Sabtu malam, tepat pukul setengah delapan. Lian menatap pantulan wajahnya yang ada di dalam cermin tepat di hadapannya. Ia menyibak rambutnya ke belakang, ditata sedemikian rupa agar terlihat lebih rapi dan enak dipandang.
Saat ini hati Lian benar-benar sangat bahagia. Bibir tipis merah jambu miliknya terlihat melengkung ke atas memperlihatkan senyuman yang begitu menawan. Bahkan sesekali terdengar siulan merdu yang lolos dari bibirnya.
"Lian! Aku masuk, ya."
Terdengar suara teriakan yang cukup lantang berasal dari bagian luar pintu kamar Lain. Pelakunya juga tidak segan-segan menggedor pintu kamar adiknya itu. Pelakunya tidak lain dan tidak bukan adalah Lee Zihan, laki-laki yang selalu saja membuat kerusuhan.
"Masuklah, Ge," sahut Lian membiarkan orang tersebut masuk. Jika tidak diizinkan, bisa-bisa pintu kamarnya nanti akan roboh karena terlalu sering digedor.
"Kau ingin ke mana?" tanya Zihan setelah dirinya masuk ke dalam kamar Lian. Zihan menatap adiknya bingung. Biasanya saat malam hari Lian hanya menggunakan piyama, lalu duduk bersantai di teras rumah sambil menikmati buku bacaannya.
"Aku ingin pergi ke acara pernikahan Aini bersama Hannah," sahut Lian dengan tatapan yang masih fokus melihat cermin.
"Kau sudah bilang, Mama?" Zihan tidak habis pikir jika Lian semakin terang-terangan menunjukkan bahwa dirinya mencintai Hannah.
Lian menolehkan kepalanya menatap Zihan, lalu dilanjutkan dengan anggukan pelan beberapa kali. "Sudah, Ge. Sebenarnya Mama yang diundang. Tapi, Mama katanya tidak bisa datang, ada urusan penting. Jadi, kata Mama aku saja yang mewakilinya."
"Kau bilang akan pergi bersama Hannah juga?" Zihan penasaran reaksi ibunya saat melihat Lian semakin dekat dengan Hannah.
"Iya, aku bilang ingin pergi bersama Hannah. Mama biasa saja, mungkin dia pikir wajar saja jika aku minta temani Hannah, karena tidak mungkin aku datang ke sana sendirian," papar Lian.
Menurut Zihan, ucapan Lian ada benarnya juga. Kalau bukan Hannah, siapa lagi yang akan menemani adiknya itu. Mereka juga belum ada mengenal pemuda-pemudi sekitar kecuali Hannah dan Aini.
"Ya, sudahlah. Yang penting kau jangan pulang hingga larut malam, karena angin malam tidak baik untuk kesehatan." Zihan mewanti-wanti agar Lian tidak pulang hingga larut malam.
"Iya, Ge." Lian mengangguk patuh, ia tidak akan pulang hingga larut malam.
Zihan berlalu pergi meninggalkan kamar Lian, membuat Lian bernapas lega. Akhirnya manusia aneh dan menyebalkan seperti Zihan pergi juga dari hadapannya. Bukan, bukan Lian tidak menyayangi Zihan, hanya saja terkadang ia merasa sedikit risih dengan keberadaan Zihan.
***
Sepeda motor milik Lian sudah berhenti di depan rumah sederhana milik Hannah. Ia segera turun dari sepeda motornya, lalu berjalan mendekati pintu rumah Hannah yang masih tertutup rapat.
Lian mengangkat tangan kanannya guna mengetuk pintu rumah Hannah. Ketukan pelan terdengar saat punggung tangan Lian menyentuh pintu rumah Hannah yang terbuat dari kayu.
"Permisi," panggil Lian agar penghuni rumah tersebut berkenan membukakan pintu.
Belum ada sahutan sama sekali, membuat Lian kembali mengetuk pintu. Saat ketukan ketiga, pintu terbuka menampilkan sosok laki-laki paruh baya yang tersenyum ramah.
"Cari siapa, ya?" tanya laki-laki itu dengan suara yang lembut.
Lian ikut tersenyum ramah. "Saya cari Hannah, Paman," jawab Lian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Di Tepian Indragiri [Tamat]
Ficción GeneralHannah Puteri, gadis melayu yang tinggal di tepian sungai Indragiri, tepatnya di Rengat. Hannah yang berasal dari keluarga sederhana mencintai pemuda Tionghoa yang memiliki wajah tampan nan baik hati. Pemuda tersebut bernama Lee Fen Lian, anak bung...