🏠 - Dua Puluh Enam

757 52 8
                                    

Kabar miring tentang Andy yang menyebar luas ternyata sudah sampai ke telinga para guru. Andy tak sama sekali gentar karena semua ini, karena memang dia tidak bersalah dan akan menjawab bagaimana adanya.

"Siswa atas nama Andy Jianggara, tolong ke ruang BK, sekarang!!" Suara guru BK, itu terdengar lewat toa yang ada di segala penjuru. Atensi satu kelas, sontak teralih pada orang yang disebut namanya itu.

Andy berjalan kedepan, berniat meminta izin ke guru Bahasa Inggris yang tengah menerangkan materi.

"Bu, saya izin ke ruang BK."

Guru itu mengangguk. "Tanggung jawab sama apa yang sudah kamu lakukan."

Tadi, sebelum jam pelajaran berlangsung, Bu Rika selaku guru Bahasa Inggris juga sempat menasehati Andy panjang lebar.

Andy berjalan keluar, menuju dimana letak ruang Bimbingan dan Konseling berada. Selagi perjalanan, tak jarang ada banyak siswa yang mengintip Andy lewat kaca kelas mereka. Membuat Andy sedikit risih.

Jujur saja, meskipun tidak bersalah, tetapi ini adalah kali pertama Andy masuk ke ruang BK. Jantungnya berdegup sangat kencang. Perlahan, dia menempelkan tangannya ke pintu dan mulai mengetuk.

"Masuk!!"

Sesuai perintah, Andy masuk ke ruangan itu. Mendapati guru BK, dengan siluet orang yang mungkin berusia sama dengan Juna, atau mungkin lebih tua.

"Duduk," titah guru itu. Andy duduk ke kursi yang berada didepan guru BK itu, juga bersampingan dengan laki-laki tadi.

Andy terkejut tatkala mendapati ternyata orang yang disampingnya adalah sahabat kakak sulungnya sendiri.

"Bang Agha? Kok bisa disini?"

"Saya permisi." Guru BK itu justru keluar. Meninggalkan Andy dan Agha yang berada di ruangannya.

"Sekolah ini, punya Ayahnya Abang." Agha menatap Andy dengan senyum tipis, sangat tipis, namun, raut wajahnya berubah kala itu juga. "Soal foto itu ... Benar kamu?"

Andy menggeleng. "Bukan. Itu bukan Andy." Dia menghembuskan nafas pelan. "Tiba-tiba beritanya nyebar, padahal Andy gak mungkin berani gituan."

Agha tampak berpikir, lalu mengangguk. "Awalnya, abang juga nggak percaya. Kamu yang tenang. Nanti Abang bakalan usaha selidikin siapa orang dibalik kasus ini."

"Abang usahain semaksimal mungkin, ya," lanjutnya.

"Nanti, apa kamu mau ketemu sama Nara?" Agha bertanya setelah beberapa saat terdiam.

Andy masih memikirkan jawaban yang akan diberikan pada Agha. "Boleh. Tapi, emangnya Nara nggak kejauhan kalo kesini?"

Agha tertawa dibuat bungsu Argana itu. "Nanti kamu tau, kok." Dia menjeda sejenak ucapannya. "Istirahat nanti, usahain ke perpus, ya."

***

"Sebentar lagi, mungkin dia datang." Agha duduk didepan Andy yang sibuk membaca buku yang dia ambil tadi. "Kenapa nggak istirahat?" tanya Agha.

Andy menggeleng. "Berisik. Andy capek dengernya."

Meski raut yang ditampilkan Andy sambil tersenyum. Namun, Agha paham betul bagaimana kondisi anak itu saat ini.

Agha menoleh saat mendapati adiknya sudah berdiri disampingnya. Andy yang sibuk dengan bukunya juga turut mendongak menatap ke atensi Agha.

"N-Nara? Jadi yang kemarin itu, Nara?"

Agha tertawa kecil karena wajah dan telinga Andy sudah merah padam. Ekspresinya sangat lucu. Nara sendiri hanya tersenyum menimpali.

Argana || NCT Dream [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang