Makna bunga lily

76 63 23
                                    

Tangannya terangkat, mengelus kepala Asteva.

"Uh....?"

Asteva terdiam sejenak. Dilihatnya mata Vinc, berwarna biru cerah, ada sebuah rasa aneh dalam dadanya. Dia sebelumnya berpikir jika Vinc akan melayangkan pukulan padanya. namun tidak. Alih-alih menyakitinya, Vinc malah mengelus kepalanya, tangannya terasa lembut.

Ini bagai delusi. Vinc memang pernah beberapa kali mengelus kepalanya namun sebelumnya tidak seperti ini, ini aneh.

"Berdiri, kau kuat kan?" Vinc mengerutkan alis, sembari mengulurkan tangan untuk membantu Asteva berdiri.

Ditatapnya tangan yang terulur itu dihadapannya, tangannya nampak beberapa goresn yang menunjukkan jika dia banyak memegang pedang untuk latihan dan berperang.
Asteva menerima uluran itu dengan rasa bimbang.

"Untuk apa pedang itu?" Asteva bertanya walau keberaniannya tidak begitu tinggi.

Setelah mereka berdua berdiri, Vinc menarik Asteva tanpa menjawab pertanyaannya. Vinc melambaikan tangannya memberi perintah untuk para prajurit kembali pada posisi masing-masing. Vinc membawa diri mereka berdua menuju keluar istana lewat pintu belakang agar tidak bertemu banyak orang.

Sampai pada jalan yang ditumbuhi rumput-rumput yang tidak panjang, beberapa bunga lily tumbuh di sana. Di pinggir danau, Vinc melepaskan genggamannya pada Asteva.

Angin di sini sejuk, menghembusan tekanan yang sesak sebelumnya. Asteva tidak tau maksud dari Vinc, apakah ia ingin menenggelamkan Asteva di danau? Atau menusuk Asteva dengan pedang lalu membuang tubuhnya ke danau?. Keduanya sangat mungkin terjadi.

"Apa kau sekarang lebih tenang?" Helaian rambut vinc melambai tertiup angin, sama seperti Asteva.

Vinc bertanya tanpa menatap Asteva, yang ia tatap hanyalah danau di hadapannya.

"Aku tidak akan pernah tenang selama kau masih hidup." Asteva menatap vinc dari samping. dilihatnya lengan kanan vinc, masih ada bekas darah dan luka besar di sana akibat cakarannya, namun darahnya sekarang tidak mengalir sederas sebelumnya, sepertinya pendarahannya akan berhenti dalam puluhan menit. Pakaiannya memiliki bercak merah akibat darah.

"Jawaban yang bagus." Dia terkekeh, genggaman tangannya menyentuh bibir, matanya sedikit menyipit akibat tersenyum.

"Bukankah dosaku begitu banyak? Aku jadi semakin tidak tenang untuk tidur dan menutup mataku" Keluar hembusan lembut dari mulutnya, sepertinya dia mendengus.

"Sangat bagus untukmu, aku senang. Perbanyak lagi dosamu agar kau bisa melihat neraka setiap menutup mata." Asteva memalingkan pandangannya setelah melihat wajah vinc. Tidak sanggup memendung kebenciannya jika terlalu lama memandangnya.

"Kau istri yang manis." Vinc melirik Asteva.

"Ucapanmu selalu menjijikkan."

"Ucapanmu juga menyakitkan."

"Tapi semua yang kau lakukan selalu lebih menyakitkan, kau pantas menerimanya, bahkan itu masih sangat kurang." Asteva menekankan suaranya.

Langkah kaki vinc terdengar, dia lebih mendekat pada Asteva,

"Apa sebegitu kejamnya aku? Bahkan kau sangat ingin aku mati." Wajahnya kini berhadapan dengan Asteva dengan jarak yang sangat dekat, membuat Asteva mundur dua langkah.

"Lalu apa lagi? Bukan hanya kejam, kau juga gila. Sekarang aku sangat ingin merobek tubuhmu." Tangan Asteva terkepal erat keduanya, andai bisa, mungkin ia akan melayangkan pukulan dengan semua sisa tenaganya.

Vinc berdiri di hadapannya dengan tenang dan berbicara dengannya seolah tidak pernah melakukan kesalahan sedikitpun, dia menutupi dirinya tentang semua dosa yang ia lakukan sepanjang hidup. Orang yang sangat pantas dicap bajingan.

VinctevaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang