut lalu memprotes, "Kenapa gak jawab dengan jawaban waktu itu?"

Gus Alfatih menghela napas kasar. Waktu itu istrinya marah karena dirinya membalasnya dengan kalimat Ahabbakilladzi ahbabtini lahu bukan dengan ungkapan cinta juga. Sekarang ketika dirinya sudah membalasnya dengan ungkapan cinta juga dia masih protes.

"Kok diam?"

"Perempuan itu aneh juga ya?"

"Aneh kenapa?"

"Ya, kamu pikir saja sendiri. Dulu ketika kamu mengucapkan kata cinta, kamu marah ketika saya tidak membalasnya dengan kata cinta juga. Sekarang ketika saya sudah membalasnya, kamu malah protes."

Aisfa meringis pelan. "Hehe."

Lagi-lagi Gus Alfatih dibuat geleng-geleng kepala.

Uhuk

Aisfa (Cinta dalam Doa) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang