7 [The Dark Past in the Almora's Mansion]

8.4K 378 6
                                    

7
[The Dark Past in the Almora's Mansion]

***

Elisa terbangun seraya mencoba menetralkan kedua netranya pelan. Menyesuaikan dengan teriknya mentari pagi yang menyusup masuk melewati celah gorden yang masih tertutup. Butuh beberapa detik bagi Elisa untuk menyadari tempat dimana ia berada saat ini. Ruangan megah yang masih belum terlalu familiar baginya. Ah, kamar Almer. Ucapnya dalam hati.

Lantas ia terbangun dari ranjang besar itu. Merasakan kaki telanjangnya yang berjengit ketika bertemu dengan dinginnya lantai marmer. Seakan ditampar oleh kesadaran yang langsung menyergap perasaannya begitu saja, Elisa seketika melebarkan kedua matanya hebat. Menoleh ke kanan dan ke kiri, seperti mencari sesuatu yang menjadi fokus utamanya saat ini. Dan disanalah ia berada. Seorang lelaki bertubuh tegap, terlelap diatas sofa dengan posisi duduk yang seakan begitu menyiksa punggung kekar itu.

Almer masih bergelut dengan dunia mimpinya. Tak terusik bahkan ketika kedua kaki Elisa melangkah mendekati sosok itu. Elisa berjongkok dihadapan Almer yang tertidur. Memandanginya dalam diam. Deru napasnya terdengar beraturan, sehingga dadanya berirama naik turun seiring dengan tarikan napas pelannya.

Jam masih menunjukkan pukul 5 pagi. Elisa masih memiliki cukup waktu untuk mengagumi sosok tampan dihadapannya. Pemandangan yang tak akan berani ia temui saat kesadaran melingkupi keduanya. Sebab Elisa merasa ia terlalu jengah menatap kedalam pesona yang lelaki itu keluarkan. Ada setitik perasaan nyaman berada di sisi lekaki itu, namun ia tak menampik bahwa dirinya juga membenci keberadaan lelaki itu yang membuat getaran dalam jantungnya bekerja lebih keras dari sebelumnya. Terlebih Elisa masih belum mengetahui dengan jelas, siapa sosok dihadapannya ini? Elisa masih harus menjaga jarak dengan Almer. Ia masih harus melakukan sebuah penelitian lebih lanjut untuk dapat terjun langsung menggantikan sosok Elizabeth Almora yang sebenarnya.

Pikiran Elisa melompat jauh. Tepat malam kemarin yang begitu gila ia rasakan. Dengan lancang ia meminta Almer menemaninya tidur di kamar yang sama dengannya. Elisa bersumpah kala keinginan itu ia lontarkan dihadapan lelaki ini, wanita itu bergetar penuh keterkejutan. Ia begitu terkejut dengan apa yang ia dengar dari mulutnya sendiri.

Mungkin ia terlalu takut bertemu lagi dengan Elizabeth dalam mimpinya. Memang bukan mimpi buruk, justru mimpi indah bagi Elisa. Sebab dalam mimpi itu, ia berhasil mendapat restu Elizabeth untuk terus mengikuti takdir yang ada. Tetap berperan sebagai wanita itu di kehidupan yang ia miliki saat ini. Namun tetap saja, Elisa ketakutan. Terlebih tidur di ruangan megah yang hanya ia seorang diri didalamnya, bagaikan sebuah mimpi buruk. Badai kemacuk terasa begitu kuat dalam pikirannya. Membuat ia tanpa sadar seketika mengucapkan permintaan setengah permohonan agar Almer menemaninya tidur di kamar yang sama dengannya.

Gila!

Elisa pikir ia sudah kehilangan kewarasannya kemarin.

Tangan wanita itu terulur keatas. Hendak menyentuh rambut Almer yang terlihat acak-acakan itu. Tepat ketika kedua tangannya yang hanya berjarak beberapa senti saja dari wajah lelaki itu, Almer terbangun. Benar-benar terbangun dengan kedua mata yang membuka lebar.

Elisa seketika tertegun, ia malu. Tertangkap basah sedang memandangi Almer, bahkan hendak menyentuhnya. "A-aku, aku h-hanya, i-itu tadi..." Benaknya mengolah kata, hanya terdengar suara lirih bagai cicitan tikus kecil.

"Maaf."
Setidaknya suaranya tidak sekecil tadi. Ia menurunkan tangannya yang ternyata masih mengambang di udara. Namun seketika ia terkesiap, kala tangan Almer menangkapnya tiba-tiba. Netra mereka beradu tatap. Elisa bahkan sempat merasakan betapa lembutnya netra gelap Almer memandangnya. Tidak ada ketajaman yang menusuk seperti biasa, hanya sebuah tatapan lembut yang seolah-olah mengisyaratkan Elisa untuk terbenam disana selamanya.

The Perfect Obsession (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang