Gudang itu sempit. Tidak ada cahaya sedikitpun kecuali dari lampu yang menyala. Banyak barang dan juga berdebu. Alura berdiri di depan tembok dengan banyak kardus berisi barang berat di sekitar kakinya. Sementara sebelah kananya terdapat rak-rak tidak terpakai yang badannya bisa dibongkar pasang dan sedang tidak terpasang.
Sedangkan Van yang berada tepat di depannya jadi mengubah posisi menjadi duduk, menyangga tubuhnya dengan kedua tangan di paha, mengerjapkan netra mencoba mengumpulkan nyawanya sehabis bangun tidur.
Van memang terbiasa kabur dari jam pelajaran dan tidur di gudang ini atau tempat-tempat langganannya yang aman. Jadi dia tenang dan sudah mencapai level biasa saja ketika mendengar suara bel masuk berdering nyaring dan pemberitahuan jam pelajaran akan dimulai.
Berbeda dengan Alura yang berjalan mondar-mandir sambil menggigit kukunya panik luar biasa. Selama bersekolah, dia tidak pernah meninggalkan satu mata pelajaran sekalipun.
"Gimana kalau tiba-tiba ada ulangan mendadak dari Pak Gata? Kalau gue sekarang bolos, nanti nilai gue jadi nol. Kalau nilai gue nol, nanti Pak Gata jadi bertanya-tanya karena gue gak pernah nilai segitu. Kalau Pak Gata bertanya-tanya nanti dia jadi tahu kalau gue ternyata bolos. Kalau dia tahu, image gue jadi buruk di depan mata dia. Kalau image gue buruk, bisa-bisa nilai gue jelek dan kagak dapat ranking! Kalau gak dapat ranking, nanti gak bisa masuk siswa eligible! Kalau gak masuk eligible nanti gak bisa masuk kuliah lewat snmptn! Kalau gak bisa lewat sana---,"
"Diem atau gue banting?" Tanya Van dingin membuat Alura kicep.
Takut.
Wajahnya sangar mirip preman! Apalagi tatapan matanya, lebih tajam dari omongan Neneknya.
Alura jadi bertanya kepada diri sendiri? Orang macam begini emang apa perlu Alura jagain ya?
Alura jadi mengerjap sebelum menggeleng pelan. Tentu saja dia tidak akan mundur.
Tidak bisa lebih tepatnya.
Alura menatap lurus pada Van yang tengah mengeluarkan sebatang rokok dari saku kemeja putih sebelum membakar ujungnya dan menyelipkannya ke bibir.
"Uhuk! Uhuk-uhuk!"
Alura mengernyit sambil menghalau asap yang mengepul ke depan mukanya.
Bisa-bisanya dia merokok di tempat sempit tanpa ventilasi seperti ini?!
Alura jadi mengerjap tersadar sesuatu, dia membasahi kerongkongannya sebelum terbatuk pelan untuk mengambil alih atensi Van, terbukti Van yang mendongkak, menatap tepat di netra Alura.
"Lo ... inget gue gak?" Tanya Alura hati-hati.
Alura mendengus ketika tidak ada jawaban, "Itu loh ... yang elo tabrak sampai ngebentur aspal!"
"Inget kok. Kenapa?" Tanya Van menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, mengangkat pergelangan kaki dan menyimpannya di paha, menghembuskan asap rokok di bibir tanpa mengalihkan tatapan dari Alura.
Alura jadi meneguk ludah tanpa sadar. Dia tiba-tiba gugup. Auranya itu lohh, sangat mendominasi.
"Gue mau minta elo tanggung jawab. Enak aja main nabrak sampai ngebentur aspal terus lari gitu aja." Protes Alura.
"Bukannya lo juga nyelonong pegang tangan gue terus pergi gitu aja?" Tanya Van membuat Alura kicep.
Skakmat.
"Gue gak pergi gitu aja, itu temen gue yang narik---,"
"Tunjukin lukanya, kalau emang ada gue bakal tanggung jawab." Ujar Van berdiri sambil menjauhkan ujung rokok dari bibir sebelum berjalan mendekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika Kamu Mati Besok
Teen FictionBagaimana jika kalian harus meminum jus katak? Atau mendengar suara tangisan semut semalaman? Atau keliling dunia untuk mencari permen rasa kebahagiaan dan kesedihan? Terdengar mustahil bukan? Namun semustahil apapun, Van dan Alura akan melakukannya...