Kegaduhan terdengar hingga ruangan yang tenang Reyniel. Pria itu tetap berdiri menghadap jendela kaca menampilkan kota pagi hari, dunia mulai menggeliat, bergerak pelan dan pasti. Pintu ruangan dibuka kasar oleh seorang wanita, di belakangnya disusul seorang pria yang biasa bekerja di ruangan depan menatap pemilik ruangan dengan wajah khawatir. Pria yang berstelan rapi menoleh dan mengangguk, seketika pria berstelan cokelat muda itu melepaskan tamu wanita yang ngotot masuk tanpa izin. Wanita yang menggerai rambutnya dengan hiasan di sebelah kanan melangkah mendekat, duduk di sofa tamu tanpa dipersilakan.
"Ada keperluan sampai memaksa masuk?" tanya pria yang punya potongan rambut quiff itu tetap berdiri membelakangi tamunya.
"Langsung saja tanpa basa-basi. Kau menghentikan pembiayaan rumah sakit Mama?" tanya wanita berstelan merah jambu menoleh ke arah pria di balik meja.
Pria itu berbalik, menatap tamunya dalam diam, lalu menaruh cangkir kopi yang tinggal satu teguk di cawannya kembali. "Ya."
Wanita itu berdecak. "Hei, Reyniel Wrinkel! Apakah kau lupa, jika dia juga mamamu, pernah mengasuhmu."
Reyniel melangkah duduk ke sofa dan menatap tamunya-Demanda. "Kurasa aku sudah cukup peduli dengan membiayai pengobatannya selama dua tahun ini tanpa bantuan kalian sebagai anak kandungnya. Bahkan, tidak membiayainya tanpa menyentuh warisan yang papa tinggalkan."
"Jadi, kau mau perhitungan dengan kami?" tanya Demanda
"Tidak. Aku sudah bersabar dan menebus mungkin rasa sakit yang dia panggul, yang katanya disebabkan olehku selama ini karena kehadiranku."
"Reyniel. Kau 'kan tahu usaha kakakmu baru mengalami kebangkrutan, juga aku tengah krisis keuangan juga. Jadi, mana mungkin bisa aku membiayai mama di tengah keadaan seperti ini." Demanda membujuk Reyniel.
"Kalian bisa bicarakan nanti. Jika tidak ada yang harus dibicarakan, silakan pergi. Aku ada tamu lain," ujar Reyniel mengusir Demanda secara halus dan bangkit ke meja kerjanya.
Demanda tak segera pergi, Reyniel mengambil berkas di meja kerjanya pun menoleh ke belakang karena mengetahui jika Demanda masih di sana. Reyniel menatap Demanda yang antimemohon apalagi sampai berlutut pada Reyniel. Pria itu menarik napas dan tak merasa tersanjung ataupun terenyuh dengan yang dilakukan Demanda.
"Reyniel, kumohon. Bantu kami sekali lagi, ya," pinta Demanda mengatupkan kedua tangan.
Secara umum gerakan itu digunakan ketika berdoa dan memohon dengan tulus kepada sang Maha Kuasa atau benar-benar meminta ampun, tetapi yang kini terjadi adalah Demanda menggunakan itu hanya untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Bagaimana Reyniel tahu? Reyniel tahu segalanya, tetapi memilih bergerak dalam diam.
"Reyniel, kumohon, ya, ya, setahun lagi aja. Bantu kami, oke?" pinta Demanda memohon.
"Kalian rundingkan sendiri saja, aku sudah cukup membalas baktiku padanya, meski banyak luka dia tinggalkan padaku. Silakan keluar jika sudah selesai." Reyniel berbalik, mengabaikan permohonan Demanda.
Demanda makin kesal, usaha yang ditunjukkannya pada Reyniel tak berjalan mulus. Reyniel bergeming soal pembiayaan mamanya yang akan habis akhir bulan ini, jika tidak bisa membayar deposit sampai setahun ke depan, akan dicabut semua fasilitas kesehatannya. Demanda berdiri sambil meringis dan keluar dari ruangan Reyniel dengan membanting pintu. Reyniel tidak akan goyah, Mereka bisa tidur di hotel bintang lima, liburan naik kapal pesiar, anak-anak makan makanan enak dan mahal, beli pakaian bagus, perhiasan brand terkenal. Ck, lalu sekarang mereka minta aku tetap biayain wanita yang meninggalkan luka sebanyak itu terus menerus? Reyniel berdecak sambil membawa map-map dan menaruhnya di meja, pintu ruangan kembali dibuka, tetapi bukan Demanda yang masuk.
YOU ARE READING
Deamflum [The End]
Romansa21+ | Do't copy my story! Ashlynn memang sudah bersuami, tetapi suaminya justru masih sibuk dengan masa lalunya bersama Kira. Keid hanya menganggap Ashlynn sebagai teman dalam kehidupan pernikahannya. Ashlynn kira usai Keid kecelakaan akan berubah...