Chapter 3 - Yang Diinginkan

3 2 0
                                    

Hari ini adalah minggu pertama sejak aku kemari.
Ash kelihatannya sangat marah padaku.
"Haah.."

Tiba-tiba Revan menghampiriku dan menepuk pundakku dengan agak keras. Lumayan sakit.

"Kenapa murung begitu, Athan?"
Tanya Revam dengan penuh penasaran.

"Tidak, aku hanya berfikir"
"Apakah aku membuat Ash marah?"

Dia mencoba menepuk pundakku lagi.
Aku Refleks menangkisnya dan hampir memelintir tangannya. Kenapa jadi kebiasaan menepuk pundakku? Sakit tahu.

"Ck! Sakit tahu!"
Revan mulai menggerutu.

Selang beberapa waktu kemudian, Ash Mendatangi kami dan berdiri di dekat Revan. Ekspresinya saat memandangku.. terlihat seperti kebencian yang tidak ada ujungnya.

"Revan, bisa-bisanya kamu.. bergurau dengan orang psikopat seperti Athan?"
Ash bergumam sambil melihat kearah Revan.

..aku mendengarnya.
Jadi ash, Tahu sesuatu tentang ini.
Ekspresiku hanya datar dalam menanggapi itu.
Tidak lama setelah itu, Ibunda datang dan menyuruh Revan untuk pergi dengan nada yang lembut.

Ibunda memeluk kami berdua.

"Maafkan Ibunda karena tidak menjemputmu lebih awal, Athan.."
Dia menatapku dengan raut wajah sedih bersamaan dengan tatapannya yang pilu.

"Tidak apa-apa, saya baik-baik saja."
Aku mengatakannya sambil terseyum, kalimat itu adalah kebohongan yang paling sering kuucapkan.

"..Jangan berbicara seolah tidak ada apa apa!"
Ash membentakku.

"Sudah-sudah.. Jangan membentak kakakmu, Ash.."
Ibunda membalas dengan intonasi rendah seperti biasanya.

"Tapi ibu-..!"

"..Ashra!"
Akhirnya suara wanita itu meninggi.

Pada akhirnya, aku dan Ash dikurung di taman belakang seharian. Dengan dalih agar hubungan kami membaik. Yah, menurutku itu sama halnya dengan dipenjara.

"..Ash"

"..Jangan panggil namaku."
Balasnya dengan tegas.

Aku tertawa,
Sembari mencoba meraih tangannya.
Dengan cekatan dia mencabut pedangnya.
Aku mengurungkan niatku untuk memegang tangannya. Aku tahu, kelingkingnya terluka.
Karena itulah, aku ingin mengobati nya.

"Ahaha, maaf."
"Kelingkingmu.."
Aku mencoba menjelaskan.
Dia masih belum meletakkan pedangnya ke tempat semula.

"Kamu.. Kamu telah melenyapkan Ayahanda, kan?!"

Wah, Pertannyaan nya tanpa basa-basi.
Aku hanya tertawa kecil, menanggapi itu.

"Itu hanya rumor, apakah mungkin bagiku untuk melenyapkan beliau?"
Jawabku dengan tenang.

"..Disana"

"Hm..?"

"Kamu dianiaya ayahanda, kan"
"Aku tahu semuanya"
Intonasi nya yang tadinya tinggi, perlahan menjadi rendah.

"..Kamu tidak diinginkan disana"
"Berbeda denganku yang diperlakukan dengan hangat di kerajaan ibunda"
Ash melanjutkan perkataannya sembari meletakkan pedangnya kembali.

"Aku-"
"Aku turut bersedih dengan keadaan mentalmu
saat ini.."
Ash menunduk.

Aku berhasil meraih tangannya, kupegan kelingkingnya dengan lembut.

"Aku bukan tipe orang yang mudah gila"
"..hanya karena itu"

"Ini mungkin bukan pertannyaan yang tepat, tapi.."
"Darimana kamu tahu?"
Tanyaku dengan cepat.

"Tidak tahu, aku.. aku merasa ingatanku ada dua.
Karena itu, aku bahkan hampir tidak bisa tidur"

Ah, dia berhasil mencapainya kali ini.
Sayang sekali, kali ini aku harus menjalankan rencanaku lebih cepat.

Cursed MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang