03. Kembalinya Kawan Lama

108 38 420
                                    

🌸🌸🌸🍃🐖

Shou tahu sobatnya itu memang sedang bercanda, tetapi siapa mengira candaannya rupanya tepat sasaran.

"Memang betul, Sialan. Aku memang baru saja ditolak seorang gadis." Diucapkan umpatan itu tanpa segan, tanpa mengurangi kecanggungan, seolah-olah mereka masih sering bertemu. "Ditolak oleh gadis idola di sekolah. Sasaki Kaori. Kau ingat?"

"Hah? Yang benar?" Suara Fumio di seberang sana menghilang beberapa jenak. "... sorry, dude. Aku benar-benar tidak tahu. Dan, yah, aku ingat. Kita berdua pernah naksir padanya dulu."

Dulu, sebelum perpisahan mereka, Fumio dan Shou memang pernah sama-sama tertarik dengan gadis itu, gadis bernama Sasaki Kaori itu. Tidak hanya teman seangkatan, kakak kelas pun terkagum-kagum dengan kecantikan dan keramah-tamahannya. Mereka berdua bahkan punya fantasi masing-masing ketika membayangkan keberhasilan mereka mengencani Sasaki Kaori.

"Lupakan saja soal itu. Omong-omong, apa kau berencana kembali ke Jepang?" tanya Shou, kali ini dengan suara yang lebih rendah.

"Um. Entahlah. Ayahku masih menyuruhku untuk melanjutkan study di sini." Terdengar embusan napas pasrah Fumio. "Kau bagaimana? Sudah banyak teman kan dibandingkan terakhir kali kita berjumpa?"

Tiba-tiba ingatan Shou melayang pada dua tahun lalu ketika ia masih berteman karib dengan Fumio. Mereka berteman dari SD. Sama-sama memiliki tubuh tambun dan berkacamata mungkin adalah takdir yang mengikat mereka menjadi teman. Belum lagi kesukaan mereka pada anime dan gim. Ya, awal mereka berteman memang karena hobi itu. Namun, nasib sial dan perundungan dari anak-anak sekolahlah yang membuat mereka semakin akrab dan tak memiliki teman selain satu sama lain.

Mengingat masa-masa itu, Shou jadi tak ingin membuat Fumio khawatir. Fumio sudah memiliki hidup baru yang mungkin jauh lebih baik di Amerika. Sedangkan dirinya, Kamiya Shou, masih sama seperti tahun-tahun yang lalu.

Sama-sama menyedihkan.

"Jangan bercanda. Tentu saja aku banyak teman," ujar Shou berbohong. Bagaimanapun, ia tidak ingin membuat sahabatnya itu tahu dan merasa bersalah karena telah pergi ke Amerika. "Aku sekarang justru sedang menuju ke tempat di mana kawan-kawanku berkumpul. Kami akan merayakan kelulusan kami di sebuah kafe. Kau tahu kan---"

"Pembual," ujar Fumio memotong ucapan Shou secara tiba-tiba.

"Kau ngomong apa sih? Kau iri ya kalau sekarang aku punya banyak teman? Salah sendiri karena pindah ke Amerika." Shou terkekeh. Ia lantas berdiri, tak bisa tenang karena masih berusaha keras melancarkan aksi kebohongannya. "Tapi tenang, kapan-kapan akan kukenalkan mereka padamu kalau kau main---"

Ucapan Shou kali ini terhenti bukan karena Fumio memotongnya, melainkan pemandangan di hadapannya yang telah berganti setelah ia berbalik dan memunggungi kolam Taman Ueno.

Seseorang sedang berdiri tak jauh dari tempat Shou. Sama seperti dirinya, tampak orang asing itu juga sedang menelepon seseorang menggunakan ponsel di dekat telinganya. Akan tetapi, yang membuat Shou terhenyak dalam diam bukan karena tatapan aneh yang terarah kepadanya, melainkan kemiripan orang itu dengan Murai Fumio, teman yang sedang berbicara padanya di telepon.

Persamaan Fumio dengan orang yang masih tak beranjak dari tempatnya itu adalah ciri-ciri pada wajahnya: blasteran---campuran orang luar negeri dengan wajah oriental. Jika Fumio yang Shou ingat memiliki badan bulat berisi buntalan lemak yang lebih parah daripada Shou, belum lagi jerawat yang tumbuh di dahi, laki-laki di hadapannya justru tampan dan memiliki tubuh yang lebih jenjang daripada yang Shou ingat.

"Fumio ... k-kau sekarang di Amerika kan?" tanya Shou terbata sambil masih memandangi laki-laki asing itu.

Bukannya menjawab tanyanya, Fumio justru balik bertanya.

Become An Idol Like You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang