28. Coco si Pemegang Rahasia

97 23 5
                                    

Balik lagi nih sama aku wkwk. Jangan bosen² ya baca cerita aku🤭

Selamat membaca, semoga suka❤️

Sebuah mobil Rubicon hitam melesat dengan cepat membelah ramainya jalanan kota siang itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebuah mobil Rubicon hitam melesat dengan cepat membelah ramainya jalanan kota siang itu. Si pengemudi terus memacu kendaraannya membuat seseorang yang duduk di kursi sebelahnya hanya berharap kalau hari ini bukanlah hari terakhirnya hidup di dunia.

"Kita ke kantor dulu ya, tadi tiba-tiba Kakak dapat telepon dari kantor katanya ada sesuatu penting yang harus Kakak urus."

Tanpa mengalihkan fokusnya, Sadewa berbicara dengan tangan yang terus memegang setir mobil. Beberapa saat sebelum sampai di sekolah Kara, Dewa mendapat telepon mendadak dari karyawan kantor yang memintanya untuk segera datang kembali. Harusnya siang ini Dewa dapat pulang lebih cepat, tapi lagi-lagi harapannya pupus seketika.

Kara menoleh sekilas pada Dewa yang fokus menyetir. Tangannya yang kekar dengan lihai bermain di atas setir mobil miliknya.

"Iya, Kak." Kara menjawab singkat, setelahnya ia memalingkan wajah memandangi jalanan kota yang dipadati kendaraan dari balik kaca mobil. Satu tangan Kara menyangga dagu dengan bertumpu pada sisi pintu mobil.

Hening. Tidak ada yang membuka suara, baik Dewa maupun Kara. Hanya suara bising dari padatnya kendaraan yang saling mendahului kendaraan lain. Untungnya mereka tidak terjebak macet seperti hari-hari biasanya. Jadi untuk sampai di kantor pun hanya membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit dari sekolah Kara.

***

Dewa menutup pintu mobil setelah memarkirkannya di parkiran kantor. Ia kemudian bergegas melangkah masuk ke dalam kantor di mana beberapa rekan kerjanya sudah menunggunya.

Kara menggendong tasnya seraya terus berjalan menyusul sang kakak yang lebih dulu masuk. Remaja itu mengekor di belakang Dewa, Kara sempat risih dengan tatapan beberapa orang yang dilewatinya di lobi kantor. Namun, remaja itu mencoba untuk tidak mengindahkannya. Kara memilih fokus pada langkah kakinya, ia tidak ingin memikirkan soal orang-orang yang tak dikenalnya.

Menyadari jika sang adik tidak berada di sampingnya, Dewa menghentikan langkah dan balik badan menunggu Kara. Ia lantas merangkul pundak Kara lalu berjalan beriringan menuju ruang kerjanya di lantai lima.

Keduanya menaiki lift untuk sampai di lantai tujuan, lebih tepatnya ruangan kerja Dewa. Dewa meminta Kara untuk menunggu di ruangannya saja, sebab Dewa akan bertemu beberapa rekan kerja dan petinggi perusahaan untuk membahas kelanjutan proyek yang sedang mereka kerjakan.

"Kara tunggu di dalam aja ya, Kakak mau rapat dulu sebentar," perintah Dewa pada Kara.

"Lama nggak?" Kara memastikan.

"Enggak, cuma sebentar. Kara tunggu di dalam aja. Nanti ada sekretaris Kakak yang bakal nemenin Kara di sini." Dewa meraih jas kerjanya yang dia letakkan di sandaran kursi lalu memakainya. "Kalau Kara laper mau makan, nanti bilang aja sama dia. Namanya kak Anjani, tadi Kakak udah telepon kak Anjani buat ke sini. Kak Anjani lagi di jalan, mungkin lima belas menit lagi dia sampai," imbuh Dewa sembari sibuk mempersiapkan bahan yang akan dibawanya ke ruang rapat.

Burung Kertas untuk NayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang