Musim hujan datang... Asik... Karena hujan bisa membuat hawa dingin, hujan bisa menyamarkan kesedihan, memperbaiki suasana hati dan hujan mengingatkan aku pada dirinya. Iya dia, Seseorang yang aku sayangi.
Sore itu, hujan deras menghujani satu kota termasuk wilayah kantor tempatku bekerja. Suara petir bercampur kilat menghiasi hujan kala itu. Seperti biasa, hujan deras menahan kami untuk tetap tinggal dikantor, terlebih melihat keadaan jalan depan kantor yang banjir lumayan tinggi. Kami memutuskan untuk mengulur waktu pulang.
Mendung hitampun sudah hilang, berganti dengan cuaca yang cerah namun keadaan hujan tetap deras. "Eh hujan, gpp ta pakai lift? katanya bos mau turun lift juga", ucapku ke Pak Candra. "Oiya, yauda turun tangga saja deh" jawabnya. Akupun bergegas turun menggunakan tangga bersama Pak Candra, Nina dan lainnya.
Karena Pak Candra dan teman yg cowok sudah buru-buru pulang dan hujan yang masih deras, maka aku menunggu Nina yang masih ngobrol di tengah tangga dengan salah satu temannya. "Nin, aku tunggu dibawah ya", kataku. Aku turun tangga, sudah sampai lantai bawah aku sedikit memelankan langkahku. Pak Ary sedang berdiri tepat di balik pintu keluar seperti sedang menunggu. Biasanya kita menunggu hujan dibalik atau didepan pintu keluar tepat Pak Ary berdiri. Jadi karena ada dia, maka aku berdirinya didepan pintu cafe sambil menunggu Nina, Posisiku tepat disampingnya, berjarak 1,5 meterlah dari Dia.
Antara nervous tapi seneng bisa lihat dia dari dekat. Aku pandangi dia, sikapnya yang lucu, kira-kira dia tau gak ya kalau sedang aku pandangi. Hemmm.... kalaupun tau please pura-pura gak tau aja ya.... Sesekali aku lihat ponselku supaya dia tidak tahu kalau sedang aku perhatikan. Dalam hati, Ya Allah yang seperti ini yang saya mau. Entah kenapa waktu itu pas banget dia pakai kaos warna hitam dengan celana jeans jadi tambah suka.
Datanglah Nina dan kita lekas pulang hujan-hujan pakai payung. "Ya Allah Nin, Pak Ary ganteng banget tadi. Dia ngapain pakai kaos hitam, kan jadi kelihatan gantengnya", Kataku ke Nina. "Pak Ary ta? Kenapa? Awas jatuh cinta loh", jawab Nina.
Bak langit dan bumi, rasa suka itu hanya sebatas kagum saja. Karena Aku sadar diri, selamanya bumi tidak akan bisa memeluk langit, kecuali akunya bisa upgrade jadi langit di masa depan atau memang takdir berjodoh baru mungkin bisa. Tapi tetap aku memahami dengan jelas batasan itu. hehe
Suatu hari, aku dan timku dipindah tugas di kabupaten sebelah. Banyak versi mengenai perpindahan divisiku dan lagi-lagi aku tidak terlalu menggubrisnya. Selain sifat cuekku, aku juga sedang sibuk dengan persiapan berbagai sistem yang tiba-tiba ganti.
Sampai akhirnya, semua informasi yang valid yang terdengar dari masa lampau sampai saat ini bisa membuatku mulai mengambil kesimpulan. Kenapa tiba-tiba sibuk memikirkan kesimpulan itu? Karena situasi yang bagiku kurang nyaman dan tidak kondusif, maka aku mulai mengambil kesimpulan dari informasi yang aku dapat selama ini.
Dan kesimpulan itu membuat hatiku yang biasanya kuat bak karang di laut menjadi runtuh. Bagaimana bisa seseorang yang aku kagumi berpikir se-overthinking itu. Padahal aku juga tau batasannya, aku juga tau ditto itu baik dan dia pantas mendapatkan yang terbaik yang setara dengan dirinya. Akupun juga bisa memahami, kasih sayangmu sebagai orang tua yang ingin anakmu mendapatkan hal yang terbaik untuk hidupnya. Aku tau dan cukup sadar diri kok.
Mengenal orang itu seperti membaca buku, kamu tidak bisa hanya membaca judulnya saja untuk mengetahui isi di dalamnya. Kamu harus membuka bukunya dan mulai membaca dari lembar ke lembar, menelaah, memahami isi bukunya dan bersabar membacanya sampai halaman terakhir. Bagaimana bisa memahami segalanya tanpa komunikasi? Aku rasa komunikasi itu memang penting.
Suka belum tentu sayang. Sayang belum tentu cinta. Cinta juga tidak harus memiliki. Hati orang berubah-ubah, tapi tidak dengan rasa sayangku, aku menyayangimu seperti saudara kandungku sendiri. Karena Pak Copra aku menyayangimu.
The End.
(Sebenarnya masih banyak dan panjang, tapi karena kondisi yang tidak memungkinkan jadi lebih baik diakhiri dulu saja ceritanya. Nanti akan disambung pada judul lain)
Thank you
YOU ARE READING
Rumah Kedua
Short StoryHai, Aku Felicia. Umurku 24 tahun. Hidup dari keluarga sederhana yang tidak harmonis, membuatku sering merasa sepi. Rumah yang harusnya menjadi tempat pulang yang nyaman, menjadi tempat yang sangat ingin aku hindari. Bermain dan bekerja bersama tema...