Chapter 1 - Treasure.

745 42 3
                                    

Awal Mei 2019,

"Jadi gimana, Ji? Lo fix bakal daftar kesana?" Terdengar suara dari telfon genggam milikku.

Sebelumnya, kenalin, aku Zeandra Kava Geovani. Ya, biasanya di panggil Zean, Andra, Kava, Geo, banyak deh, terserah sama mereka aja. Selagi panggilannya engga nyeleneh, masih bisa aku terima kok. Oh iya, ada satu panggilan lagi yang belum aku sebutin, ada satu mahkluk dimuka bumi ini yang manggil aku dengan panggilan nyelenehnya. Ji. Jiandra lebih tepatnya. Yup, orang itu pula yang tengah berbincang denganku dari telfon genggam saat ini. Januari namanya, teman terdekatku. Sebenarnya agak malas bagi ku untuk menyebutnya sebagai seorang teman karena hari hari yang kami lalui tak jauh dari kata perperangan.

"Iya jadi kok, ini gue baru balik nganter formulir pendaftarannya." Jawabku dengan telfon yang ku tempelkan diantara telinga dan bahuku sebab tanganku sedari tadi sibuk menyusun berkas kertas yang tadinya mau kuserahkan untuk mendaftar kesekolah yang akan kudatangi.

Pikiranku terlempar saat aku mengantar formulir pendaftaran tadi siang. Baru satu langkah memasuki area sekolah, bau cat menyeruak masuk kedalam indra penciumanku. Dari tampilannya saja, bisa kupastikan bahwa bangunan ini baru di cat.

"Itu emang sekolahnya baru dibangun gitu kah?" Tanyaku ketika mengingat hal yang sempat menimbulkan pertanyaan di kepalaku.

"Hah? Engga ah, kenapa memangnya?" Jawab Januari, mulutku sempat menganga untuk sesaat. Aku yakin, aku benar benar mencium bau cat tembok kala itu.

"Tadi waktu gue kesana, gue nyium bau cat gitu. Makanya gue nyimpulin kalau itu sekolah baru dibangun. Agak kaget sih waktu lo bilang engga." Ucapku jujur.

"Oh, kalau tentang bau cat, kayanya emang temboknya baru di cat deh. Sebenarnya sekolahnya sempat tutup setahunan gitu kayanya, jadi kemungkinan itu baru direnovasi ulang kali." Jawab Januari menghilangkan rasa penasaran yang terus berputar dikepalaku.

"HAHAHAHA, Gue kira toko doang yang bisa gulung tikar." Tawaku ikut lepas mendengar jawaban dari Januari.

"Bego! Sekolahnya bukan ditutup gara gara bangkrut!" Kepalaku kembali dipenuhi rasa penasaran. Kenapa pula sekolahnya bisa ditutup kalau bukan perkara keuangan? Sebelum sempat bertanya, Januari membuka suaranya lagi.

"Kata gue mending lo siap siapin barang barang lo buat persiapan sekolah deh." Mendengar hal itu, aku sontak bangkit dari zona medan gravitasi bumi paling kuat. Ya, Kasurku!

Dengan cepat aku bergegas merapikan buku-buku dan beberapa peralatan yang akan aku gunakan dihari esok. Tawa menyebalkan masih kudengar dari sebrang sana sebab panggilan telfon yang belum aku akhiri. Januari tertawa puas karena beberapa kali teriakanku yang menanyai Ibun mengenai letak buku tulis yang baru kami beli kemarin. Ya, tak terlalu ku hiraukan juga sih.

"Eh, by the way, kita satu sekolahan kan ya?" Tanyaku, sengaja ingin memancing amarah dari lawan bicara.

"PAKAI NANYA LO! LO KIRA GARA-GARA SIAPA KITA SATU SEKOLAH? KALAU LO GA NGERENGEK KE NYOKAP GUE, HIDUP GUE BAKAL INDAH DAN TENANG DISEKOLAH LAMA GUE YA, ANJING!" Januari berteriak kencang dari sebrang telfon sana, suaranya sempat beberapa kali merusak frekuensi pendengaran milikku. Jika aku berada di sebelahnya saat ini, ingin rasanya aku menyumpalkan sebuah gumpalan kain untuk menutup mulutnya yang tengah terpekik itu. Tak hanya mengeluarkan volume suara yang tak bersahabat, beberapa umpatan dari kebun binatang juga keluar dari mulutnya yang jauh dari kata ramah itu.

"Yaudah sih, terima aja. Kan cuma lo yang gue kenal, Jan. Lo jadi tour guide gue aja." Ucapku sembari terkekeh kecil akibat Januari yang emosinya tengah ada di ujung tanduk itu.

"Lagian lo ngapain pakai acara pindah pindahan sih? Udah paling bener di Bandung juga. Ngide banget so-so'an jadi orang Jakarta." Gerutu Januari, emosinya masih bisa ku rasakan sampai kesini.

ConnectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang