Di karyakarsa sudah update bab 50
...
Setelah selesai mandi dan memakai pakaian seragam bersih yang ia ambil tanpa izin di kamar Niken. Kia berjalan keluar kamar dan melihat Mama dan Papa sedang duduk menjaga warung.
Niat hati akan segera berangkat ke sekolah karena Niken sudah berangkat duluan bersama Yasa. Kia memilih berlama-lama di warung, melihat aneka jajanan asing yang baru pertama kali ia lihat.
"Kenapa jajanan iki dibungkus kaya ngono? (ini kenapa jajanannya pada di bungkus begini?)"
Mama dan Papa saling melirik, masih bingung dengan kelakuan putri bungsunya yang berubah drastis.
"Ngomong naon sih? Buru sakola!" kesal Mama, menahan diri untuk tidak melempar galon ke wajah Kia.
"Aku lunga dhewe? (aku pergi sendiri?)" tanya Kia berekspresi takut.
"Kia, ngomong apa? Mama sama Papa ini ngertinya bahasa indonesia atau bahasa sunda, kalau bahasa jawa, Papa Mama enggak ngerti." Ucap Papa lembut.
Kia menghela nafas. "Aku pergi sendiri?"
"Yaiyalah." Sewot Mama.
Kia berdecak. "Anak gadis tidak dibolehkan pergi sendiri, bahaya! Nanti ada laki-laki berburung yang mau ngegagahin." Ujar Kia dengan logat mendok.
Mama dan Papa menganga mendengarnya. Stok sabar yang sudah sabar, Mama mengambil pulpen di meja dan berniat melempar ke kepala Kia, namun sayang sebelum mengenai Kia, gadis itu dengan cekatan menangkapnya lalu sambil nyengir kembali melempar masuk ke dalam gelas air putih milik Mama. "Banjur bocah ayu iki lunga dhisik (kalau begitu anak cantik ini berangkat dulu)" Kia berjalan keluar dengan langkah yang sangat anggun.
Begitu punggung Kia tidak terlihat lagi, Mama melirik air minumnya yang sudah di bajak oleh pulpen yang di lempar Kia tadi. Tangan Mama terulut lalu menepuk lengan Papa yang nampak masih kaget.
"Ruqiah si Kia! Ruqiah! Panggil Pak Haji Ahsan nanti Pa!! Mama yakin itu anak udah enggak waras, kerasukan itu?!"
"Hush Ma, enggak boleh begitu." Tolak Papa. "Mungkin kepalanya sakit jadi Kia agak beda. Nanti malam, anter ke klinik depan ya Ma takut dia kenapa-napa."
"Papa aja."
....
Berbekal dengan ingatan asli tubuh barunya, Kia akhirnya sampai ke sekolah. Kepalanya terasa pusing dan badannya lelah karena bingung dengan perubahan zaman yang begitu drastis.
Matanya sejak tadi melirik angkot di jalanan. Di jamannya, ada kendaraan bermesin yang sama yang biasa di pakai oleh nippon, tetapi tidak seperti kendaraan di sini . Orang-orang pribumi di jamannya, lebih banyak berjalan kaki, memakai sepeda atau menggunakan kretek untuk bepergian.
Mata Kia menatap liar lautan orang-orang berseragam putih abu seperti dirinya. Banyak perempuan dan laki-laki berbaur saling bercanda, bergerombol dan ada juga seorang diri seperti dirinya. Kia bersemangat karena di ingatan tubuh ini, sekolah adalah tempat ia belajar.
Sebagai perempuan ningrat yang dilahirkan untuk menjadi istri dan mengabdi sebagai seorang Ibu, sekolah tidaklah diperuntukkan perempuan. Mereka hanya belajar menyulam, menari dan etika agar kelak mendapatkan calon suami yang baik dan status sosial yang tinggi.
Tetapi di sekolah ini, Mata Kia berbinar melihat segerombolan yang sedang berlari memegang bola.
"KIA!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lintas Waktu
Fantasía"Lo tuh cuma beban aja tahu enggak??" " lo cukup nurut, patuh!" " hidup lo enggak ada hak buat ngebantah!!" Itu menurut orang-orang kepada Kia. Beberapa bulan kemudian. "Napa lo jadi kayak gini sih? lo stress ya?" "Ini kenakalan remaja yang terla...