Happy reading
°•°•°•°•°;°•°•°•°•°
Pagi itu nana sudah duduk diam di sofa panjang. Kaos kuning bergambar bebek melekat padanya dipadu dengan celana kain selutut.
Terlihat lucu.
Di sampingnya ada ibu besar yang biasanya memberi senyum hangat pada semua orang di bangunan ini termasuk Nana. Dan dihadapan mereka ada sosok lelaki asing yang tidak pernah Nana lihat.
Mata bulat lucu itu menatap sekeliling. Mengamati suasana ruangan yang baru ia masuki selama dia tinggal disini. Apa ini yang disebut kantor oleh bibi Elis?
Ruangan ini sangat luas. Ada dua sofa panjang berhadapan dengan meja kaca. Ada lemari dengan susunan buku berwarna - warni. Beberapa pigura piagam dan foto Nana beserta teman-temanya terpajang rapi di dindingnya. Luar biasa Nana baru tau ada ruangan seperti ini di rumah mereka.Jika Nana mengagumi interior ruangan Maka dua orang yang lainnya sedang membicarakan banyak hal yang tidak bisa dimengerti Nana. Mereka berbicara lewat suara. Meski Nana menggunakan alat bantu dengar tetap saja pembicaraan mereka tidak bisa di mengerti oleh anak 8 tahun itu. Rumit dan berbelit.
Ingat bukan, bahwa Nana itu tuli dan bisu.
"Baik, tuan satwira anda bisa memberikan tandatangan di bagian ini. Berkas-berkas yang anda minta akan kami sediakan dalam dua hari."
Ibu besar, kata Nana berbicara pada lelaki itu. Dan di balas anggukan.Lelaki itu menyodorkan berkas yang sudah bertanda tangan itu ke atas meja.
"Sudah. Apakah sekarang anak itu bisa ku bawa?"
"Ah tentu tuan."
Ibu besar menoleh ke samping. Lantas membawa Nana menghadap ke arah nya.
"Nana sekarang punya ayah"
Ujar perempuan paruh baya itu dengan gerakan tangan.Mata coklat madu itu menatap penasaran. "Ayah? Nana punya ayah ibu besar?"
Perempuan yang disebut ibu besar mengangguk pelan dengan senyuman hangat. "Iya, Nana punya ayah sekarang jadi Nana harus ikut pulang bersama ayah oke?"
Raut wajah anak itu sedikit berubah. Alisnya mengerut.
"Pulang?""Iya pulang ke rumah ayah."
"Nana tidak boleh tinggal disini lagi?"
"Karena Nana sudah punya ayah, Nana harus tinggal bersama ayah."
"Nana takut ibu besar, bagaimana jika ayah tidak suka Nana ikut ke rumah ayah? Nanti Nana boleh kembali lagi kesini?" Gerak tangan cukup panjang itu membuat perempuan paruh Bayah itu mengelus sayang Surai hitam Nana.
"Ayah menyayangi Nana. Dia tidak mungkin tidak suka."
Nana diam, kepalanya sedikit menunduk, tangannya saling meremas. Dia masih tidak paham. Apakah dia melakukan kesalahan sehingga tidak boleh tinggal di rumah dan harus ikut dengan lelaki asing dihadapan nya.
"Nana akan suka jika ikut dengan ayah okee, nanti Nana boleh kesini lagi bersama ayah"
Dan dengan ucapan itu Nana akhirnya mengangguk mengiyakan. Meski sejujurnya dia masih bingung.
Lelaki yang sedari tadi melihat interaksi dua orang di hadapannya hanya menatap datar. Lantas berdiri dan berjalan ke arah sofa yang diduduki Nana.
Membawa tubuh mungil itu kedalam gendongan koala nya. Tubuh ini terlalu kecil untuk ukuran anak 8 tahun.
Pandangannya bergulir menatap wajah bocah mungilnya. pipi agak tirus, manik coklat yang menatap takut-takut ke arahnya, bibir merah muda yang tipis, dan surai hitamnya yang cukup lebat.
"Apa barang-barang nya sudah siap?"
"Sudah tuan, barangnya akan diantar ke mobil oleh rekan saya."
Satwira, lelaki yang kini menjadi seorang ayah mengangguk mengerti.
"Saya pamit undur diri, Mrs. Bets. Terimakasih atas kerjasamanya."
Satwira melangkah keluar setelah mengucapkan salam perpisahan.
Wanita paruh baya itu mengangguk samar. Pandangannya tidak lepas dari bocah mungil yang terus menatap ke arahnya. Seakan-akan tidak mau pergi.
Mrs. Bets paham Nana mungkin masih takut. Apalagi tuan satwira baru kali ini berkunjung secara langsung dan tiba-tiba membawa bocah itu pergi.Sebetulnya bukan tiba-tiba, rencana adopsi Nana sudah direncanakan sejak dua Minggu yang lalu.
Tuan satwira mahagar, pemilik S corp itu sudah menghubunginya lewat email dan sejak tulisan pertama di terima, dia sudah mengajukan Nana sebagai anak adopsinya.
Mrs. Bets tidak tau apa yang membuat tuan satwira bersikeras memilih Nana. Wanita itu hanya berharap semoga bocah manis itu akan merasa bahagia bersama sang ayah.
;
Nana didudukan di kursi sendiri. Sedangkan satwira duduk disampingnya. Bocah itu terus menatap ke luar jendela. Disana ibu besar berdiri melambai tangan. Perlahan kendaraan mulai melaju dan bayangan ibu besar semakin tidak terlihat.
Nana takut. Dia mau ibu besar. Bukan lelaki asing disampingnya.
"Hey bocah,"
Suara berat itu membuat Nana menoleh sedikit.
"Namaku satwira mahagar, sekarang aku ayahmu mengerti?"
Bocah mungil itu mengangguk samar.
Tangannya bergerak pelan."Paman kenapa aku dibawa pergi?"
Satwira mengerutkan dahi. Bocah ini sedang bilang apa. Bodohnya satwira tidak mempelajari bahasa isyarat sebelum nya.
"Sebentar," satwira merogoh saku dan mengambil pena serta secarik kertas lipat. Lantas menyodorkan pada bocah mungil itu.
"Tulis disini aku tidak paham kamu bilang apa."
Dengan raut bingung Nana menerimanya. Beruntung dia sudah diajari bibi Elis menulis. Ya, meski masih berantakan.
Kertas berisi tulisan di sodorkan kembali pada satwira.
Tulisan cakar ayam khas anak kecil sekali.
"Karena aku ayahmu jadi kamu ikut pulang denganku."
Kepala bocah mungil itu miring, matanya mengerjap takut-takut.
Bingung maksud dari lelaki asing ini.Oo, apakah paman ini ayah yang dimaksud ibu besar?
Melihat ekspresi Nana, satwira membawa tubuh mungil anak itu ke pangkuannya. Memeluk hangat tubuh kurus Nana.
Diam-diam batinnya mengumpat lirih. Anak ini harus tumbuh sehat ketika bersamanya.
"Jangan takut, aku tidak menggigit."
Tangan kekar itu mengusap kaku surai gelap Nana. Dengan senyum hangat yang tidak biasa ditampilkan seorang satwira mahagar.
°•°•°•°•°;°•°•°•°•°
By narasha 🌻
Hope u all like this story~
Don't forget to vote and comment
KAMU SEDANG MEMBACA
Sound from Heaven
FanfictionNana itu bisu dan tuli. Sejak kecil dunianya hanya seputar rumah besar berisi teman-temannya dan bibi baik. Maka ketika Satwira Mahagar muncul dan memperkenalkan diri sebagai ayah dan keluarga. Dia bingung. 'Apakah selama ini panggilan seperti itu...