Scream Out Load

582 72 25
                                    

“Hah?”

Satu kata singkat penuh dengan nada keterkejutan muncul dari mulut Aldy, ketika dia melihat pembaruan status dari seseorang di ponselnya. Hanya kata sesingkat ‘hah’, tetapi efeknya setara dengan ledakan Gunung Krakatau.

Di layar handphone-nya, terlihat Jadira mengunggah potret Zafran bermain gitar. Itu foto kapan? Dia belum pernah melihat foto yang satu itu sebelumnya. Dan, di mana? Latar tempat di gambar bukan rumah Zafran. Apa itu artinya, selama tiga bulan ini, pemuda itu semakin dekat dengan Jadira?

Tanpa sadar, Aldy memandangi pembaruan status itu selama sepuluh menit. Pikirannya melayang ke mana-mana. Jadira pasti senang sekali bisa dekat dengan Zafran. Itu memang tujuannya dari awal. Dan, bagaimana dengan Zafran? Apa dia sudah mulai membuka hati untuk gadis itu? Membuka hati pada perempuan yang menolak Aldy beberapa bulan lalu?

Bagus, deh! Kalau mereka pacaran, gue juga ikut bahagia.

Tapi, Zafran tahu gue pernah suka sama Jade. Masa dia pacaran sama orang yang gue suka?

Tapi, Zafran sukanya sama gue ...

Terus, dari mana awal cerita kedekatan mereka? Berarti yang waktu itu, dia main sama Jadira sambil bawa gitar?

Berarti sekarang, Jadira bebas dengar lagu-lagunya?

Sialan! Harusnya gue!

Tapi, gue siapa, sih!

Aldy menendang meja TV di ruang tengah, karena kepalanya terasa sangat berdenyut. Entah kenapa, rasanya dia ingin marah. Cemburu? Jelas! Dia pernah menyukai Jadira. Masa Zafran setega itu?

“Al? Kamu kenapa?” Suara Mama terdengar, dibarengi dengan sosoknya yang melonggok dari dalam kamar, menatap sang Putra yang baru saja menyebabkan bunyi brak cukup keras.

“Hah? Oh, anu ... Enggak, Ma. Aldy enggak sengaja tendang meja.” Aldy gelagapan sendiri, baru sadar tadi kakinya menjejak tanpa diperintahkan.

“Hati-hati. Nanti bisa ... ” Suara Mama terdengar samar-samar di telinga Aldy, karena saat ini dia sedang fokus pada hal lain. Dia mengangguk-angguk saja tanda mengerti, sekalipun tak paham sedikit pun apa yang diucapkan mamanya.

“Aldy ke kamar, ya, Ma,” ujarnya cepat-cepat. Tanpa menunggu jawaban, pemuda itu berlari ke lantai atas, membiarkan televisi yang masih menyala.

Di kamar, lagi-lagi dia membuat kegaduhan. Kali ini, pintu yang menjadi sasarannya, dibanting dengan begitu keras. Untung saja suara itu tak sampai terdengar dari bawah. Mamanya bisa mengomel lagi. Hal terakhir yang ingin didengarnya saat ini adalah gerutu dari Mama, atau siapa pun.

Pemuda itu melempar tubuh ke kasur. Rasanya, ada sesuatu yang terbakar di dalam dirinya. Apa dia masih suka dengan Jadira? Harusnya, perasaan itu sudah hilang sejak gadis itu menolaknya.

Tapi, kenapa sekarang panas begini? Sialan, Zafran!

Aldy kembali menatap ponsel. Tangannya gatal ingin menekan tulisan reply dan bertanya banyak hal, tetapi ... Dia siapa, sih? Bukan urusannya. Jadira berhak bermain dengan siapa pun, termasuk Zafran. Namun, dia benar-benar sedang dalam kondisi ... Apa, ya? Marah? Emosi? Bahkan, tangannya yang menggenggam ponsel pun tampak sedikit bergetar saat ini.

Alih-alih membalas status Jadira, dia melakukan hal lain tanpa pikir dua kali; mengirim pesan pada Zafran.

 

✨✨✨

 

Zafran mengernyit melihat notifikasi yang baru saja masuk. Dari Qhialdy. Setelah sekian lama mereka tak lagi melakukan komunikasi, hal pertama yang ditanyakan tetangganya adalah, “Lo sekarang sering main bareng Jade?”

They Don't Know About Us (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang