Wanita tua yang duduk di sofa tunggal menghela napas beberapa kali sambil memejamkan mata, kacamata frame emas itu tampak sedikit melorot dan memang sengaja tak dibetulkan, mungkin karena posisi itu paling nyaman. Anak, menantu dan cucu-cucunya sudah duduk berkumpul menunggu dirinya menyapa dan mengucapkan sesuatu. Ya, jika semua anggota keluarga dikumpulkan seperti ini, jelas ada yang ingin dikatakan dan itu merupakan hal penting. Wanita tua berusia tujuh puluh satu tahun itu tampak tak sesuai dengan usia senjanya, sebab ingatannya masih jelas bahkan lebih teliti daripada orang lebih muda.Oma Tessa, Kenny, Keilyn, Keid dan Ashlynn menunggu hampir bosan, beruntung orang yang ditunggu mereka akhirnya datang juga. Pria paruh baya yang masih tampan bak fotokopi Keid versi lebih matang memberi salam pada Oma, kemudian pada semuanya.
"Kenapa lama sekali?" tanya berbisik Kenny pada pria di sebelahnya.
"Aku ada urusan di luar," jawab pria yang memakai jaket jin cokelat menoleh ke samping, tetapi tak menatap lawan bicaranya.
Oma berdehem, "Puji Tuhan, kita diberi kesehatan bisa berkumpul di sini dalam keadaan sehat sentosa tanpa kekurangan apa pun."
Oma mengedarkan pandangan ke semua anggota keluarga satu per satu, berhenti pada pasangan muda yang kini menatapnya balik.
"Oma datang memang dengan tangan kosong. Tetapi, Oma membawa sesuatu untuk kalian semua."
Kenny, Keid, Keilyn dan Ashlynn menoleh bersamaan ke arah Oma, termasuk pria paruh baya yang duduk di sebelah Kenny pun ikut menoleh-Bram. Mereka menelan saliva bersamaan, takut-takut sedap mendengar Oma datang membawa suatu kabar, jika tidak kabar buruk kemungkinan kabar baik yang entah apa.
"Sesuatu ... apa, Ma?" tanya Kenny pada mamanya.
"Apakah aku melakukan kesalahan lagi, Ma? Jika iya, setidaknya jangan libatkan anak-anak dan menantuku, mereka tidak tahu apa-apa," ujar Bram bicara sedikit diturunkan nadanya, kentara atas rasa malunya.
"Kau melakukan kesalahan lagi?" tanya Kenny menyenggol siku suaminya dengan wajah masam.
"Aku tidak melakukan apa-apa, sumpah!" seru Bram setengah geram.
"Oma ingin mengajak kalian semua liburan," timpal wanita tua menjawab pertanyaan di benak masing-masing.
"Kabar bagus rupanya!" seru Keilyn dengan rasa lega luar biasa, disusul dengan senyum merekah karena mulai membayangkan hal yang indah-indah akan ditemuinya di luar rumah.
"Mama beneran ngajak ... kami semua ... liburan?" tanya Kenny memastikan rencana mamanya tidak berubah sebaliknya.
"Ya! Kalian semua harus ikut!"
Ashlynn dan Keid saling pandang, sebab rencana liburan keluarga itu jelas akan mengganggu aktivitas keduanya. Rencana liburan Oma tentu saja disambut bahagia oleh Keilyn, dia satu-satunya anggota keluarga yang merekomendasikan tempat liburan sekaligus tempat menginap dengan fasilitas lengkap, sedangkan Kenny dan Bram membuat minuman dan menata cemilan di piring-piring kecil untuk disuguhkan sambil berdebat pelan, sedangkan Keid dan Ashlynn masuk ke bekas kamar mereka di rumah untuk berdiskusi.
"Kau akan menolak ikut, jelas Oma akan marah," ujar Keid melipat tangan dan bersandar di meja rak.
"Bagaimana denganmu? Kau ikut dan membawa Kira secara terpisah?" tanya Ashlynn.
"Aku bisa saja melakukannya dengan mudah, lalu bagaimana denganmu? Pekerjaanmu yang lain akan terganggu," ujar Keid.
"Aku akan bicara dengannya."
"Jika dia tak setuju?" tanya Keid justru membuat Ashlynn makin pusing.
"Aku akan bicara dengannya." Ashlynn mengulang jawaban yang sama.
YOU ARE READING
Deamflum [The End]
Romansa21+ | Do't copy my story! Ashlynn memang sudah bersuami, tetapi suaminya justru masih sibuk dengan masa lalunya bersama Kira. Keid hanya menganggap Ashlynn sebagai teman dalam kehidupan pernikahannya. Ashlynn kira usai Keid kecelakaan akan berubah...