PROLOG

4 1 0
                                    

Rintik hujan mulai membasahi tanah. Langit sudah sangat gelap dan percikan air hujan tampak jelas jatuh di atas genangan air.

Seorang gadis dengan jaket abu dan celana panjang hitam duduk memeluk kedua kaki nya menahan dingin. Suara runtuhan air terdengar jelas di atap rumah pohon yang sekarang menjadi tempat teduh Neira.

Rumah pohon yang selalu Neira datangi ketika ia merasa dunia sangat tidak menginginkan nya. Saat semua orang tidak membutuhkannya. Dan saat dunia tidak pernah berpihak dengan keinginan nya.

Gadis itu terus menangis diikuti dengan suara hujan yang semakin lama semakin deras. Tidak ada orang melihat ataupun mendengar nya.

Berkali-kali ia usap air mata nya namun tetap saja, air yang keluar dari mata nya terus menerus turun seperti hujan lebat di luar sana.

Neira menarik napas lalu menghembuskan nya dengan berat. Berusaha untuk berhenti menangis dan diam.

Tatapan nya kosong.

"NEIRAAA, NEIRAAA." Suara teriakan yang membuat lamunan Neira buyar.

Suara itu dari bawah.

"NEIRA GUE TAU LO ADA DI ATAS." Neira tahu siapa pemilik suara itu.

"TURUN RA, SEMUA ORANG NYARIIN LO. AYO PULANG SAMA GUE," Neira tak ada niat untuk melihat ke bawah bahkan menjawab.

Suara langkah kaki terdengar menaiki tangga. Neira hanya diam tak bergeming sama sekali, kini air mata nya jatuh kembali.

Seorang laki-laki yang sudah basah kuyup dari atas sampai bawah berhasil naik ke atas dan tiba di hadapan Neira. Laki-laki itu menyeka wajah nya dari terpaan air dengan tangan nya.

"Ra... Ayo pulang." Bujuk laki-laki itu dengan nada rendah dan tatapan sedih.

"Semua orang nyariin lo. Semua orang khawatir sama lo. Ayo kita pulang, selesai in semua nya."

Neira menggeleng cepat. "Bohong. Gak ada yang pernah nyariin gue, khawatir, bahkan peduli sama gue, Gi. Gak ada." Dada Neira sangat sesak.

"Gue. Gue nyariin lo, gue khawatir sama lo, gue peduli sama lo, Ra. Ayo pulang sama gue." Gio meninggikan sedikit nada nya.

Suara tangis Neira langsung pecah. Gio dengan sigap memeluk Neira dengan erat. Laki-laki itu mengusap lembut punggung Neira. Ia sangat bisa merasakan apa yang Neira rasakan saat ini.

Neira menangis se jadi-jadinya di dalam dekapan Gio.

"Gue tau apa yang lo rasain. Tapi lo gak bisa terus menerus lari begini. Sekarang kita pulang ya? Disini dingin, Ra."

Neira melepas pelukan itu dan menyeka air mata nya. "Gue mau disini aja. Gue butuh waktu buat sendiri, Gi."

Gio sangat khawatir dengan kondisi Neira sekarang. Terlebih Neira belum makan dan istirahat. Gio juga takut kalau ada masalah seperti ini Neira akan melakukan hal yang tidak-tidak.

"Nanti lo bisa sakit."

"Gue udah biasa sakit."

Gio tidak suka dengan jawaban itu. Ia langsung memegang tangan Neira berniat langsung membawa pulang gadis itu.

Neira dengan cepat melepaskan genggaman Gio. "Gue gak mau, Gio. Tolong. Tolong kasih gue waktu buat sendiri disini, jangan paksa gue."

"Ini udah malem, Ra. Gue gak bisa ngebiarin lo sendirian disini, besok kita kesini lagi kalo lo mau. Gue udah bawa payung buat lo, ayo kita pulang."

Neira menatap Gio dengan tatapan yang campur aduk. Marah, heran, sedih, dan bingung.

"Kenapa lo selalu peduli dan khawatir sama gue? Kenapa lo lebih milih cari gue padahal lo punya banyak urusan di luar sana?"

Gio terdiam.

"Kenapa lo gak lebih penting in diri lo sendiri? Kenapa lo harus selalu ngebagi waktu lo buat gue. Kenapa, Gi?" Pertanyaan yang beruntun dari Neira berhasil membuat Gio tak berkutik.

"Kenapa diem?"

Hujan di luar mulai mereda.

Gio mengalihkan pandangan nya dari Neira lalu menatap nya kembali.

"Biarin gue disini sendiri, besok gue pulang."

"Karena gue sayang sama lo, Ra. Lebih dari apa yang lo kira."

***

1000 Langkah Neira Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang