| 23. Patah Hati |

230 20 12
                                    

            Jiyeon menatap pasangan suami-istri yang sedang berdebat di hadapannya, mereka membahas mengenai program hamil yang sudah dijalani sebulan namun belum menunjukkan hasil sama sekali. Ya, pasutri itu adalah Soojung dan Sungyoon.
"Tidak perlu bersedih, Sayang. Anak itu adalah pemberian dari Tuhan, jika belum diberi tandanya belum waktunya kita memilikinya. Sepertinya Tuhan ingin kita menghabiskan lebih banyak waktu berdua." Ujar Sungyoon.
"Iya Sayang, tapi tetap saja aku merasa sangat sedih. Ini sudah satu bulan tapi belum juga ada hasil."
Soojung mengerucutkan bibirnya, terlihat sangat menggemaskan di mata Sungyoon. Pria itu mengelus kepala istrinya penuh kasih sayang. "Kita hanya perlu lebih bekerja keras lagi, Sayang. Plus berdoa."
"Iya, Oppa."
"Kalian sedang membicarakan apa?" Tanya Jiyeon yang sejak tadi menjadi pendengar setia namun tidak mengerti.
"Ini soal program hamil kami, aku lagi-lagi datang bulan." Keluh Soojung, Jiyeon mengangguk mengerti. Ngomong-ngomong soal datang bulan, Jiyeon belum mendapatkan tamu bulanannya itu hingga saat ini. Biasanya dia lebih dulu kedatangan tamu dibanding Soojung. Jantung Jiyeon berdebar kencang, apa mungkin dia sudah berbadan dia?
"Jiyeon?" Soojung menegur beberapa kali barulah gadis itu tersadar dari pikirannya, "Apa yang kau pikirkan sih?"
"Bukan apa-apa, kuharap kau segera mengandung ya." Doa Jiyeon tulus untuk sang sahabat, Soojung tersenyum.
"Iya, terima kasih dan tidak usah khawatir, aku dan Sungyoon sehat kok hanya belum waktunya saja." Jiyeon mengangguk mengerti, "Ah—bagaimana denganmu?"
"Aku kenapa?"
"Sudah sebulan lebih menikah, belum ada tanda-tanda?"
"Entahlah… tapi sepertinya aku telat datang bulan."
"Apa?! Kalau begitu kau harus pastikan Jiyeon! Mungkin saja kau sudah hamil." Soojung begitu antusias, sepertinya Jiyeon memang harus ke rumah sakit untuk memastikan sendiri.
"Aku punya teman baik yang seorang dokter kandungan, kau bisa pergi ke kliniknya." Sungyoon ikut bersuara, Jiyeon tersenyum pada pasangan suami-istri.
"Iya, terima kasih ya."
Jantung Jiyeon berdebar kencang, jika dia benar-benar hamil bagaimana reaksi Jungkook nanti? Apa suaminya itu akan senang? Hati kecil Jiyeon berharap Jungkook akan jatuh cinta padanya ketika mereka memiliki bayi. Membayangkan saja pipi Jiyeon memerah seperti tomat, ya—tidak bisa dipungkiri lagi Jiyeon telah jatuh cinta pada suaminya. Namun dia masih belum sepenuhnya yakin akan perasaannya tersebut, dia akan memastikan lagi.
"Ya ampun, apa yang kau pikirkan hmm? Wajahmu sampai merah begitu," goda Soojung.
"Bukan apa-apa kok."  Ponsel Jiyeon berdering, ada nama Eunwoo di sana. Jiyeon mendadak resah, dia tidak tahu bagaimana harus menghadapi mantan kekasihnya itu. Setelah kejadian tempo hari dimana Eunwoo menculiknya, mereka belum pernah bertemu lagi.
"Ada apa? Kenapa tidak diangkat?" Soojung heran melihat Jiyeon hanya mendiami ponselnya, penasaran gadis itu mengintip layar ponsel sahabatnya dan terkejut. "Eunwoo? Dia menghubungimu?" Kagetnya ketika melihat nama Eunwoo di layar, ya memang Jiyeon telah menyimpan kontak pria itu tempo hari dan belum cerita apapun ke Soojung. "Apa ada yang kulewatkan?"
Jiyeon mendesah, akhirnya dia pun menceritakan semua yang terjadi waktu itu pada Soojung. Pasutri yang mendengar cerita gadis itu tampak sangat terkejut.
"Ya Tuhan… waktu itu aku memantau instagram Eunwoo dan dia masih sibuk di luar negeri. Eh, tiba-tiba sudah di Seoul dan menemuimu. Dia benar-benar serius dengan postingan terakhirnya ya?"
"Itu berarti Eunwoo tidak pernah berniat meninggalkanmu dulu? Dia terpaksa demi melindungimu?" Kali ini Sungyoon yang memberikan respon, Jiyeon mengangguk lemah. "Wah, Eunwoo pasti sangat mencintaimu."
"Kalau aku jadi kau, aku pasti dilema berat sekarang."
"Tentu saja, kalian mengerti bagaimana perasaanku bukan?" Jiyeon mendesah panjang, "Takdir benar-benar mempermainkanku, aku tidak mungkin kembali pada Eunwoo. Selain karena aku telah menikah,  aku juga sudah tidak memiliki perasaan apapun padanya."
"Bagaimana dengan Jungkook? Bagaimana perasaanmu terhadapnya?" Soojung menatap Jiyeon intens, hal tersebut menyebabkan rona merah di pipi Jiyeon.
"Aku tidak tahu."
"Aku sudah tahu jawabannya."
"Apa memangnya, jangan sok tahu!"
"Tentu saja kau sudah jatuh cinta pada suamimu, terlihat jelas." Jiyeon bungkam tidak bisa membalas, Sungyoon tersenyum dia setuju akan pendapat istrinya. "Ya, aku sudah menduga sih, siapa yang tidak akan jatuh cinta pada Jeon Jungkook kan?"
"Memangnya kau juga akan jatuh cinta pada Jungkook begitu?" Serah Sungyoon pada sang istri.
"Bukan begitu, Sayang. Tentu saja aku tidak, kau ini sensitif sekali sih." Jiyeon hanya tersenyum melihat perdebatan pasangan di hadapannya.
Jiyeon benar-benar pergi ke klinik yang Sungyoon sarankan untuk melakukan pemeriksaan, kini dia harap-harap cemas menunggu hasilnya.
"Nyonya Jiyeon, dari hasil pemeriksaan Anda dinyatakan positif hamil. Sudah dua minggu, selamat ya…" Dokter wanita itu tersenyum pada Jiyeon, gadis itu masih bengong—sulit percaya.
"Saya hamil, Dok?"
"Ya, Nyonya. Anda bisa lihat sendiri hasilnya di sini." Dokter tersebut memberikan secarik kertas berisi hasil tes pemeriksaan Jiyeon, juga ada foto USG bayinya.
Perasaan Jiyeon sungguh campur aduk, dia begitu bahagia namun tidak tahu bagaimana cara mengekspresikannya. Masih terlalu terkejut bayi itu benar-benar hadir dalam perutnya. "Anda baik-baik saja, Nyonya?"
Jiyeon akhirnya tersenyum, "Ya, Dokter. Saya terlalu senang jadi agak sedikit kebingungan. Terima kasih, Dok." Dokter tersebut hanya tersenyum sembari mengangguk. Jiyeon membelai perutnya yang masih rata, hatinya meledak-ledak dia tidak sabar ingin memberikan kabar pada Jungkook. Apa Jungkook akan senang? Pikirnya.

***
Jungkook baru saja menyelesaikan pekerjaannya, dia bermaksud pergi menemui Jiyeon untuk makan siang bersama. Pria itu menatap layar ponselnya, di sana tampak potret dirinya dan Jiyeon tengah tersenyum lebar, selca yang mereka ambil beberapa waktu yang lalu di malam ulang tahun Jiyeon. Saat itu keduanya sangat bahagia.
Jungkook tersenyum, tidak mampu dia pungkiri lagi jika dirinya telah jatuh cinta pada istrinya.
"Hah—makhluk cantik ini, istriku," gumamnya bahagia tak terkira. Seseorang tiba-tiba memasuki ruangannya membuyarkan lamunan pria itu, satu-satunya orang yang tidak pernah mengetuk pintu ketika masuk adalah Lee Jieun. Jungkook mendesah, gadis itu tidak bisa menghilangkan kebiasaannya.
"Hei—bisakah kau mengetuk pintu dulu?" Jieun tidak menjawab, dia hanya terus menatap Jungkook dengan pandangan sulit diartikan. Tentu saja hal tersebut membuat Jungkook heran, gadis itu memang sulit dimengerti. Semenjak mendengar perdebatan Jungkook dan Jimin waktu itu, Jieun selalu memikirkan Jungkook dan bertanya-tanya apakah pria itu benar-benar mencintainya?
"Apalagi kali ini?" Jungkook kembali angkat suara sebab Jieun masih diam saja.
"Jungkook, ada yang ingin kutanyakan padamu." Sungguh Jungkook jadi tidak nyaman terus ditatap dalam oleh gadis di depannya, tingkah Jieun tidak seperti biasanya.
"Tanyakan saja, kau sangat aneh hari ini. Biasanya juga langsung bicara panjang lebar." Wajah serius Jieun sungguh membuat Jungkook merasa aneh, apa yang terjadi? Ah, mungkin efek kelakuan Jimin tempo hari gadis itu jadi kehilangan keceriaannya.
"Jungkook—apa benar kau mencintaiku sejak kita SMA?"
Jungkook terkejut akan pernyataan Jieun tersebut, dari mana gadis itu tahu? Bukan itu yang menjadi masalah sekarang, gadis itu bisa salah paham jika tidak segera diluruskan. "Kau diam berarti itu benar?"
"Darimana kau tahu semua itu?"
Air mata Jieun tiba-tiba mengalir, membayangkan perasaan Jungkook selama ini yang sepihak. Ya, sama seperti yang Jieun rasakan selama ini terhadap Jimin. Bisa-bisanya dia membuang waktu hanya untuk cinta yang menyakitkan sementara ada seseorang yang selalu setia di sisinya. "Kenapa? Kenapa hanya aku yang tidak tahu apapun… kenapa kau tidak mengatakan sejak dulu." Gadis itu kini benar-benar menangis, Jungkook jadi kebingungan bagaimana menenangkan gadis itu.
"Jieun—semua itu adalah masa lalu, kau tidak perlu memikirkan lagi."
"Maaf, andai saja aku lebih peka."
Jungkook tidak tega melihat seorang gadis menangis, apalagi itu adalah Jieun seseorang yang masih begitulah berarti bagi Jungkook. Tangannya pun bergerak menghapus air mata gadis itu, Jieun segera menghambur ke dalam pelukan Jungkook. Tanpa mereka sadari Jiyeon menyaksikan semuanya, tadinya dia ingin memberi kejutan pada sang suami dengan datang tiba-tiba ke kantor sambil membawa makan siang namun dia justru dikejutkan dengan pemandangan menyakitkan tersebut. Dia juga mendengar bahwa Jieun bertanya mengenai perasaan pria itu yang mencintainya sejak SMA, jujur saja Jiyeon merasa tidak memiliki celah untuk menerobos hati Jungkook. Dia mendadak merasa insecure dan sedih, akhirnya dia memilih meninggalkan kantor suaminya tidak sanggup melihat lebih jauh lagi.
"Jungkook, janjimu masih berlaku hingga saat ini kan?" Ucap Jieun lagi, lantas Jungkook terdiam membisu mendadak hatinya ragu menjawab pertanyaan gadis itu. Jieun melepaskan pelukannya, dia menyadari ada yang telah berubah. Gadis itu membuka blazernya, menyisakan crop top yang memperlihatkan perut rata miliknya. Dia mengangkat crop top itu sedikit agar Jungkook bisa melihat bekas luka operasi di perut bagian atas miliknya. Mata Jungkook membulat, dia tidak mungkin melupakan penyebab gadis itu bisa mempunyai bekas luka vertikal tersebut. Bayangan masa lalu pun memutar begitu saja, dimana dahulu dia sakit parah dan harus menerima donor hati segera. Saat itu tanpa keraguan sedikit pun Jieun bersedia mendonorkan sebagian hatinya untuk Jungkook sehingga pria itu bisa sehat hingga saat ini. Sejak saat itulah, Jungkook terikat dengan Jieun dia berjanji akan selalu berada di sisi gadis itu dan akan melakukan apapun yang gadis itu minta.
"Jieun, terima kasih telah menyelamatkan hidupku. Aku berjanji akan melakukan apapun yang kau minta, berada di sisimu, menjagamu, selamanya. Karena hati kita telah bersatu."
Jieun tersenyum senang, mengacak rambut Jungkook, "Ya, jadilah adik yang baik. Okay?!"
Ya, Jungkook masih terikat hingga saat ini oleh janjinya dan dia hampir melupakan semua itu ketika Jiyeon hadir dalam hidupnya.
"Kau sudah ingat akan janjimu kan?"
"Aku tidak pernah lupa, Jieun."
Jieun tersenyum bahagia, "Saat ini aku membutuhkanmu untuk berada di sisiku, Jungkook. Aku sangat kesepian asal kau tahu saja." Jungkook hanya bisa pasrah, dia berhutang budi nyawa pada gadis itu, janji pun terlanjur terucap ketika dia masih sangat muda.
Jiyeon duduk sendirian di pinggir Sungai Han, hatinya sedih sekali melihat Jungkook berpelukan dengan gadis yang dia cintai. Sungguh Jiyeon sangat menyesal melibatkan perasaan dalam pernikahannya, akibatnya dia yang terluka sekarang.
"Hah… entah kapan aku bisa mengatakan tentangmu." Jiyeon mengelus perutnya yang masih rata, dia bahagia sekaligus sedih hari itu. Banyak hal yang dia pikirkan, apakah Jungkook akan mencintainya jika tahu dia sedang mengandung anak mereka?
"Kau banyak melamun akhir-akhir ini, pernikahanmu tidak bahagia?" Jiyeon tersentak ketika mendapati Eunwoo sudah ada di sampingnya.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
Eunwoo tersenyum, "Apalagi? Aku menemui gadis yang kucintai." Kepala Jiyeon mendadak pusing, bagaimana dia harus menghadapi mantan kekasihnya itu?
Eunwoo melirik paper bag berisi makanan yang Jiyeon bawa, "Kau berencana makan siang dengan suamimu? Biar kutebak, dia ketahuan sedang selingkuh di kantornya kan?"
"Eunwoo—”
"Kita bicara di tempat lain bagaimana? Di sini tidak nyaman. Kebetulan aku juga ingin makan siang, ya?" Senyuman manis Eunwoo ditambah tatapan tulus penuh harap itu membuat Jiyeon tidak bisa menolak. Akhirnya keduanya pun pergi ke cafe yang tidak jauh dari tempat mereka berada saat ini. Ketika memasuki cafe, tanpa sengaja keduanya dilihat oleh Son Naeun dari jarak beberapa meter. Gadis itu tentu saja terkejut bukan main.
"Bukankah itu—Cha Eunwoo? Dan Jiyeon?" Tampak berpikir sejenak serta menajamkan penglihatannya, gadis itu tersenyum senang. "Ah, bukankah ini skandal yang bagus. Aku harus memastikan dari dekat." Naeun pun memasuki cafe yang sama, dia berusaha menutupi wajahnya dengan tas miliknya lalu duduk di kursi yang bersebelahan dengan meja Jiyeon dan Eunwoo berada. Sesungguhnya Naeun begitu penasaran, bagaimana bisa Jiyeon bisa bersama dengan mantan kekasih yang sudah mencampakkannya.
"Eunwoo, aku sangat berterima kasih atas semua hal yang sudah kau lakukan untukku. Juga—pengorbanan yang kau lakukan, aku menyesal untuk itu semua. Tapi, Eunwoo—keadaan sudah berubah, aku sudah menikah dengan Jungkook. Maafkan aku, aku tidak mungkin kembali padamu."
Eunwoo tersenyum perih, meski sudah bisa menebak isi kepala gadis di depannya tetap saja mendengarnya secara langsung mampu menggores luka di hati Eunwoo. "Aku tahu kau akan mengatakan ini, Jiyeon. Tapi, aku tidak akan menyerah hanya karena kau telah terikat pernikahan dengan pria yang bahkan tidak mencintaimu." Sungguh mengungkit mengenai perasaan Jungkook, hati Jiyeon kembali sakit. "Aku akan memperjuangkanmu lagi, Jiyeon. Aku akan menunggumu datang sendiri padaku, akulah satu-satunya yang paling mencintaimu di dunia ini." Eunwoo tersenyum penuh keyakinan di akhir kalimatnya, Jiyeon sampai merinding tidak tahu bagaimana caranya membuat mantan kekasihnya itu mengerti. Jujur saja Jiyeon tersentuh dengan ketulusan hati Eunwoo, bahkan setelah semuanya dia masih bertahan dengan cintanya. Saat ini, Jiyeon merasa dia tidak pantas untuk Eunwoo, dia bahkan sudah tidak merasakan apapun pada pria itu. Takdirnya kenapa menjadi begitu rumit? Disaat dia mencintai lagi, cintanya bertepuk sebelah tangan. Seperti takdir tidak mengizinkan Jiyeon untuk merasakan cinta yang berjalan mulus. Lalu apakah mungkin dia bisa bahagia nantinya?
"Jiyeon, apa aku begitu membuatmu tertekan? Bahkan saat bersamaku kau juga banyak melamun." Tegur Eunwoo, Jiyeon tersadar dan menggeleng.
"Maafkan aku, Eunwoo. Mungkin bawaan bayi."
Eunwoo dan Jiyeon sama-sama terkejut, gadis itu mengatakan secara tidak sengaja. "Kau, hamil?"
Jiyeon terdiam kaku, dia bahkan belum memberitahu suaminya mengenai kehamilannya dan sekarang dia justru memberitahu pria lain soal itu. "Iya, aku hamil. Itulah mengapa, aku benar-benar tidak bisa kembali padamu."
Eunwoo menggenggam erat pisau dan garpu di tangannya, hatinya sakit sekali mengetahui sudah sejauh apa hubungan Jiyeon dan Jungkook. Ya, tentu saja. Memangnya apa yang Eunwoo harapkan, mereka sudah sah sebagai suami istri tentu saja akan melakukan hal-hal yang intim. Memiliki bayi bukan sesuatu yang aneh. Sebenarnya Eunwoo berharap Jiyeon tidak sejauh itu mengingat pernikahan mereka tidak didasari cinta.
Eunwoo tersenyum lagi, "Tidak masalah, sejak awal aku tahu tujuan pernikahanmu untuk memberikan keturunan bagi keluarga Jeon. Jadi, saat bayi itu lahir, tugasmu selesai bukan?"
Mata Jiyeon membulat, Eunwoo terlalu banyak tahu mengenai kehidupannya. Gadis itu tidak menyangka, Eunwoo bisa menjadi sedikit menakutkan baginya. Jiyeon sampai kehabisan kata-kata. "Oh ya, aku lupa memberikannya tempo hari." Eunwoo merogoh sakunya, dia mengeluarkan kotak berwarna hitam. "Ini milikmu."
Jiyeon meraih kotak itu dan membukanya, Lagi-lagi gadis itu dibuat merinding sebab isi kotak itu adalah cincin pertunangan mereka dulu. "Aku tidak bisa menerima ini, kau harus mengerti Eunwoo."
"Simpan saja Jiyeon, mungkin saja kau berubah pikiran dalam waktu dekat. Kau bisa memakainya dan memilih kembali padaku, kita akan pergi jauh dan memulai lembaran baru. Aku jamin kau akan bahagia saat bersamaku." Eunwoo tersenyum tulus, dia ingin menunjukkan betapa dia sangat mencintai Jiyeon. Mau tidak mau gadis itu menyimpan kotak dari Eunwoo sebab menolak hanya akan membuat perdebatan panjang yang tidak ada akhirnya.
"Baiklah, akan kusimpan. Kalau begitu aku pergi dulu."
"Hei—makananmu bahkan belum habis, kau bilang sedang hamil kan? Saat mengandung, kau harus banyak makan agar bayimu sehat."
"Tidak Eunwoo, aku sudah kenyang. Trimester pertama terkadang masih mual." Jiyeon berbohong, dia tidak merasakan apapun dalam kehamilannya, Jiyeon hanya mencari alasan agar bisa pergi dari Eunwoo secepatnya. "Aku hanya ingin istirahat di rumah."
"Ah begitu, ya sudah. Aku akan mengantarmu pulang."
"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri." Jiyeon segera bangkit, "Terima kasih untuk hari ini." Setelah mengatakan itu, Jiyeon segera pergi dari hadapan Eunwoo. Pria itu terkekeh melihat tingkah gadis itu.
"Kau tidak pernah berubah, masih menggemaskan seperti dulu," gumam Eunwoo, dia pun bangkit untuk membayar makanannya. Selepas kepergian pria itu, Naeun tersenyum puas melihat hasil rekamannya. Gadis itu sejak tadi merekam semua pembicaraan Jiyeon dan Eunwoo dari tempatnya.
"Kau memang beruntung Naeun, ini akan menghancurkan Jiyeon sampai ke ubun-ubunnya." Naeun tertawa penuh kemenangan, dia begitu yakin dengan rekaman yang dia miliki akan mampu membalas sakit hatinya pada Jiyeon. Kehancuran Jiyeon adalah kebahagiaan untuknya.

[M] Acquiesce | JJK√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang