POV Bintang
Namanya Ariq. Konsensus tidak resmi di antara para siswi menobatkan dia sebagai cowok paling kece seantero sekolah. Ah, tidak hanya para perempuan, laki-laki seperti "kami" ini juga tidak menyangkalnya.Aku pertama kali mengenalnya saat pertandingan penutupan kegiatan MOS bagi siswa baru. Ini adalah kali pertama MOS diadakan secara offline setelah angkatanku sebelumnya hanya bisa mencicipinya secara online karena pandemi. Karenanya, ini juga adalah kali pertama angkatanku yang kelas 11 dapat berinteraksi secara tatap muka.
Sore itu diadakan pertandingan basket putra antara kelas 11A dan kelas 11B. Satu per satu anggota tim basket kelas 11A memasuki lapangan. Mulai terdengar suara perempuan yang meneriakkan nama yang begitu dipuja kelompok itu.
"Aaaa! Kak Ariq! Aaaa!"
Mataku menelisik mencari orang yang namanya dipekikkan. Mataku tiba pada jersey bernomor punggung 8 dan di atasnya tertulis "ARIQ". Beberapa saat kemudian ia berbalik sehingga aku dapat melihat wajahnya.
Ariq. Sorot matanya bisa menjadi begitu teduh namun berubah tajam dan waspada saat merasakan atmosfer ketegangan di laga itu. Mata menakjubkan itu dibingkai alis yang melintang tebal di atasnya. Bibirnya merah muda dibingkai kumis tipis yang lembut. Tulang pipi dan rahangnya tegas menunjukkan kedewasaan, namun kulit mulus tak berpori itu membuatku tetap dapat merasakan kelembutan yang tipis dari seorang anak. Wajah peralihan antara anak-anak dan dewasa semacam ini sungguh menarik.
Mataku beranjak menelusuri tubuhnya. Tingginya kuperkirakan sekitar 180 cm. Aku sungguh mengagumi lekuk-lekuk tubuh anak ini. Punggungnya lebar dan tampak padat bervolum oleh massa ototnya. Lengannya yang kokoh dijalari pembuluh2 vena samar seperti batang pohon yang dibelit sulur. Bagian paling kusukai dari lengannya yaitu otot deltoidnya yang mengembang proporsional, tidak terlalu besar dan tidak terlalu basah sehingga masih dapat kulihat serat2 ototnya. Ketika tangannya direntangkan ke samping, dapat kulihat otot bicepnya yang menyembul memanjang dari ketiaknya. Ketiaknya baru ditumbuhi bulu-bulu tipis, namun, itu justru membuat auranya semakin memikat.
Pertandingan dimulai. Mataku tetap tidak lepas dari anak bernama Ariq itu. Melihatnya melenggang ke sana kemari di lapangan, mengoper bola, wajah tegang, frustrasi hingga senyuman lepas saat berhasil memasukkan bola membuatku terus tersipu.
Pertandingan berakhir. Kelas 11A menang, dan tebak siapa top scorer nya. Tidak lain dan tidak bukan, Ariq Faqih Rasyid. Aku mengetahui nama lengkapnya saat dia diumumkan sebagai top scorer. Ternyata sosok bernama Ariq ini tidak cuma tenar karena rupa, tetapi punya talenta yang mumpuni juga.
Hari beranjak gelap, namun aku belum beranjak pulang. Tebak apa yang kulakukan? Dari kejauhan, aku mengamati Ariq yang menunggu dijemput. Entah bagaimana dia belum mengendarai motor sendiri. Padahal di benakku, seseorang yang tenar seperti dia biasanya merupakan "bad boy" yang ndugal, playboy, dan bermotor sendiri untuk memboncengkan siswi cewek yang termakan kharisma mautnya. Ternyata stereotip semacam itu sungguh jauh dari dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buaian Tubuh Perkasa
LosoweDisclaimer: 18++, LGBT if this disturbs you, skip it! Kumpulan cerita individu-individu sesama jenis yang menyelami erotika tubuh atletis dalam pergumulan yang panas dan menantang.