Plak!
Ruangan itu seketika membeku ketika Rasi mendaratkan tamparan di wajah Nigel tepat setelah laki-laki itu melepaskan ciuman mereka. Kedua mata Rasi menatap nyalang ke arah Nigel yang hingga detik ini masih belum berani menatapnya.
"Jangan seenaknya," desis Rasi dengan kemarahan tertahan.
"Sorry... tadi aku—
"Pergi," potong Rasi.
Sontak Nigel langsung menatap wajah gadis itu usai mendengar suara Rasi yang terdengar begitu menusuk. Ada perubahan dalam cara berbicara Rasi. Gadis itu menjadi jauh lebih dingin ketika berbicara dengannya.
"Aku tungguin sampai kamu baikan," ujar Nigel menatap lekat wajah Rasi yang masih terlihat pucat.
"Aku bisa sendiri," balas gadis itu.
"Nggak. Ada aku," sergah Nigel cepat. "Aku nggak bakal biarin kamu sendiri."
Detak jantung Rasi berdebar melebihi ritme normal mendengar ucapan Nigel. Ucapan laki-laki itu membuat bayangan masa lalu yang berusaha dipendam Rasi dalam-dalam muncul begitu saja di dalam kepalanya.
Rasi menutup mata sepersekian detik saat bayangan ketika ia dan Nigel masih SMA mulai mendatangi pikirannya. Seragam SMA yang ia kenakan saat itu bahkan masih begitu jelas terpatri di dalam ingatan Rasi. Dan ucapan Nigel saat itu pun masih begitu diingatnya.
"Ada gue. Lo aman sama gue."
"Nggak," cetus Rasi tepat ketika ia membuka mata. "Kamu nggak ada buat aku," lanjutnya.
"Aku di sini sekarang," balas Nigel.
"Apa yang bisa aku percaya dari kamu, Nigel?" Rasi tersenyum pahit ketika mengucapkan kalimat itu.
Nyatanya kepercayaan yang berusaha ia pertahankan terhadap Nigel sudah hancur menjadi kepingan-kepingan tak berharga. Laki-laki itu membuat Rasi tidak lagi ingin memercayai apa pun, termasuk ucapannya yang mengatakan akan selalu ada untuknya.
Nigel berhasil meremukkan hati sekaligus kepercayaannya hingga tak tersisa.
"Sejak kapan kamu ada buat aku?"
"Sejak hari ini." Nigel berujar tegas.
"Itu kata-kata paling nggak bisa aku percaya," balas Rasi dengan suaranya yang bergetar. "Dan kamu orang yang nggak akan pernah lagi mau aku percaya."
"Rasi... aku nyakitin kamu terlalu banyak, ya?"
Air mata yang semula ditahan kuat-kuat oleh Rasi agar tidak menetes di wajahnya seketika lebur begitu saja. Satu pertanyaan dari Nigel itu berhasil merobohkan pertahanan yang sudah ia bangun sekuat mungkin. Tidak disangkanya bahwa dirinya akan begitu lemah dihadapkan dengan pertanyaan sederhana yang terasa begitu menyiksa itu.
"Banyak," ujar Rasi dengan suara tersendat tangis. "Banyak banget sampai aku kehilangan diriku berkali-kali."
***
Nigel berjalan dengan tatapan kosong ketika keluar dari ruang kesehatan. Raganya ikut berjalan bersamanya, tetapi hampir seluruh jiwanya seakan terpaku pada Rasi yang masih ada di ruangan kesehatan.
"Nigel!"
Panggilan itu bahkan tidak membuatnya menoleh. Pikiran Nigel saat ini benar-benar hanya berfokus kepada pertemuannya dengan Rasi yang terpaksa terhenti karena gadis itu berkali-kali mengusirnya.
"Nigel! Lo dicariin Kak Mario!"
Setelah mendengar kalimat itu, barulah langkah Nigel terhenti. Dengan tanpa minat, Nigel menoleh ke belakang dan mendapati seorang gadis sedang berdiri dengan napas terengah di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Turning Point
Teen FictionDua tahun lalu, Nigel memutuskan hubungannya dengan Rasi secara tiba-tiba. Dua tahun setelahnya, Nigel bertemu kembali dengan Rasi. Dan pada pertemuan pertama mereka, Nigel mencium Rasi secara tiba-tiba. ---- copyright @suriaputrii 2023