PULAU SIBIRU
-tugas cerpen Bahasa Indonesia
-Hanum maharani
-XI SAINTEKHUM 4Matahari tergelincir diwaktu senja, menyebarkan semburat merah, menyambut jala nelayan yang masih setia bekerja.
Ombak saling kejar mengejar, membawa keanggunan pantai yang indahnya tak akan karam oleh waktu.
Jangkar diturunkan dari kapal yang hendak menabrak batu karang.
"Hei!" sang pemuda dengan pakaian tampak lusuh menatap karang yang menjulang tinggi dihadapnya. "kita tersesat? bagaimana bisa ada batu karang besar disini" dia tampak bingung "sesaat tadi aku sudah melihat dengan baik, pantai ini luas dan indah, dan batu karang besar ini-" dia tersungkur mendapat tendangan keras pada punggung
"bodoh! bagaimana bisa kau mengarahkan kapal menuju batu besar ini? Kau akan membunuh kami?!" dengan kaki yang masih menginjak punggung pemuda itu, pria paruhbaya yang hanya mengenakan celana panjang bertanya murka.
"Aku sudah melihatnya dengan baik! dan batu karang ini tidak ada sebelumnya!"
"BATUNYA MEMBELAH!" Teriakan dari salah satu nelayan yang bekerja pada kapal itu menghentikan perdebatan. Pandangan mereka langsung tertuju kepada Batu karang yang membelah diri, seperti membentuk sebuah pintu, memancarkan cahaya indah dari arah bawah laut.
Semua yang ada pada kapal tersebut mengagumi keajaiban yang tidak bisa diterima oleh nalar.
guncangan dan ombak besar menyerang tiba-tiba. Riuh menggantikan hening yang sesaat terjadi. Semuanya panik, bekerja keras mengangkat jangkar yang sudah diturunkan.
Waktu tidak bisa kompromi. Kapal tersebut tergulung ombak, terbawa ke arah pintu yang dibuat oleh batu karang tersebut.
"ingat ini baik-baik Fe! Jika aku mati tergulung ombak seperti ini. ini semua adalah salahmu. Kau tidak akan bisa hidup dengan tenang setelah kau bisa keluar dari sini!" sang pria paruh baya menatap marah kepada Fe, tangannya mendekap tiang kapal. "kau tidak bisa mengarahkan kapalku dengan baik! bocah sialan. kau mati saja! serahkan botol itu padaku!" dengan nafas tersenggal-senggal, dia berusaha untuk mengambil botol yang dipegang Fe.
"aku tidak akan menyerahkan botol ini padamu. orang biadab yang telah membunuh orang tuaku dengan sadis, tidak akan pernah kuberi belas kasih untuk hidup!"
Fe mengucap fakta, menyerang masa lampau yang begitu menyakitkan dan membuat trauma. Dia tidak dibunuh seperti yang orang tuanya alami, tetapi dijadikan sebagai pekerja di kapal di kapal mereka. Sebab, daun Lily blue yang di incar telah dia periksa dan hasilnya tidak ada, dia berfikir dan menganggapnya telah hilang. Namun kenyataannya, daun Lily blue yang dia kira telah hilang, kini berada di genggaman seorang pemuda yang lima tahun lalu tidak jadi ia bunuh.
Kapal semakin terguncang ombak yang seakan ikut murka. Semua nelayan sudah tidak dalam kondisi yang memungkinkan mereka untuk selamat. Sebagian tergeletak dan sebagiannya lagi hilang, entah dibawa ombak, ataupun terguncang keluar dari kapal. Yang tersisa hanya sang pemuda dan pria paruhbaya.
"kau sudah menyembunyikan botol yang kukira hilang! itu adalah milikku" dia kembali menyerang Fe dengan argumen yang menyiratkan kemarahan. Ingin mengambil kembali barang yang benar-benar menjadi ambisinya.
"aku sudah berbaik hati membiarkanmu hidup, untuk lebih berguna sebagai nelayanku, mana rasa terimakasihmu!"
Mereka meributkan siapa yang akan meminum isi dari botol itu, sebab didalamnya terkandung daun bunga 'Lily blue', siapapun yang meminumnya akan mendapat kesejahteraan abadi. Itu memiliki arti, jika dalam kondisi sekarang, siapapun tang meminumnya akan selamat dan menemukan jalan untuk pulang. Sehingga sang Pria paruhbaya berambisi untuk mendapatkannya, yang sejak awal sudah dia klaim sebagai miliknya, harus ia dapatkan, apalagi dalam keadaan yang sangat kritis dan terdesak seperti sekarang.