"Ternyata menjadi peran pengganti se-menyakitkan itu."
SMANSA- kini sedang heboh dengan berita yang sudah beredar sejak tadi pagi. Pertengkaran yang terjadi antara Samudra dan Cila sudah tersebar luas. Apalagi saat Cila menampar pipi Samudra dengan begitu keras. Membuatnya mendapatkan cibiran yang tidak enak di dengar. Namun, Cila tak ambil hati. Dia tak peduli dengan cibiran yang saat ini tertuju padanya.
Bahkan, cewek itu sedang bersantai di kantin dengan sebuah minuman soda yang berada di tangannya. Tunggu, kenapa bisa di area kantin ada minuman bersoda. Sekolah melarang kantin untuk menjual minuman soda, tapi Cila menyuruh sahabatnya membeli minuman itu di minimarket depan sekolah.
"Udah kali, Cil. Kasihan perut lo di kasih soda mulu," ucap Asella Arabella atau biasa dipanggil Cela. Sahabat Cila dari kecil.
"Bodo amat!"
Cela menatap jengah ke arah sahabatnya. Dia lelah memberikan nasehat pada Cila. Bahkan, sampai mulutnya berbusa 'pun Cila tak akan mendengarkan ucapannya itu.
Namun, sebagai seoranh sahabat. Cela tau apa yang Cila rasakan. Menjadi pacar seorang berandalan yang sangat di segani seantero SMANSA bukanlah hal yang mudah. Apalagi saat itu Cila di paksa oleh Samudra untuk menjadi kekasihnya. Awalnya hanya sebuah dare, namun dare itu sudah berjalan lebih dari satu tahun.
"Bantuin gue putus dari Samudra," celetuk Cila.
"Lo udah masuk ke kehidupan dia, Cil. Sampai kapan 'pun lo nggak akan bisa lepas dari dia," ucap Cela sembari memainkan ponsel.
Cila menghela napas gusar. "Terus gue harus gimana? Gue udah nggak mau pacaran sama bajing*n itu."
"Ada satu cara yang bisa lo pakai."
"Apa?" tanya Cila penasaran.
"Deketin Laut atau Pasifik."
••••
"Fik, bantu gue, please..."
"Nggak!"
"Jahat banget lo nggak mau bantu gue."
"Gue nggak mau ambil resiko. Lo tau sendiri Samudra orangnya kaya gimana. Bisa-bisa mati gue ditangan dia."
Ya, sekarang Cila sedang membujuk Pasifik untuk membantu dirinya agar bisa lepas dari Samudra. Dia kira membujuk Pasifik sangat gampang, karena cowok itu selalu saja menggoda dirinya saat sedang bersama Samudra.
Namun, dugaannya salah. Sudah lima belas menit dia membujuk Pasifik, namun cowok itu tidak mau. Membuat Cila bingung harus bagaimana.
Dia memasang wajah sedih di hadapan Pasifik. Cowok itu gelagapan dan pura-pura tak melihat wajah Cila yang begitu menyedihkan.
"Pasifik..." rengek Cila seperti anak kecil. "Lo kenapa nggak mau bantu gue? Jahat banget si! Kita, kan, udah sahabatan dari kecil. Lo tega biarin gue dihamilin sama Samudra? Lo tega liat gue di bogem sama Samudra?"
Pasifik semakin gelagapan. Dia menatap ke arah Laut yang duduk di seberang Pasifik. Cowok itu hanya mengedikkan bahu. Tak mau ikut campur. Sebenarnya dia kasihan melihat Cila, tapi dia tak mau ambil resiko.
"Pasifik!!!"
"Sumpah, Cil. Gue nggak berani. Lo minta tolong aja ke laut. Gue beneran nggak bisa, bye!" ucap Pasifik, setelah itu berlari dengan kencanh menghindari rengekan dari Cila.
Cila menatap punggung Pasifik yang mulai menjauh. 'Jahat amat lo, Fik.'
Kini, hanya tersisa dua orang, yaitu Laut dan Cila. Gadis itu menatap Laut yang duduk di sampingnya. Dia lumayan ragu untuk meminta bantuan pada Laut. Cowok itu memiliki sifat yang tidak beda dengan Samudra. Dingin dan juga tidak terlalu peduli dengan sekitarnya.
Seperti saat ini, Laut tetap fokus pada ponselnya tanpa mempedulikan tatapan dari Cila. Namun, sesekali tatapannya menuju pada Cila. Gadis itu masih memasang wajah cemberut. Membuat Laut sedikit risih dan ingin bangkit sekarang juga.
Laut mulai bangkit dari tempat duduknya.
"Nggak ada yang sayang sama gue dan nggak ada yang peduli sama gue. Lo semua jahat," tutur Cila dengan suara yang sedikit gemetar.
Laut, cowok itu menghembuskan napas kasar dan mengusap wajahnya. Terlihat raut wajahnya begitu frustasi. Sekarang dia harus menghadapi seorang gadis, sendirian.
"Bukan nggak sayang, tapi kita nggak mau ikut campur urusan lo sama Samudra. Resiko yang kita ambil terlalu besar, Cil."
"Gue tau alasan lo minta Pasifik buat jadi peran pengganti, karena Pasifik suka sama lo, kan? Jangan manfaatin keadaan."
"Satu lagi, Cil. Jadi peran pengganti nggak enak, makanya Pasifik nolak."
••••
Di sebuah ruangan yang begitu gelap. Samudra, duduk dikursi sembari menghisap rokok yang baru saja dia beli. Malam ini, dirinya terlihat sangat kacau dengan penampilan yang begitu berantakan.
Sudah satu jam dia mengurung dirinya sendiri di ruangan ini. Tanpa mempedulikan beberapa panggilan dari teman-temannya. Dia suka ruangan ini, sunyi dan tidak berisik.
"Mau sampai kapan disini?" tanya seseorang yang tiba-tiba masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
Cahaya dari luar seketika masuk ke dalam ruangan ini.
Samudra dengan raut wajahnya yang begitu datar. Menatap orang itu dengan sangat tajam, seperti ingin membunuh.
"Lo punya tangan, kan? Bisa ketuk pintu sebelum lo masuk. Nggak sopan!" ucap Samudra.
"Pulang. Udah mau jam 11 malam," suruh orang itu.
Samudra menggeleng. "Ntar aja. Gue masih pengin nyebat," tolak Samudra.
"Udah abis dua bungkus."
"Bacot, keluar sono. Ganggu aja."
"Gak baik nyebat banyak-banyak, Sam."
"Nggak usah sok suci, Ut."
Dia Laut, berulang kali menasehati Samudra untuk mengurangi rokoknya. Namun, Samudra tetaplah Samudra. Dia tidak suka jika ada yang mengatur hidupnya.
"Serah, kalau lo mati gue nggak peduli," ucap Laut dengan raut wajah datar.
Kemudian dia keluar dari ruangan ini dengan menutup pintu dengan kasar. Membuat Samudra menggeram dan memegang dadanya.
Kini, ingatannya teringat tentang kejadian pagi tadi. Dimana Cila yang sudah berani menamparnya di depan umum. Reputasinya hancur gara-gara perbuatan Cila.
"Gue bakal kasih lo hukuman, sayang," gumam Samudra dengan seringai dibibirnya.
••••
TO BE CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMUDRA
Teen FictionSamudra Atlantik, laki-laki yang memiliki kehidupan hampir sempurna. Kekayaan, keluarga cemara, dan juga kekasih yang baik. Laki-laki yang terkenal se-antero SMANSA ini dipenuhi dengan banyak misteri. Dia terkenal sangat mencintai Cilla- kekasihnya...