Dinara ....
Martin sudah mengenal sosok istrinya itu saat ia masih kecil. Saat itu ia masih duduk di bangku kelas 5 SD. Sudah memiliki Ciara sebagai seorang adik. Tetapi, anak itu masih terlalu kecil. Bahkan masih sering menangis. Dikit-dikit minta gendong, dikit-dikit cemberut. Apa-apa mengadu. Martin gerah sendiri memiliki sosok adik seperti itu. Sampai suatu ketika, ia sengaja minta diantarkan oleh seorang sopir untuk pergi ke rumah kakek-neneknya. Dan dari sanalah ia pertama kali melihat sekaligus berkenalan dengan Nara.
Istrinya itu juga masih kecil, tapi dia sudah kelas 2 SD.
Martin ingat, saat itu Nara sudah terlihat sangat cantik dengan pipi chubby, kulit putih bersih, rambut panjang, dan bulu matanya yang lentik.
Pertama kali mereka bertemu, Nara mengenakan rok balon dengan baju kaus berwarna kuning cerah yang dimasukkan ke dalam rok. Dia terlihat cantik, menggemaskan, juga lucu. Apa lagi ketika bibir kecil itu sedang cemberut. Karena Martin sudah hobi mengusilinya bahkan sejak pertama kali mereka bertemu.
Sejujurnya, saat itu Martin sudah merasa sangat takjub. Bahkan sengaja terus mendekati Nara serta menempel padanya ke mana-mana setelah mereka berdua diperkenalkan dan disuruh bermain bersama. Karena saat itu Martin belum pernah melihat anak kecil secantik Nara. Bahkan teman sekolahnya pun tidak ada yang seperti dia. Apa lagi adiknya. Adiknya itu ... walaupun cantik, tapi masih sering ingusan, dan sifatnya pun terasa sangat menyebalkan.
Sampai sebesar sekarang pun, kadang-kadang Ciara tetap semenjengkelkan dulu. Karena sepertinya sifat itu sudah bawaan.
Martin lantas mengecup bibir Nara, melumatnya sebentar, kemudian bertanya, “Kamu inget gak pas pertama kali kita ketemu di rumahnya Eyang?”
Nara yang sedang berbaring di atas ranjang, sontak mengernyitkan dahinya. “Kok di rumah Eyang? Bukannya dulu pertama kali kita ketemu di acara ulang tahunnya Mas Jeje ya?”
Wajah pria itu langsung berubah keruh, bukan karena Nara tidak ingat dengan pertemuan pertama mereka dulu, tapi karena panggilan ‘Mas Jeje’ yang keluar dari mulut wanita itu. Karena panggilan itu ... terdengar cukup spesial bagi dirinya. Apa lagi tidak ada anggota keluarga mereka yang memanggil Jeandra dengan sebutan Jeje seperti yang dilakukan oleh Nara. Bahkan Keira saja tidak memanggil pria itu menggunakan panggilan khusus. Hanya ‘Mas Andra’, dan hal itu sangat lumrah.
Sementara itu, Nara yang menyadari perubahan raut wajah suaminya, tampak langsung tertawa. Ia lantas menjawil dagu pria itu dari arah bawah. Karena Martin sedang memiringkan tubuh sambil menopang kepala agar menghadap ke arah dirinya. Mereka baru saja kelar bercinta, dan saat ini keduanya sedang berada di ruang istirahat milik Martin dengan tubuh telanjang yang hanya ditutupi oleh selembar selimut tipis. “Kenapa sih cemburu terus?”
“Aku cuma nyebut nama lho ....” sambung Nara setelah melemparkan pertanyaan dengan nada gemas sekaligus bercanda kepada suaminya itu.
“Gak tahu, pokoknya aku gak suka aja tiap kali denger kamu nyebut nama dia.“ Martin merengut. “Mas Jeje, Mas Jeje. Mas Jeje apaan?” omelnya kemudian.
Membuat Nara jadi semakin merasa gemas, dan sengaja mengecup serta menggigit ujung dagu pria itu dengan pelan.
“Hati-hati, jangan terlalu gak suka. Nanti takutnya anak kita malah keluar mirip dia.”
Martin langsung beramit-amit sambil mengetukkan kepalan tangan ke kepala serta dinding dengan heboh. Hingga membuat selimut mereka jadi bergerak, dan Nara harus tetap menahan benda itu di atas dada. Ia sontak tersenyum, menertawakan suaminya.
“Kamu jangan ngomong gitu lagi ya, Sayang?” larang Martin dengan serius setelah mengurung setengah bagian tubuh istrinya. Ia berbicara sambil mendekatkan wajah mereka. “Masa aku yang ngehamilin kamu, tapi pas keluar, anak kita malah mirip sama dia?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinara
RomanceSemua berawal dari busana biru pastel, ciuman terdesak, serta aksi yang dipergoki oleh ibunya, hingga membuat Nara harus terjebak bersama pria berengsek seperti Martin dalam kurun waktu yang lama. Entah sampai kapan, tapi mampukah Nara mengatasi ini...