Hawa sejuk menyapa dua orang manusia. Seorang gadis bersama dengan seorang anak perempuan, memandang langit dengan melambaikan tangannya. Tersenyum hangat, penuh kerinduan dalam jiwanya.
"Aku berharap takdir mempertemukan kita kembali, Ama," ucap gadis itu dengan senyum rindunya.
Kata orang setiap orang memiliki masanya sendiri, dan setiap masa memiliki orang tersendiri di dalamnya. Waktu pasti berlalu, yang datang tak selalu menetap. Dua tahun yang lalu, seorang gadis bernama Indri tanpa sengaja bertemu dengan seorang anak laki-laki di sebuah taman dekat rumahnya.
***
Langit mulai gelap, awan mendung terlihat sebagai tanda hujan akan datang. Rintik kecil mulai berjatuhan, dengan samar Indri melihat seorang anak laki-laki duduk kedinginan di tengah taman kota. Entah mengapa Indri seperti menerima tarikan halus, yang menuntutnya untuk menghampiri anak itu."Hai, kenapa kau di sini sendirian? Lihatlah hujan sudah mulai deras sekarang, pulanglah, kau akan kedinginan jika di sini," ucap Indri pada anak lelaki itu.
Anak itu menoleh, menatap indri dengan raut wajah sedih di matanya. Ia menatap Indri sedikit lama, sebelum pada akhirnya ia menjawab apa yang Indri tanyakan.
"Aku hidup sebatang kara, maka kemanakah aku harus pulang?" jawab anak itu dengan pertanyaan di akhir kalimatnya.
Indri sangat terkejut mendengar penuturan anak itu. Dengan langkah yang berani, ia memutuskan untuk mengajak anak itu pulang ke rumahnya. Entah apa yang ia pikirkan, ia tidak tega jika membiarkan anak itu terus duduk di sana. Di sepanjang perjalanan Indri tak banyak mengajak anak itu berbicara.
Sesampainya di rumah, Indri langsung menyuruh anak itu untuk membersihkan diri agar tidak demam nantinya. Adiknya terkejut karena kakaknya kali ini tidak pulang sendirian, melainkan bersama dengan seorang anak lelaki. Dengan tatapan penuh tanya, Nayara menatap Indri begitu lama.
"Bagaimana jika dia menjadi kakak keduamu mulai sekarang? Apakah kau akan keberatan?" tanya Indri kepada adiknya.
"Apakah dia anak baik? Jika iya, aku tidak keberatan. Aku juga senang jika ada teman di rumah," jawab Nayara dengan senyum manis di bibirnya.
Indri yang melihat respon Nayara merasa lega. Karena adiknya mau menerima anak laki-laki itu di rumah.
"Kita belum berkenalan, siapa namamu?" tanya Indri saat mereka bertiga tengah duduk di meja makan.
"Samahita," jawab anak itu.
Nayara dengan gerakan tangan bak secepat kilat, langsung meraih tangan anak laki-laki itu dan menjabat tangannya.
"Perkenalkan, namaku Nayara. Mulai sekarang kau akan menjadi kakakku, kakak keduaku setelah kak Indri," ucap Nayara dengan senyuman hangat, sebagai tanda bahwa ia menyambut Samahita dengan bahagia.
Inilah awal baru dari keluarga kecil mereka. Indri dan Nayara, dua anak yang ditinggalkan oleh orang tuanya. Ibunya telah lama meninggal, sedang sang ayah telah menikah lagi tanpa memperdulikan kedua putrinya.
Lima tahun sudah mereka jalani, hidup berdua, dengan Indri sebagai tulang punggung keluarga. Namun sekarang, bertambahlah satu orang di tengah keluarga mereka, Samahita. Mereka akan tinggal bersama, tanpa orang tua.
Satu bulan sudah berlalu sejak Samahita tinggal di rumah itu. Mereka hidup dengan bahagia tanpa luka, tawa tanpa jeda air mata. Itulah yang mereka rasakan sejak kehadiran Samahita. Anak itu sudah seperti dewa yang memberikan anugerahnya, karena sejak kehadirannya, aura baik seakan datang menyelimuti keluarga Indri dan Nayara.
Sementara itu di sebuah rumah sakit, terlihat seorang anak kecil tengah berbaring di atas brankar. Dengan wajah pucat dan berbagai alat medis terpasang di tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewa Kecil Indri
Short StoryDia datang membawa tawa dan ia pergi tanpa meninggalkan luka, itulah hebatnya Samahita. _Indri