8
[Eagle tattoo]***
Elisa terbangun. Kedua matanya menelusuri langit-langit ruangan untuk beberapa detik. Sebelum mulai menyadari bahwa ia sedang tertidur diatas ranjang kamarnya di mansion keluarga Almora. Wanita itu merasakan sebuah tangan besar nan hangat memeluknya erat. Membuatnya dengan segera melihat sosok yang tidur disampingnya yang tak lain adalah Almer.
Tangan lelaki itu berada diatas perutnya. Seketika membuat Elisa nerasa kegelian sebab secara tidak langsung, dekapan hangat itu bersentuhan begitu dekat dengannya. Dengan jarak sedekat ini, Elisa bisa merasakan harum napas Almer yang membelai rambutnya. Betapa mengagumkannya wajah kokoh yang saat ini sedang terlelap didepannya bagai bayi tak berdaya.
Seketika kedua pipinya memerah. Menyadari perlakuan dan pikirannya saat ini tidak ada bedanya dengan gadis remaja yang baru saja menginjak masa puber. Demi tuhan! Elisa sudah 25 tahun. Umur yang sama dengan milik Elizabeth Almora. Ia tidak bisa atau bahkan diperbolehkan melakukan tindakan menjijikkan yang benar-benar kekanakan. Elizabeth hidup dengan sejuta pesona yang mampu meluluhkan hati pria manapun di dunia ini. Ia harus terbiasa dengan pola pikir itu. Hanya dengan memandangi wajah tampan Almer, sanggup membuat Elisa tak berdaya dibuatnya.
Tidak bisa! Kuatkan dirimu, Elisa! Egomu harus lebih besar dari rasa ingin tahumu pada sosok ini. Benaknya bersuara.
Tiba-tiba sebuah suara terdengar tepat disebelah telinganya berada. Nampak serak yang terdengar begitu menggoda bagi Elisa, terlebih jarak keduanya yang bahkan sudah saling bersentuhan seketika membuat tubuh Elisa menegang begitu saja. "Sudah bangun?"
"Te-tentu saja." Ucapnya terbata-bata. Ia tak berani beradu tatap dengan mata gelap lelaki itu. Jadi yang Elisa lakukan sekarang adalah menatap leher Almer yang terlihat bergerak tak leluasa. Jakun pria itu naik turun. Seperti menelan air liur dengan intensitas yang begitu sering.
"Apa kamu haus? Aku bisa mengambilkan air minum." Ucap Elisa dengan begitu polosnya.
Membuat Almer semakin bergerak gelisah ditempat. Seraya berkata, "kenapa tiba-tiba mau mengambilkanku minum?"
"Tak apa. Hanya saja kupikir kamu kehausan, sebab sekarang jakunmu bergerak gelisah. Seperti sedang butuh minum." Elisa berkata masih dengan tatapannya yang menatap leher Almer dengan jarak begitu dekat. Ia tak menyadari bahwa perkataan dan perbuatannya menimbulkan kegelisahan yang semakin membuncah dalam diri Almer.
Lelaki itu tak menjawab. Justru sekarang yang ia lakukan adalah melepas dekapannya secara tiba-tiba. Membuatnya maupun wanita itu, merasakan perasaan hampa akibat kenyamanan yang direnggut seketika. Almer terduduk. Masih tetap diatas ranjang bersprei putih. Melihat itu, Elisa juga turut melakukan hal yang sama. Jadi kini, keduanya berada pada posisi duduk yang sama.
"Maaf jika ada yang salah dengan perkataanku. Aku sama sekali tidak bermaksud melebihi batas." Ucap Elisa sembari menyingkap selimut yang sedari tadi membungkus tubuh keduanya. Hendak turun dari ranjang. Perlakuan yang seketika mendapat cekalan di tangannya dari Almer. Lelaki itu mengisyaratkan dari tatapan tajamnya bahwa Elisa lebih baik tetap duduk saja disini. Sepertinya ada sesuatu yang hendak lelaki itu sampaikan.
Elisa menunduk dengan begitu dalam. Mendapati tatapan yang nampak sangat begitu menakutkan dilayangkan untuknya. Ia ketakutan. Almer yang ia temui di dunia ini adalah sosok lembut yang penuh kasih padanya. Baru pertama kali ia melihat Almer dengan ekspresi yang begitu menakutkan kali ini. Nampaknya ia telah begitu melewati batas. Elisa ingin menangis saja rasanya.
Seketika benaknya kembali mengudara. Pada mimpi buruk yang beberapa saat lalu ia alami. Sebuah mimpi yang entah datang dari mana dan membawa maksud serta tujuan yang sama sekali tak Elisa mengerti. Mimpi itu jelas-jelas adalah masa lalu Elizabeth Almora.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Obsession (Tamat)
RomanceJika orang lain menganggap obsesi adalah hal negatif, maka jauh berbeda untuk Almer. Ia terobsesi dengan Elisa. Dan melalui cerita ini, akan ia tunjukkan sebuah obsesi baru yang penuh cinta dan ketulusan. _____ Elisa Jasmine selalu berharap bahwa ke...