Bab 12 ~ Pasar Rakyat

32 14 1
                                    

Candaan ringan dan celotehan tidak berfaedah selalu dilontarkan oleh Zihan, membuat Hannah dan Lian tidak henti-hentinya tertawa geli. Semenjak Lian dekat dengan Hannah, ia jadi mudah tersenyum dan tertawa. Aura positif gadis itu sepertinya sudah tertular pada Lian.

"Kau memang tukang membual, Ge," urai Lian dengan gelengan kepala merasa heran karena ada saja yang menjadi topik pembicaraan Zihan.

"Sudahlah, aku lelah berceloteh terus," putus Zihan setelah dirasa mulutnya cukup pegal. Ia beranjak dari tempat duduknya, lalu berkata, "aku ingin masuk ke dalam rumah."

Sepasang pemuda kasmaran itu menatap punggung Zihan yang kian menjauh hingga masuk ke dalam rumah. Suasana menjadi hening sesaat, Hannah dan Lian sekali melirik satu sama lain.

Sebenarnya hari ini Hannah masuk kerja. Namun, saat Hannah sudah tiba seperti biasa untuk bekerja, Nyonya Lee bersama suaminya ada urusan mendadak. Jadi, untuk hari ini toko kue tidak buka.

"Kau ingin pergi ke pasar rakyat tidak?" tawar Hannah pada Lian. Sebenarnya ia merasa bosan jika hanya berdiam diri tidak melakukan apa-apa.

"Boleh, ayo," sahut Lian cepat. Sepertinya akan sangat menyenangkan pikir Lian.

Sahutan Lian membuat Hannah bersemangat untuk mengajak laki-laki itu berkeliling di pasar rakyat. Ia akan mengajak Lian untuk menikmati lontong sayur yang cukup terkenal di pasar rakyat.

Kaki jenjang yang dibalut dengan celana panjang berwarna hitam mengayuh pedal sepeda begitu bersemangat. Lian membonceng Hannah dengan hari riang bergembira.

"Berpegangan, Han," titah Lian saat merasa gadisnya tidak berpegangan.

Hannah mengernyit heran, padahal ia sudah berpegangan. "Aku sudah berpegangan, Lian. Ini aku sedang memegang tempat dudukmu bagian belakang," timpal Hannah.

Helaan napas keluar dari mulut Lian dengan pasrah. Hannah ternyata bukan tipikal gadis yang peka jika ada seseorang yang memberi kode.

Tangan Lian terulur ke belang mencari tangan Hannah. Setelah berhasil meraih tangan gadis tercintanya itu, ia mengarahkan tangan Hannah untuk berpegangan pada pinggangnya. "Satu lagi berpegangan seperti ini juga," pinta Lian agar tangan kanan Hannah ikut memegang pinggangnya, seperti tangan kiri yang sudah terlebih dahulu dituntun oleh Lian.

Perlakuan Lian yang sangat manis membuat Hannah terdiam dan tidak bisa berkutik sesaat. Mati-matian ia menahan senyumnya yang terlihat sangat salah tingkah. Jujur saja, baru kali ini Hannah mendapatkan perlakuan yang sangat manis dari laki-laki.

Perlahan Hannah memindahkan tangan kanannya ke pinggang Lian. Kini posisi Hannah seperti memeluk Lian dari belakang.

Tanpa sepengetahuan Hannah, Lian juga sedang menahan senyumnya. Jantung Lian sepertinya ingin copot akibat debaran asmara yang sangat bergejolak.

Jarak antara rumah Lian ke pasar rakyat sebenarnya tidak terlalu jauh, hanya saja Lian sengaja melambatkan laju sepedanya, agar dapat berlama-lama dengan Hannah.

"Kenapa kau lambat sekali mengayuh sepedanya? Apa kau sudah lelah? Bagaimana kalau gantian aku saja yang mengayuh?" tawar Hannah saat mulai merasa Lian semakin melambat.

"Tidak, aku tidak lelah. Aku sengaja, Hannah. Agar aku bisa berlama-lamaan denganmu," jelas Lian. Lian menggeleng tanda dirinya tidak lelah dan baik-baik saja.

Penjelasan Lian terdengar seperti kalimat rayuan bagi Hannah. "Kau belajar merayu dari mana, Lian? Apa jangan-jangan ini ajaran Zihan? Wah! Kau sekarang tidak terlihat seperti Lian yang dulu. Lian yang pendiam dan datar, kini telah berubah menjadi Lian yang pandai merayu anak gadis orang," canda Hannah.

Senja Di Tepian Indragiri [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang