⠀⠀Dari Erythra, Windrider mengarungi perbatasan antara Mare Nostrum dan Mare Affinis ke arah barat daya. Dan dari Erythra pula, Carina mulai tidur di kabin Hawk.
⠀⠀Sejujurnya, dia agak curiga si siren hanya mencari alasan demi mendapat tempat tidur yang nyaman—tapi ternyata Carina benar-benar melakukan apa yang ia janjikan, bahkan lebih. Gadis itu mengawasi Hawk tidur, sigap bernyanyi untuknya saat mimpi buruk penuh darah dan bayangan kembali mengguncang pria itu.
⠀⠀Meski kekuatan Carina dalam wujud manusia tidak sekuat yang seharusnya, tapi dia tetaplah seorang Diviner. Kekuatan menyembuhkannya tetap cukup kuat untuk membantu Hawk kembali tidur, perlahan-lahan. Kadang, saat ia terbangun setiap satu putaran jam—kebiasaan tidur yang tak pernah bisa dihilangkan sejak menjadi pelaut—tangan halus Carina mengusap rambutnya, hingga Hawk terlelap lagi.
⠀⠀Ketika pagi datang, Hawk akan membuka mata dengan Carina di sebelahnya, tampak seperti patung dewi-dewi Egron dari pualam. Gadis itu terlalu indah untuk berada dalam kabin Hawk yang berantakan, tapi ketika si siren terbangun, ia akan menyambut si empunya kabin dengan senyum tipis.
⠀⠀"Selamat pagi," gumam Carina. Ia selalu tidur dalam posisi yang sama—telungkup dengan kepala diletakkan di lipatan lengan. Mungkin memang seperti itu cara siren tidur di bawah laut sana.
⠀⠀"Selamat pagi, Medik," Hawk balas menyapa.
⠀⠀Si siren bangkit perlahan, tali gaun tidur yang ia kenakan jatuh ke bahu. Hawk setengah mati menahan keinginan untuk mengaitkan jari pada tali tipis itu, menariknya lebih turun. Namun, Carina malah meregangkan kedua tangan, lenguhan pelan terdengar dari sela bibir.
⠀⠀Ya Khaliq. Hawk memancangkan mata pada langit-langit kayu, meyakinkan diri untuk tidak tergoda. Sepertinya para siren tidak menyadari betapa berbahayanya pesona mereka—kalau begini, Hawk sama sekali tidak heran Caspian langsung menyeret Lyra ke ranjang setelah beberapa hari saling kenal. Mungkin pesona itu juga yang membuat Hawk jatuh pada Lyra.
⠀⠀"Sebentar lagi," ucap Carina tiba-tiba.
⠀⠀"Sebentar lagi apa?" tanya Hawk serak.
⠀⠀"Tujuan."
⠀⠀"Maksudmu, sebentar lagi kita sampai?"
⠀⠀"Ya. Hawk keluar."
⠀⠀Tidak perlu disuruh dua kali, Hawk melompat turun dari ranjang dan berlari ke kamar mandi. Basuhan saja tidak cukup untuk hari ini—alih-alih, dia langsung mengguyur kepala dengan air dingin, mencoba tetap waras.
⠀⠀Saat Hawk melangkah keluar, Blade dan Nolan yang menunggu giliran kamar mandi malah melongo. Hawk mengibaskan tangan, berjalan dengan kepala masih basah kuyup. Begitu pintu geladak mengayun terbuka, ia disambut oleh pemandangan yang amat familiar meski sudah puluhan tahun ditinggalkan.
⠀⠀Laut biru gelap terhampar, berbeda dengan perairan Erythra yang cemerlang kehijauan, atau Hebra dengan biru cerahnya. Biru pada lautan Batra hampir segelap langit malam, menunjukkan betapa dalamnya ia. Memandang lebih jauh lagi, bukit-bukit cokelat kemerahan bermunculan, kontras dengan birunya ombak.
⠀⠀Batra, tempat di mana gurun pasir berbatasan langsung dengan laut.
⠀⠀Hawk melangkah tanpa sadar, hingga mencapai pagar geladak. Tangannya mencengkeram erat pegangan kayu, napas mulai tersengal. Sebentar lagi, dia benar-benar akan sampai di tempat asalnya. Tanah yang ia rindukan, sekaligus menjadi mimpi buruk pribadi Hawk.
⠀⠀"Menurut Georgie, butuh empat putaran jam pasir lagi sampai kita melihat Nalareth," terdengar seruan Caspian dari balik roda kemudi.
⠀⠀Hawk berbalik, pada pria yang berdiri di atas jejuri itu. Caspian memberi hormat dengan cengiran, tapi Hawk tak membalas. Alih-alih, pandangannya kembali pada lautan. Pada gurun, pada Batra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Of Sand and Shadows
FantasySetiap mata Hawk terpejam, ia memimpikan darah dan bayangan. Ada yang salah dalam dirinya, suatu kekuatan gelap mengintai. Tapi ketika keluarga Kerajaan Hebra membutuhkan Hawk, ia tak bisa menarik janji pengabdian yang telah terucap. Walau itu artin...