Aidan
1 tahun kemudian...
Setelah aku menyelesaikan gelar sarjanaku tahun lalu, aku bekerja sebagai Research and development sound Engineer sekaligus Audio Engineer di Créer Studio. Bisa dibilang salah satu studio ternama di Ibu kota yang menjadi tujuan utama untuk seorang sepertiku.
"Mas Aidan, besok ikut meeting sama klien baru ya." Ucap Runi.
Aku hanya meliriknya dan kembali bekerja tanpa mengatakan hal apapun pada Runi.
Plak.
Darel memukul lenganku tiba-tiba yang sukses membuatku menoleh ke arahnya.
"Apaan sih?!" Tanyaku.
"Runi lu cuekin?!" Tanyanya.
"Ya terus gue harus ngapain?"
"Wah sakit nih orang! Runi, Aidan. RUNIIIII! SERUNI!" Geramnya.
"Iya tau. Terus?" Tanyaku lagi.
"Lo masih suka cewek kan?" Tanyanya
"Pertanyaan lo goblok." Ucapku santai.
"Kalo iya, harusnya lu nggak nyuekin Runi." Ucapnya.
Aku masih menatapnya.
"Liat!" Ucapnya sambil menunjuk ke arah Runi dengan matanya.
"Kurang apa itu cewek. Cantik, elegan, pinter, ramah, jago masak. Apa kurangnya?! Sebut?!" Ucapnya menatapku.
"Nggak ada." Jawabku
"Itu lu tau! Kenapa lu cuekin?" Tanyanya lagi.
Aku membuka headphone yg ku gantungkan di leherku ke atas meja.
"Karena nggak ada kurangnya makanya gue cuekin." Ucapku.
"Gue balik." Tambahku sambil mengambil tasku.
Aku berjalan menuju pintu keluar divisiku. Menatap lurus tanpa berpamitan dengan semua orang termasuk Runi.
Seruni Ankarana. 163cm, berambut pendek, bermata sedikit sipit, berkulit putih, Itu ciri-cirinya. Ramah, pintar, mudah bergaul, itu personalitinya. Namun bukan hal itu yang membuatku cuek padanya.
Runi itu sama seperti Hanum, Orlin, Rachel, dan beberapa wanita di kantorku, yang terlalu banyak basa-basi padahal hanya ini mengajak berbincang. Bukan hanya denganku namun dengan beberapa teman lain. Aku tau beberapa orang menggunakan cara itu untuk memulai hubungan pertemanan, namun bagiku yg mereka lakukan bukan pure ingin berteman, itu yg ku benci. Untuk apa berbasa-basi jika ingin berteman? Karena menurutku hubungan pertemanan itu terbentuk tanpa kesengajaan bukan direncanakan.
***
Pagi ini aku sengaja memarkir mobil jauh dari pintu masuk, karena aku malas jika harus berbasa basi menawarkan tumpangan kepada banyak orang yg akan pergi ke kantor klien kami.
"Wuidih ganteng banget sound engineer kita. Tumben banget rapih" Ledek Darel.
Aku mengacuhkannya lalu menyalakan beberapa layar komputer di depanku.
"Klien kita siapa sih?" Ucapku penasaran, sebab projek ini digadang-gadang menjadi salah satu project besar.
"Youth Production House" ucap Darel.
Aku sedikit terkejut, bukan karena tak mengira mereka memakai jasa kami, Namun, aku tak menyangka bahwa aku akan lebih sering bertemu Rayya setelah ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Beautifull Feeling
ChickLitJust looking at you, Makes me smile. And when I find myself smiling. It's strange! I don't know what that means. But i know, it's beautiful feeling.