Dasar harimau jadi-jadian tukang PHP! Padahal aku bilang pergi ke tempat aman. Tahu arti kata aman? Oke, akan kujelaskan. Salah satu arti kata aman berdasarkan KBBI ialah, bebas dari bahaya. Bahaya apa saja? Ancaman pembunuhan, kemungkinan dijadikan sesajen bagi vampir, jauh dari pemukiman bobrok, dan kalau bisa sih ke kota yang banyak menawarkan pekerjaan.
Akan tetapi, si harimau yang satu ini memiliki pendapat yang berseberangan dengan kehendakku. Dia memilih kota, yang namanya belum kuketahui, sebagai suaka baruku.
Lucunya nih ya, dia membawaku dengan cara yang jauuuuuuuuuh dari kata elegan. Alih-alih membiarkanku duduk di punggungnya, persis pejuang wanita dalam komik laga, dia justru menggigit kerah baju bagian belakangku. Persis cara induk kucing mengungsikan bayi mereka. Nah seperti itu!
Apa itu harga diri? Omong kosong.
“Hei!” protesku sembari mengacungkan tinju ala pendemo keren. “Bukan begini perjanjiannya! Kamu menolongku, bukan meletakkanku di sembarang tempat!”
Si harimau sibuk menjilati kaki depannya. Dia bahkan tidak repot melirikku, walau sedetik saja, dan memutuskan apa pun yang aku ocehkan sama manisnya dengan meongan anak kucing.
Sekarang aku berada di suatu gudang yang telah lama ditinggalkan oleh manusia. Di dalam gudangnya, tentu saja. Di sini hanya ada tumpukan kotak kayu yang bertuliskan THE JAMBO dengan gambar cowok berotot menenteng senapan air. Penerangan hanya berasal dari sinar bulan yang sama sekali tidak menenangkan. Justru sinar tersebut menambah kesan angker. Di sudut ruangan terjalin untaian benang berdebu yang dipilin oleh laba-laba yang ukurannya sebesar jenderal kecoak. Ada juga sarang laba-laba yang menempel di kotak kayu maupun langit-langit.
Oh dan ini yang paling menyebalkan, aromanya! Setiap kali aku mengembuskan maupun menghela ataupun bicara panjang lebar di hadapan si harimau, bisa kucium aroma apak dan jamur, tambahkan debu. Ini jenis campuran jurus mematikan paru-paru secara bertahap.
Cicak dan tokek menguasai beberapa area. Mereka persis preman bangkotan yang tidak tahu diri bahwa eksistensinya sama sekali tidak menolong siapa pun selain menambah beban mental. Terbukti dari nyamuk yang ternyata selalu menjadi buruan laba-laba. Secara garis besar, cicak dan tokek makan gaji buta.
Di tempat ajaib inilah aku berada. Luar biasa. Katakan sempurna. SEMPURNA. Apa aku perlu sekalian bernyanyi? Kau begitu sempurna. Di mataku kau begitu indah. Begitu?
[Tenang. Di sini aman.]
Aku mulai mondar-mandir di hadapan si harimau. “Masalahnya aku butuh masyarakat. Uang, makanan, pakaian! Identitas baru!”
[Kamu hanya perlu menjual sesuatu.]
Kuhentikan aksi jalan ala setrika, bolak-balik tapi tidak beres. “Aku nggak bawa apa pun. Sama sekali. Artinya, aku perlu pekerjaan yang nggak mengharuskanku memperlihatkan kartu pengenal.”
Si harimau tampaknya telah puas membereskan bulu-bulu di kakinya. Sekarang dia bersedia memandangku.
[Aku punya perhiasan. Cukup untuk menolongmu membeli hunian dan identitas baru. Lagi pula, manusia, kan, bisa disogok dengan uang. Kamu tidak perlu dramatis.]
Nah begitu dong!
“Wahai harimau ajaib nan sakti, perkenankan aku menerima anugerahmu.”
Berani taruhan deh. Si harimau pasti ingin memutar bola mata, jengah mendengar omonganku.
[Julurkan tanganmu.]
Aku mengulurkan tangan dengan posisi telapak tangan di atas. Si harimau menjulurkan tangan, eh salah satu kaki depannya, dan menyentuhkan salah satu kukunya luar biasa mirip belati ke telapak tanganku.
Pendaran cahaya berkumpul di sekitar kuku. Perlahan kurasakan sesuatu yang dingin bersinggungan dengan kulitku. Bunyi cring cring cring pun terdengar.
“Uwooooooo!” seruku riang gembira tidak terbantahkan oleh apa pun di dunia ini.
Dua kalung emas, tiga cincin emas, dua gelang emas. Aku kayaaaaaaaaaa!
[Aku masih punya banyak yang seperti itu.]
“Keren!” Aku pun meloncat-loncat dan mulai menari mengikuti musik yang ada di kepalaku. “Dengan begini setidaknya aku bisa sewa indekos.”
[Perlu kamu pahami bahwa aku tidak akan selalu menemanimu.]
Oke, itu bukan kabar baik. Aku butuh tirai baru. Ayo perlihatkan tirai nomor dua dan tiga. Cepat!
“Apa maksudnya?” Bubar jalan. Katakan selamat tinggal kepada keselamatan. “Tanpamu aku bisa mati diburu vampir maupun penduduk dari Bulan Darah!”
[Aku akan membagi kesaktianku denganmu. Panggil aku di saat darurat saja. Kupikir sekarang kamu bisa bertahan hidup.]
“Lalu, kamu ... akan ke mana?”
[Aku akan beristirahat di dalam batu darahmu. Sepertinya itu tempat yang nyaman. Jauh lebih nyaman daripada pohon yang dulu kutempati. Pantas saja semua orang di sana tidak keberatan menyerahkanmu kepada vampir. Pasti yang minum darahmu langsung kenyang, ya?]
Bulu halus di seluruh tubuhku pun bergidik ngeri. “Tolong jangan puji aku dengan cara demikian. Rasanya itu sama sekali nggak menyemangati diriku. Memangnya kamu ingin aku meniru lelaki penyendiri yang gemar mengomel dan menyalahkan semua orang?”
Makhluk itu tertawa. Suaranya sama sekali tidak menyeramkan. Sangat lembut dan membuatku tenang.
[Kamu akan baik-baik saja. Asalkan kamu tahu cara melindungi diri sendiri seperti waktu itu, sepertinya tidak akan ada ancaman berarti.]
“Okeeeee.”
[Sekarang biarkan aku istirahat. Terjebak di pohon selama sekian tahun tidak baik bagi kesehatan mentalku. Aku butuh waktu santai dengan tidur di dalam batu darahmu.]
Dia tidak minta izin. Langsung mengubah diri jadi asap tipis, melayang lembut menuju ke arahku, kemudian melebur bersama batu darah milikku yang kian terasa panas ... atau berat karena tambahan beban hidup.
[Masalah perhiasan, kamu tidak perlu cemas. Aku bisa memberikan yang lainnya.]
Koreksi, beban kekayaan.
Kuamati sekitar yang hanya didominasi oleh serangga dan makhluk pengerat. Tidak ada tanda-tanda tempat ini pernah dihuni manusia selama beberapa hari ke belakang. Paling sih setan. Namun, yaaaaaaaah tidak masalah. Setidaknya aku bisa berusaha berkompromi dengan hantu daripada menghadapi manusia yang mengincar nyawaku.
Aku pun mencari beberapa kotak yang masih bersih, eeeeh yang cukup tidak terlalu kotor, dan menyusunnya menyerupai ranjang menyedihkan. Beberapa kecoak langsung kabur saat aku bekerja. Rajanya, yang memiliki tubuh sebesar ibu jari lengkap dengan sayap bangsawan, langsung terbang dan menempel di dinding.
... hanya untuk menjadi kudapan tokek.
Oke, aku ralat omonganku mengenai tokek. Mereka amat berjasa dalam memberantas kecoak dan gengnya. Dengan begini aku tidak perlu mencemaskan kemungkinan tidur sembari dirayapi pasukan kurma KW. Sungguh baik hati sekali tokek.
“Terima kasih, Kisanak.” Aku berlagak sebagai kapten, memberi salam. “Lain kali tolong sekalian buru ratu dan kroconya, ya? Kamu pasti akan memiliki jasa besaaaar. Patungmu akan dibangun di alun-alun dan dongeng mengenai dirimu akan diciptakan serta dituturkan kepada anak-anak. Selamat.”
Tokek tidak menjawab.
Baguslah.
Aku menepuk tangan, berusaha membersihkan debu dari telapak tangan, dan langsung merebahkan diri di ranjang menyedihkan.
Hahahaha sebenarnya sejak kapan hidupku jadi unik begini sih?
***
Selesai ditulis pada 1 November 2023.***
Semoga kaliaaaan sukaaaaa.Salam cinta dan kasiiiih sayang.
LOVE.
P.S: Tolong jangan lupa jaga kesehatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALL OF THEM WANT TO KILL HER (Tamat)
FantasiaKenapa sih orang-orang tertarik isekai ke novel, film, komik, atau dimensi mana pun? Seolah pindah dunia itu semudah pindah kontrakan yang kalau tidak cocok bisa mengajukan keluhan ke empunya indekos. Berharap bisa disukai oleh semua tokoh ganteng d...