15. Unpredictable

78 10 6
                                    

Jangan lupa vote dan komenyaaa!! 😘

Happy Reading!

Seperti Kamis sore pada biasanya, klub basket sekolah sedang latihan rutin. Diantara lainnya yang sedang mencoba permainan dengan dibagi dua regu, ada satu anggota yang berlari mengelilingi lapangan basket dengan sendirinya.

Anggota itu melajukan tujuan akhirnya di depan pelatihnya setelah menyelesaikan hukuman lari selama 10 kali putaran dan tidak diperbolehkan ikut bermain untuk hari itu sebagai bentuk sanksi karena telah melanggar aturan sekolah, bertengkar di area sekolahan.

"Sudahh, selesai, Pak, huhh," lapornya pada pelatih dengan terengah. Keringat di pelipisnya tidak berhenti mengucur deras.

Terlampau capeknya, dia tak mampu berdiri tegak di hadapan pelatihnya. Hanya bisa berpangku pada lututnya sambil mengatur nafas.

Memangnya siapa yang kuat sehabis lari 10 kali lapangan basket tanpa henti? Yang jika dikonversikan menjadi satuan kilometer, sekitar 5 kilometer jauhnya. Mending Jake pindah cabang olahraga atletik saja tidak sih? Lumayan juga pace larinya cukup cepat.

"Kamu hari ini gak usah ikut latihan dulu. Habis ini silakan ke UKS, obati dulu lukamu sana!" perintah pelatihnya.

***

Arin memasuki UKS yang terlihat sudah sepi dikarenakan aktivitas di sekolah juga mulai selesai semua. Kini tersisa kegiatan ekstrakurikuler yang diperkirakan setengah jam lagi akan berakhir. Atau jika tidak satpam akan mengusirnya, karena memang ketentuan jika sudah pukul 6 sore, seluruh kegiatan di sekolah harus dibubarkan kecuali ada kegiatan khusus. Biasanya Perkemahan Sabtu Minggu, itu saja hanya dilaksanakan tiap angkatan cukup sekali.

"Arghh! Sshh,"

Mendengar seseorang merintih kesakitan membuat pergerakan tangan Arin terhenti yang sedang menjelajah isi lemari persediaan UKS. Dia mencari obat merah yang biasanya ada di kotak P3K.

Itu suara orang, kan?

Batinnya agak ngeri karena suasana UKS yang mulai meremang tampak dari jendela menuju luar ruangan dan suasana yang sepi.

Berhubung kotak P3K juga tak kunjung dia temukan, dengan iseng Arin menuju suara rintihan kesakitan tadi berada. Lebih tepatnya arah bangkar UKS.

Dengan rasa penasaran dan keberanian yang penuh, Arin mendekati bangkar yang tertutup kain, memperlihatkan siluet seorang laki-laki yang entah sedang melakukan apa?

Sret!

"Ehh! Ketua kelas?"

Aihhh!
Jeha lagi, Jeha lagi!

Arin menghembuskan nafasnya kecewa, meski di lain sisi dia juga merasa lega karena yang dijumpainya masih manusia normal yang kakinya masih napak di tanah. Entah, bisa dia akui cowok itu manusia normal atau tidak, karena kelakuannya di atas orang normal biasanya.

"Gituu dongg perhatian, mau bantu gue ngobatin luka," ujarya dengan percaya diri.

Arin merotasikan bola matanya sudah lelah menanggapi manusia jauh dari kata normal itu.

"Nggak usah pede! Ngimpi aja sana, mau aku obatin,"

"Terus ngapain lu kesini kalo bukan karena gue?"

Pertanyaan Jeha cukup menarik perhatiannya.

"Hmm, kira-kira kenapa ya?" ucapnya mendekat ke arah Jeha yang duduk di pinggir bangkar.

Saat posisinya yang hanya sejengkal dengan Jeha, Arin membungkukkan badannya agak ke depan, sehingga wajahnya cukup dekat dengan Jeha.

Love Letter Gone WrongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang