"Saya nggak akan nikahin dia, Pa!" Erwin menegaskan pada sang Papa yang mengajaknya bicara empat mata di kamarnya.
"Papa tahu ini berat, Nak, tapi kita tidak punya pilihan lain," kata Papa Candra.
"Ada pilihan lain, nikahkan dia dengan anak tetangga," sahut Erwin seenaknya.
"Thalita gadis yang baik, Erwin, dia korban," jelas Papa Candra berusaha sabar membujuk.
Erwin tertawa parau, "sekarang jamannya pelaku mengaku jadi korban, Pa, siapa tahu aja anak itu bukan anaknya Irwan, tapi anak orang lain."
"Erwin! Jaga bicara kamu!" sentak Papa Candra. "Anak itu milik Irwan!"
"Tahu dari mana? Papa udah tanya sama Irwan di kuburannya?"
**
Pemberontakan Erwin tak membuahkan hasil. Seolah semua sudah tersetting untuk dia menikahi Thalita.
"Saya terima nikah dan kawinnya Thalita Marvelia binti Reza Alamsyah dengan maskawin tersebut dibayar tunai." Erwin mengucapkannya dengan mantab sembari menjabat tangan pak penghulu.
"Bagaimana para saksi? Sah?"
"SAH!"
Pernikahan tertutup itu hanya menghadirkan beberapa anggota inti dua keluarga. Mereka sepakat untuk merahasiakan pernikahan ini.
Thalita mencium punggung tangan Erwin, lanjut dengan Erwin yang terpaksa mencium kening Thalita. Tanpa ada yang menyuruh, Erwin tiba-tiba memeluk Thalita.
Dia berbisik, "gue tunggu bukti bahwa anak itu beneran anaknya Irwan."
***
Hari ini sangat melelahkan, Thalita lelah menangis karena harus berpisah dengan orang tuanya dan tinggal bersama Erwin. Di usianya yang baru 17 tahun, belum tahu banyak hal mengenai menjadi seorang istri. Apa kewajibannya, apa tugas-tugasnya.
"Erwin, bawa Thalita ke kamar kalian," suruh Tari, mama Erwin.
Erwin langsung pergi, dengan Thalita berjalan mengikutinya dari belakang. Gadis itu tampak kagum dengan design rumah Erwin yang cukup megah.
"Win, kamar lo yang mana sih? Jauh banget," keluh Thalita. Dia lega melihat Erwin membuka sebuah pintu. "Akhirnya sampai juga," gumamnya.
Brak!
Erwin menutup pintu dari dalam sebelum Thalita masuk, membuat dahi gadis itu terbentur pintu cukup keras.
"Aww!" Thalita merintih kesakitan.
Dia memandang pintu penuh amarah. Mengumpati Erwin dalam hati.
"Erwin! Bukain!" teriaknya sembari menggedor-gedor pintu tak santai.
"Berisik!" sahut Erwin dari dalam.
"Gue mau tidur, Erwin! Bukain, nggak?"
"Tidur di tempat lain!"
Thalita menghela napas berat, kecewa karena malam ini tidak seperti yang ia harapkan.
"Masa malam pertama gue tidur di luar sih?" ucapnya sendu.
Tiba-tiba pintu terbuka, wajah dingin Erwin nongol dari balik pintu. Dia bertanya, "Malam pertama apa?"
"Malam pertama setelah jadi istri lo!" jawab Thalita tegas. "Minggir! Gue mau tidur!"
Thalita mendorong dada Erwin dari ambang pintu, supaya dia bisa lewat.
Erwin melongo melihat Thalita langsung ambruk di ranjang king sizenya. Dia benar-benar kesal karena sekarang ada orang lain yang tidur di kamarnya. Erwin masih tidak percaya masa kebebasannya sudah berakhir.
"Minggir! Lo tidur di sofa!" Erwin menarik lengan Thalita, tapi sulit karena Thalita menolak untuk bangun.
"Nggak mau!"
"Gue nggak mau tidur sama lo!" tegas Erwin.
"Tidur doang apa salahnya sih? Kan nggak ngapa-ngapain!" kukuh Thalita menepis tangan Erwin kasar. Dia terlanjur nyaman dengan posisi tengkurap di ranjang Erwin.
Erwin berpikir cepat, mencari alasan untuk mengusir Thalita.
"Gue tidurnya ngorok," kata Erwin.
"Gue kalau tidur nggak denger apa-apa, jadi nggak akan terganggu," balas Thalita santai.
Erwin memikirkan alasan lain. "Gue kalau tidur nggak bisa diem," katanya.
"Nggak masalah." Lagi-lagi Thalita santai menanggapinya.
"Kalau gue tiba-tiba pegang-pegang punya lo gimana?" ancam Erwin.
"Nggak apa-apa, kan kita udah sah," jawab Thalita membuat Erwin kehabisan kata-kata.
Gadis itu bangun dan memandang Erwin, "Lo nggak ada niat pegang-pegang, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI RAHASIA ERWIN
Novela Juvenil[UPDATE SESUAI TARGET!] . "Kakak gue yang bikin lo bunting, kenapa gue yang harus nikahin?" - Erwin. ***** Hidup seorang ketua genk motor yang diidolakan banyak gadis, tak semulus kelihatannya. Sifat dingin dan cuek Erwin bukan tanpa alasan, ada ban...