🏠 - Dua Puluh Delapan

550 58 5
                                    

Ruangan meeting Geonald Company saat ini terlihat sudah sepi, hanya ada beberapa orang pegawai yang masih bercakap tentang suasana tadi.

Salah satu diantara beberapa orang tersebut, ada wanita karir berusia sekitar kepala empat. Namun walaupun begitu, tak sama sekali mengurangi keanggunan dan kecantikan wanita itu.

Arina Yunara, seorang yang pekerja keras dan menjadi salah satu tangan kanan Geo, selaku pemilik dan pendiri Geonald Company, membuat Bos dari perusahaan besar itu tak segan mengandalkan seorang Arina.

Dalam pekerjaan, dirinya memang bisa terbilang gesit dan dapat dipercaya. Tugas yang harus diselesaikan selalu selesai dengan kurun waktu yang sangat tepat. Hal ini sudah tidak asing bagi seluruh pegawai, kecuali beberapa pegawai baru.

"Sebentar lagi, ada salah satu tangan kanan Pak Geo yang akan kesini. Membahas beberapa hal yang belum tuntas," ujar Arina sambil melirik arloji ditangannya.

Tak membutuhkan waktu lama, ketika beberapa orang itu sedang sibuk mengobrol, tangan kanan Geo itu datang, membuka pintu ruangan meeting.

Hal pertama yang didapati Arina. Terkejut, sangat amat terkejut. Siluet seorang yang bahkan tidak pernah dirinya jumpai sedari dahulu.

Dimana saat mereka berpisah, bahkan tidak sempat untuk sekedar berkata 'Selamat tinggal'

"Juna? R-Rendra Juna?"

Disini, Arina terpaku ditempat, begitu melihat sang anak sulung yang menatapnya dengan mata berkaca-kaca, namun dengan wajah datar. Sangat amat Arina merasa bersalah, dia rindu masa bersama dengan anak keduanya yang ternyata sudah tumbuh besar, dan kini menempuh karir di satu perusahaan sama dengannya.

Anak yang dahulu selalu dia sakiti, anak yang selalu dia repotkan, dan anak yang jika dirinya memanggil, tak sama sekali Arina menoleh.

Atmosfer sekitar mereka tegang, dua orang rekan Arina masih dikelilingi oleh rasa bingung melihat keduanya.

Arina bangun dari duduknya, dengan cepat menuju ke sang anak. Ingin memeluk pundak rapuh yang tidak sama sekali pernah dia beri kehangatan selama ini.

"Juna-"

"Jangan deketin, ataupun sentuh aku."

Juna berujar datar, menunduk sedikit dan tidak ingin menatap Ibunya. Arina mematung, senyum yang tadinya terlihat, kini perlahan memudar mendengar penuturan anaknya itu.

"Kenapa? Juna nggak kangen Ibu?"

Juna menggeleng. Membuat Arina semakin terhempas perasaannya karena anak keduanya itu.

"Ibu egois."

Tanpa sepatah kata lagi, Juna meninggalkan Arina yang tak bisa membendung air matanya. Juna keluar ruangan, meninggalkan kedua orang bersama Arina dalam ruangan itu.

Juna berjalan ke ruang kerja Geo, menyeka sejenak sisa air mata yang keluar. Ditengah kesibukannya, ada tangan yang memegang pundaknya, membuat Juna terperanjat.

"Juna? Lo nangis?" Juna menggeleng membalasnya. Agha datang saat itu juga, dengan plastik berisi nasi padang yang dirinya beli tadi. "Masuk dulu, sini."

Agha membuka pintu ruangan Ayahnya, dengan Juna yang tersenyum ramah, matanya sudah tidak separah tadi.

"Ada apa?" tanya Geo, saat Agha duduk dengan Juna disampingnya.

"Juna nangis," balas Agha enteng. Juna dengan spontan menginjak kaki teman kakaknya itu, hingga Agha sedikit meringis.

"Ada apa, Ren?"

"Nggak papa kok, Pak. Bang Agha ini salah lihat. Saya tadi cuma kelilipan dikit, makanya mata saya agak merah," balas Juna seperti biasanya, menjaga kesopanan.

Argana || NCT Dream [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang