Tenten dan Neji mengunjungi Hinata di hari ke-3 ia dirawat di rumah sakit. Kedatangan Tenten membuat Hinata merasa sedikit lebih baik. Meskipun ada Mikoto yang menjaganya, dalam beberapa hal Hinata tentu merasa ada batasan. Hanya dengan Tenten ia merasa bisa sangat terbuka.
Neji dan Hiashi cepat sibuk dengan pembicaraan mereka soal bisnis. Hiashi sudah tiga hari tidak pergi meninggalkan Hinata, jelas pekerjaannya mulai menumpuk. Ketiga perempuan di ruangan itu mengabaikan percakapan dua laki-laku Hyuuga. Mereka lebih senang mengupas buah dan berbicara topik-topik ringan.
"Mikoto-san bisa istirahat dulu, biar aku menemani Hinata malam ini," ujar Tenten.
"Ngak papa kok, saya tidak capek," balas Mikoto.
Hinata menyentuh tangan Mikoto. Tiga hari sudah Mikoto menemaninya tanpa absen. Perempuan itu pasti lelah.
"Baiklah. Aku akan pulang dulu. Besok pagi aku kesini lagi," ujar Mikoto. Ia mengecup kening Hinata sebelum pamit pergi.
Neji dan Hiashi mendekati mereka. Keduanya tampak sudah selesai membicarakan bisnis. Bahkan, dari lagaknya, sepertinya Hiashi memang sengaja memanggil Neji dan Tenten supaya Mikoto bisa pergi dan meninggalkan mereka.
"Hinata, apa pun yang akan kukatakan bukan berasal dari rasa benci, tapi karena rasa sayangku padamu," Hiashi memulai percakapan. Hinata menelan ludah. Ia tak suka pembicaraan berat seperti ini.
"Apa rencanamu ke depan? Berita kehamilanmu di luar nikah sudah bocor di sekolah. Setelah keluar dari sini, aku berjanji tidak akan memarahimu. Aku ingin kamu pulang. Aku ingin kamu melupakan semua yang terjadi dan kembali ke kediaman Hyuuga seperti dulu. Aku akan membagi sahamku untukmu dan Neji supaya kamu bisa tetap di rumah dan biar Neji yang mengurus perusahaan. Aku ingin kau pulang, Hinata."
Perkataan Hiashi jelas tak salah. Meskipun tak ada yang mengatakannya secara langsung, Hinata bisa melihat perubahan tubuhnya. Perutnya perlahan datar seperti masa gadisnya, juga darah yang belum berhenti layaknya datang bulan.
Selama ini ia memutuskan pergi dari kediaman Hyuuga karena tak terima pada pernikahan Hiashi di belakang ibunya. Ia tak ingin tersakiti dan mati menyedihkan seperti ibunya karena berharap kasih sayang seorang laki-laki. Oleh karena itu Hinata pernah berikrar untuk lebih mencintai dirinya ketimbang lelaki mana pun. Supaya cinta lelaki hanya opsi yang boleh ia ambil atau ia tidak ambil dan ia masih tetap merasa utuh.
Lucunya, justru Neji yang datang menghampirinya. Memberikan kasih sayang seorang kakak yang tanpa pamrih. Ayahnya yang dingin perlahan mulai mendekatinya lagi. Bahkan kini, seorang laki-laki yang mampu meyakinkan Hinata bahwa cinta itu benar ada.
"Bukankah selama ini ayah membenciku?" tanya Hinata terisak. Sebaik apa pun ayahnya kini tak bisa menghapus masa lalu. Luka masa kecilnya masih membekas hingga kini. Memeluknya sekarang hanya membuat luka itu kembali terbuka.
"Aku tidak membencimu," jawab Hiashi tegas.
"Tapi, kenapa kau punya wanita simpanan? Kenapa kau menikahi ibuku kalau kau sudah mencintai perempuan lain? Kenapa kau sama sekali tidak membagi rasa sayangmu pada ibuku? Membiarkan dia mati kesepian dan kesakitan seorang diri?"
Hiashi terdiam. Matanya lurus menatap lantai. Isi kepalanya bertengkar dengan rasa di dadanya. Mulutnya bisu.
Melihat diamnya Hiashi membuat Hinata kian yakin. Ayahnya mengatahui dosa yang sudah diperbuat. Lelaki itu hanya keras kepala, egois, tidak mau mengakui kesalahannya.
"Semua ini kulakukan demi klan Hyuuga. Apa pun yang terjadi, aku tetap ayahmu. Jika kau tak bisa mengakui itu, setidaknya kau bisa melihatku sebagai pemimpin klan."

YOU ARE READING
Yours
FanfictionHinata terbangun dengan rasa sakit luar biasa di kepalanya. Setengah sadar ia melihat tubuhnya yang telanjang dan penuh ruam kemerahan di sekitar leher dan dada. Tunggu! Siapa lelaki yang tidur di sampingnya? Demi Klan Hyuga! Tidak ada yang boleh ta...