"Kau masak apa hmm ?" Sudah berpakaian lengkap, walaupun masih tetap kemeja yang dia kenakan semalam, tapi setidaknya Naruto sudah membersihkan diri dari sisa-sisa kegiatan panas dirinya dan Hinata.
Memeluk wanita itu dari belakang, dan merebahkan kepala di bahunya, membaui leher jenjangnya, karena wanita itu mengikat surainya menjadi buntalan rendah.
Hinata merasa risih, karena dia belum membersihkan diri sama sekali dan langsung beranjak ke dapur untuk membuatkan sarapan pria itu.
"Naru, aku belum mandi, jadi jangan dekat-dekat, duduklah dulu di meja makan" Cicitnya pelan mencoba melepaskan rengkuhan erat Naruto di pinggulnya. Pria itu berbau sepertinya, karena memang mungkin Naruto menggunakan peralatan mandi yang dia gunakan juga.
Naruto terkekeh, dan semakin mengeratkan rengkuhan di perut wanita itu, mengigiti lehernya pelan, membuat Hinata memekik pelan. "Kau harum, mandi atau tidak kau tetap wangi sayang. Apalagi jika sedang berkeringat dan telanjang". Naruto berbisik pelan di telinga wanita itu, membuat Hinata memerah padam.
Pria itu memang seperti ini jika dengan Hinata, mesum dan manja, berbeda sekali dengan dirinya kalau di rumah sakit, yang dingin dan kaku tak tersentuh.
Hinata tidak bisa menang jika dengan pria itu, jadi dia biarkan saja Naruto seperti itu selagi dia tetap mengaduk daging Gyudon di wajan, untuk sarapan mereka hari ini.
"Aku buatkan Gyudon, atau Naruto-kun ingin yang lain, ramen ? Biar nanti aku buatkan lagi." Naruto menggeleng, dia suka itu, apapun yang di buatkan oleh Hinata pasti rasanya luar biasa, "Tidak perlu, aku suka apapun yang kau masak".
Kepalanya masih di bahu Hinata, memejamkan mata. Merasakan hangat wanita itu di dekapnya membuat Naruto tenang. Entah sejak kapan, yang pasti kehadiran wanita itu di dekatnya sudah jadi keharusan bagi Naruto.
Hinata selesai dengan masakannya, mematikan kompor dan meletakan daging slice itu di dua mangkuk yang sudah terisi dengan nasi panas, mencuci semua peralatan yang kotor.
Dia melakukan semuanya, dengan pria itu yang masih bergelayut manja di belakang, mengikuti semua gerakan Hinata. Terlihat menggelikan memang, tapi Naruto tidak perduli, dia hanya ingin merengkuh wanita itu sebanyak yang dirinya mau, hitung-hitung pembalasan dendamnya karena tidak bisa memeluk Hinata beberapa waktu lalu.
Hinata menyentuh punggung tangan pria itu yang masih merebahkan kepala di bahunya, apa Naruto tertidur, karena sedari tadi dia hanya diam tak bergeming sama sekali, "Naru, ?"
"Hmm ?" Respon gumaman itu menandakan kalau dia tidak tertidur.
"Sudah selesai, ayo sarapan" Hinata mencoba melepaskan lengan kekar itu dari pinggangnya dan membalikan badan agar mereka bisa saling berhadapan.
Naruto menegakan kembali tubuhnya dan berdiri saling berhadapan dengan wanita itu. Hinata menyentuh pelan pipi Naruto, dan bawah matanya yang sedikit menghitam "Apa masih mengantuk ?" Pria itu seperti kurang tidur.
Tapi memang kenyataannya seperti itu, beberapa waktu lalu Naruto tidak bisa tertidur dengan pulas, terjaga ditengah malam, karena selalu dibayangi oleh kepergian Hinata.
Naruto menggeleng lagi, meraih jemari wanita itu untuk di kecup, "Aku mencintaimu Hinata. Kau jangan pernah pergi lagi, aku bisa mati"
Hinata terenyuh dengan ucapan pria itu, dia tidak bermaksud membuat Narut kalut, dan dia juga tidak mengira kalau pria itu akan sekalut itu, karena Hinata pikir, mungkin saja hanya dirinya yang jatuh hati, sedangkan pria itu hanya memanfaatkan keadaan dan rasa bersalahnya selama ini.
Hinata mengangguk, tapi dia menundukan pandangan, "Aku kira selama ini Naruto-kun tidak mencintaiku, mungkin hanya terbawa suasana dan rasa bersalah itu" Hinata tidak mau menutupi apapun lagi dari pria itu, jadi dia utarakan semua kegelisahanya pada Naruto.
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I a Sex Slave ?
RomanceNaruto x Hinata Ada rahasia dari kejadian yang dialami Hinata, sehingga membuatnya harus menghabiskan hari-hari dengan Naruto, sang dokter yang berhati malaikat, setidaknya itulah anggapan Hinata awalnya.