16. Self Injury

107 52 210
                                    

Bagaskara dengan perlahan keluar dari ruangan tersebut, kedua lutunya sangat lemas. Apa yang harus dilakukannya? Lelaki itu, hanya bisa menunggu di luar. Air matanya luruh, ia tak sanggup melihat Nala seperti itu. Hatinya sakit, berkali-kali dirinya memukul keras dadanya, untuk meredakan rasa sakitnya tapi tidak hilang. Rasa sesak itu, makin lama, semakin seperti akan membuhnya.

Ia mengacak rambutnya frustasi. Berjalan maju mundur, kedua tangannya ia lipat di atas wajahnya, kedua matanya menutup sempurna. Ia menyembah Tuhan-Nya. Lalu tangannya mengepal, ia memukul tembok yang membuat tangannya berdarah. Napasnya memburu, ia lalu duduk di kursi yang disediakan. Pandangannya tak lepas dari ruangan dimana Nala sedang ditangani. Harap-harap cemas, ia rasakan.

Masih untung, Nala tidak menunjukan tanda-tanda adanya skizofrenia. Dia hanya melakukan serangkaian self injury. Berkali-kali melakukan bunuh diri, tapi beruntung bahwa Tuhan masih memberikannya kesempatan untuk hidup, kala Bagaskara memergokinya.

Tuhan, aku mohon untuk sembuhkan Adikku ... jangan ambil dia dariku. batin Bagaskara.

Ia kini hanya ditemani oleh Melvin.

"Aku tau bahwa dia sangat butuh bantuan profesional, tap--"

"Itu yang aku maksud kemarin. Ada sebuah trigger, yang kembali memicunya."

Penjelasan itu, membuat Bagaskara terdiam. Ia masih tidak mengerti.

"Kasus Adikmu ini sebenarnya kita bisa sembuhkan sendiri. Bisa dibilang salah satu kasus dimana kami membutuhkan improvisasi untuk membantunya dan orang-orang terdekat, merupakan faktor yang sangat besar untuk dapat membantu pasien melalui ini semua."

Melvin mendesah pelan, begitu melihat ekspresi dari Bagaskara. "Dengan kata lain, kami membutuhkan pendekatan yang berbeda kepada masing-masing pasien. Untuk kasus yang dialami Nala, ia mengalami trauma yang cukup berat sehingga sebuah trigger kecil saja dapat memperburuk keadannya."

"Jadi aku harus mulai dari mana?" tanya Bagaskara.

Entah mengapa, Bagaskara merasa beban yang ia punya menjadi jauh lebih ringan dari sebelumnya, hingga membuatnya merasa terharu dan kembali menitikkan air matanya.

Pintu ruangan Nala terbuka sempurna, ranjang brankar-nya didorong oleh para perawat untuk menuju ruangan isolasi syaraf. Sang dokter yang berada di belakangnya, membawa catatan biru pada salah satu tangannya, hanya bisa menghela napas pasrah.

Di sana gadis tersebut terlihat semakin kurus dari biasanya, tulang pipinya yang terlihat, bibir pucatnya. Kedua tangan dan kakinya diikat dikedua sisi ranjang, terlihat tidak berdaya.

"Pasien menolak untuk diobati jadi kami menyuntikkan obat penenang," ujar salah satu perawat.

"Adik kalian bisa kembali seperti semula, jangan khawatir. Kami akan membantu sepenuhnya," ucap sang dokter.

Ucapan sang dokter, membuat Bagaskara menghela napas lelah. Ia sudah pasrah akan segalanya yang mungkin terjadi.

Setelah mendapat perawatan medis, dan sudah melakukan pengecekan secara menyeluruh. Nala sudah bisa pulang, ia kembali memasang ekspresi seperti biasanya. Seolah tak pernah terjadi apapun.

_____

Entah sudah berapa kali dirinya membasuh wajah, ia menatap pantulannya di cermin. Sangat buruk. Nala tertawa hambar. Gairah hidupnya sudah hilang, ia tak sanggup untuk meneruskan hidupnya.

Ia keluar dari kamar mandi dan menuju area dapur, lalu mengambil pisau dan menyayat pergelangan tangannya hingga mengeluarkan darah segar. Seolah tak merasa kesakitan, ia hanya tertawa melihat itu. Mengusap air matanya dengan kasar, membuat wajah cantiknya terkena darah bekas pergelangan tangannya.

Bruk!

Suara benda jatuh, membuat Bagaskara keluar dari kamarnya. Dan ia melihat jika Nala tengah tertawa di atas lantai dingin, belum lagi darah segar yang mengalir sangat deras.

"Nala, sadarlah!" teriak Bagaskara.

"Bagaskara?" panggilnya dengan suara purau.

"Ya, ini aku, Abangmu."

Lalu sedetik kemudian, dia menjadi sangat histeris. Hal itu membuat Bagaskara dengan segera meminta ambulance untuk datang ke rumah mereka. Lelaki itu lagi dan lagi, hanya bisa menahan tangisanya. Mengapa ada saja cobaan dalam hidup ini?

_____

**Self injury, adalah suatu perilaku yang dilakukan oleh seseorang untuk mengatasi rasa sakit emosional, dengan cara melukai diri sendiri.

Nala mengamuk tanpa henti, ia beberapa kali memecahkan kaca, untuk melukai dirinya sendiri. Hal itu membuat beberapa perawat kesusahan dibuatnya, bahkan Bagaskara ikut turun tangan untuk menenangkannya.

"Nala ... saya Dokter yang akan membantumu keluar dari jerat ini, maka dari itu, berikan pecahan kaca itu."

"Aku butuh ini, Dokter. Hanya dengan ini, aku bisa tenang dan bahagia, tanpa merasakan sakit lagi." Nala dengan erat menggenggam pecahan kaca tersebut, ia tertawa bercampur takut hingga menciptakan ekspresi wajah yang tidak wajar.

"Oke, saya juga ingin merasakan ketenangan dan kebahagiaan seperti apa yang kamu katakan. Boleh saya meminjamnya?" pinta sang dokter yang diketahui bernama Dion. Ia mengulurkan salah satu tangannya, untuk meminta kaca yang sedang Nala genggam.

"Mereka semua membuatku takut, Dokter. Apa mereka ingin menyakitiku?" tanya Nala, ia menunjuk Melvin dan Bagaskara secara bersamaan.

"Maaf, bisa tolong tinggalkan kami berdua?" pintanya, membuat Melvin dan Bagaskara keluar dari ruangan tersebut. Mereka menunggu dari jarak yang sangat jauh. "Nah, sudah. Mereka hanya orang lewat saja, bukan orang yang ingin menyakitimu. Jadi, bisa saya meminjam kaca itu?"

Setelah membujuk dengan segala macam cara, akhirnya Nala bersedia memberikan pecahan kaca tersebut.

"Bisa saya berbicara dengan keluarga pasien?" pintanya, begitu sudah berhasil menenangkan Nala.

Bagaskara dengan segera mengikuti langkah sang dokter untuk menuju ruangan kerjanya.

"Apa anda sudah mengetahui hal ini?" tanyanya dengan hati-hati.

"Saya baru mengetahuinya, Dokter."

Sang dokter mengangguk sekilas. "Dia melakukan self injury. Suatu perilaku yang dilakukan, untuk mengatasi rasa emosionalnya."

"Apakah itu bisa disembuhkan?" tanya Bagaskara.

"Bisa, tentu. Dengan menjalani terapi teratur," jawabnya. "Beruntung pasien tidak terindikasi mengalami skizofrenia."

"Oh, apakah itu kasus berat, Dokter?" tanya Bagaskara dengan penasaran.

"Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan yang disebabkan oleh kelainan kimiawi pada otak, yang pada akhirnya mengganggu fungsi sitemik dan impuls syaraf otak. Dalam kasus ini, mengakibatkan kegagalan fungsi otak dalam mengolah informasi dari panca indera, sehingga timbul proyeksi yang tidak seharusnya. Penderita ini cenderung mengalami halusinasi, delusi, dan penurunan kemampuan beraktifitas dengan normal, termasuk daya ingat."

Mendengar kalimat yang dijelaskan oleh sang dokter, membuat air mata Bagaskara tak dapat dibendung lagi. Entah mengapa, emosinya menguar begitu saja.

Dan yang jadi pertanyaan, trigger apa yang membuatnya kembali mengingat kenangan menyakitkan itu? Ia harus mencaritahu ini semua.

Ia bersyukur, karena adiknya tidak menderita penyakit berat seperti itu. Lelaki itu kembali membayangkan, bagaimana jika Nala benar-benar memiliki penyakit seperti itu? Apakah ia akan bisa bertahan? Apakah dirinya mampu? Apakah dirinya akan kuat?

Untuk pertama kalinya aku mulai merasakan penyesalan. Perasaan dimana aku berada di antara kasihan pada diri sendiri dan membenci diriku sendiri, tentang seluruh hidupku. Bagaskara membatin. Ini salahnya.

The Sibling's [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang