Van melangkahkan kakinya menyusuri koridor, meninggalkan Alura yang terduduk di lantai. Van memejamkan netra ketika tubuhnya memang agak hangat, tapi bukan demam yang parah.
Cewek halu itu berlebihan meningkahi kondisi tubuhnya.
Van terbiasa seperti ini jika sudah bermimpi tentang Ibunya dan nanti kondisi tubuhnya juga baik sendiri.
Van jadi mengerjap tersadar sesuatu, tidak sadar langkahnya memelan ketika teringat dirinya sendiri yang kecelakaan dalam kondisi tidak bisa bergerak dan ditinggal begitu saja.
Bibirnya berdecak pelan sebelum langkahnya berbalik kembali ke tempat Alura.
Perasaan ditinggalkan saat sedang terluka, Van mengerti jelas perasaan Alura saat dirinya meninggalkan dalam kondisi kakinya luka.
Van mengabaikan wajah cengo Alura ketika dirinya kembali lagi dan berjongkok memunggunginya, kode agar Alura cepat naik ke punggungnya.
"Kalau gak naik dalam tiga detik, gue tinggal." Ujar Van kesal karena Alura lelet.
"Iya-iya. Bentar!" Ujar Alura mengesot agar lebih dekat dengan punggung Van sebelum meraih pundaknya, meringis pelan saat kakinya kembali berdenyut ketika bergerak.
Kini gantian Alura yang mengalungkan kedua lengannya ke leher Van, setelah posisinya pas, Van berdiri lalu menggendong Alura di punggungnya.
Van yang anti sentuhan sama siapapun apalagi cewek.
Van yang psychal distancing, gendong Alura di punggungnya.
"Kenapa bantuinnya gak dari tadi coba? Tapi makasih, loh! Gue gak nyangka elo sebaik ini! Hampiiir aja...,"
Gue biarin lo mati tadi, lanjut Alura dalam hati.
"Van, gue nanya hal yang agak pribadi boleh? Biar memudahkan gue jagain elo." Tanya Alura mendekatkan wajahnya agar dapat melihat wajah Van namun Van berdecak dan memalingkan muka.
"Gak boleh."
"Kalau gitu pertanyaannya yang general tapi ada anaknya, boleh gak?" Tanya Alura lagi.
"Ck, gak."
"Ini tuh, sebenernya bukan pertanyaan pribadi kok, lumayan pribadi sih, tapi gue gak nanya kayak nomor atau alamat rumah elo, gue cuman mau tahu kalau elo mesen paket dikirimnya kemana? Sebutin pake Rt/Rw yang lengkap ya, sama desanya." Ujar Alura tersenyum membuat Van tidak habis pikir.
Sama aja monyet.
"Lo tuh bawel banget sih, anjir. Emangnya kuping gue gunanya buat dengerin ocehan elo doang? Lo mau mingkem atau gue paksa? Kayak token listrik abis, berisik banget." Omel Van sewot membuat Alura menarik senyum segaris sambil mengurut dada.
Sontak keduanya mengalihkan atensi seluruh anggota Cruz yang membelalak dengan rahang copot. Bagaimana bisa, ketua mereka yang anti di sentuh kini menggendong gadis cantik dan mendudukannya di jok belakang motor miliknya.
Ini sih keajaiban dunia.
Mereka masih saling tatap bingung, anggota inti yang berada di sekitar motor Van juga sama bingungnya. Jonash jadi mendekat, ingin melontarkan pertanyaan yang sudah gatal ingin keluar.
"Diem. Nanti aja bacotnya." Peringat Van membuat Jonash mingkem.
Alura menatap interaksi keduanya sebelum mengalihkan tatapan pada Van yang kembali menatap dirinya sambil berdiri di sampingnya.
"Lo bawa jaket?" Tanya Van membuat Alura menaikan sebelah alis.
"Buat apa?"
"Ck, buat lo lah! Nutupin paha! Dipikir naik motor beat apa?" Omel Van membuat Alura menahan napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika Kamu Mati Besok
Fiksi RemajaBagaimana jika kalian harus meminum jus katak? Atau mendengar suara tangisan semut semalaman? Atau keliling dunia untuk mencari permen rasa kebahagiaan dan kesedihan? Terdengar mustahil bukan? Namun semustahil apapun, Van dan Alura akan melakukannya...