1

470 50 2
                                    


Tidak pernah sungkan, pemuda manis itu terus menguap. Tidak memperdulikan celotehan tangan kanannya yang mengatakan apa saja yang harus dia lakukan nanti. Toh, tugasnya hanya mencari muka bukan? Bersikap dengan baik selayaknya calon pemimpin. Selebihnya di ambil alih oleh kakeknya.

"Robert, berhenti mengoceh. Aku sudah hafal apa yang harus aku lakukan nanti. " kini, tidak lagi menguap, tapi pemuda itu merenggangkan tubuhnya yang kaku.

"Tapi Tuan Muda–"

"Stttt, aku akan berkeliling. Kau dan yang lainnya terserah, mengikuti ku atau tetap diam di sini, oke? " Sean kemudian beranjak mengambil jaket miliknya dan memakainya. Pemuda itu lantas berjalan keluar dan berniat mencari udara segar di daerah. negara yang belum dia ketahui.

Tadi malam, pukul 3 dini hari, mereka telah sampai di kota California. Tujuan mereka jelas langsung menuju ke hotel dan memesan kamar sebelum nanti akan membahas pertemuan dengan orang-orang yang di ajak kerjasama oleh kakek Zayden.

Mereka hanya beristirahat sejenak sampai pukul 7 pagi. Dan kini, Sean sudah malas mendengar ocehan Robert mengenai pertemuan nanti. Jelas lelaki itu tengah menyampaikan pesan yang sudah di amanatkan oleh sang kakek dan harus di beritahukan padanya. Tapi ya, namanya juga Sean. Pemuda manis itu memilih untuk berjalan di sekitar hotel.

Hotel itu begitu mewah. Sean bahkan berkali-kali harus bertanya pada salah seorang pelayan yang tengah membersihkan sekitar hotel. Menanyakan setiap kali ia bingung bila tersesat.

Helaan nafas lega pemuda itu keluarkan saat sampai di luar hotel. Rasanya begitu bebas dengan udara segar khas California menyambutnya. Rambutnya yang halus itu berterbangan karena angin yang menerpa wajahnya.

Kemudian, pemuda itu berjalan di sekitar hotel dengan berjalan kaki. Sekalian juga berolahraga dan memikirkan rencana balas dendam pada oknum yang telah membuat Winter berbaring di atas ranjang. Matanya menatap ke sekitar yang sudah ramai. Helaan nafas lagi keluar dari mulut pemuda itu.

Namanya juga kota besar, jelas jalanan sudah di padati oleh kendaraan di jam segini.

Langkahnya dia tujukan pada di salah satu supermarket yang dekat dengan hotel. Tangannya dia masukan ke dalam saku celana training yang tengah ia gunakan. Tampilan Sean sekarang tidak lebih seperti seorang anak kekurangan uang yang masuk ke supermarket.

"Selamat datang! "

Sambutan itu hanya Sean lirik sebelum berjalan masuk. Memilih beberapa minuman dingin dan makanan ringan yang akan dia bawa ke hotel nanti. Sembari memilah akan membawa cemilan apa, pemuda itu kemudian mengambil salah satu bungkus snack.

"Aku duluan, Nona. "

Sean langsung menoleh. Mendapati seorang pria dengan pakaian formalnya itu merebut makanan kaleng yang hanya 1 tersisa. Pria itu menatap Sean dengan senyum kecil yang membuat Sean berkerut tidak suka.

"Nona? Matamu buta? Aku lelaki, bodoh. Dan, itu adalah milikku, aku yang melihatnya dulu, " ketus Sean dan menatap tajam pada pria itu.

Pria itu hanya terdiam merasa terkejut kemudian mengangkat bahunya acuh. "Oh kalau begitu maaf karena menganggap mu wanita. Tapi, Tuan kecil, aku yang pertama memegangnya, jadi silahkan memilih makanan lain. "

"Apa maksud mu? Kau tidak lihat sudah tidak ada makanan kaleng lagi? " kini, Sean menyilangkan tangannya dan menatap pria yang menyerahkan makanan kaleng ke orang di belakangnya. Sean tebak, dia pasti bawahan pria di hadapannya.

Pria itu tersenyum kecil dan mengangkat bahunya. "Kalau begitu, makanan instan. "

Sean hanya melongo. Apa-apaan itu? Bagaimana bisa dia yang lebih dahulu mendapatkannya malah di lempar ke arah lain? Sean menggeram. Pemuda itu tanpa aba-aba menyaut makanan kaleng. Hal yang langsung membuat pria itu mengerjap dan menatap Sean tidak percaya. Sedangkan Sean tersenyum penuh kemenangan melihat makanan kaleng tersebut.

REVENGE (Kim Sunoo, Harem!) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang