It's Always Been You

619 65 12
                                    

So lately, been wondering
Who will be there to take my place
When I’m gone, you’ll need love
To light the shadows on your face

Langkah kaki terdengar menggemuruh di sepanjang ruangan yang sepi. Rak-rak menjulang, dengan banyak sekali buku tersusun rapi di tiap tingkatnya. Waktu masih menunjukkan pukul tiga sore, tetapi tempat itu kosong. Maklum saja, hari ini bukan hari libur. Dan juga, remaja zaman sekarang lebih sering menghabiskan waktu dengan gadget daripada pergi ke toko buku.

If a great wave shall fall
And fall upon us all
Then between the sand and stone
Could you make it on your own

Langkah kaki yang tadi terdengar, kini berhenti. Diikuti oleh si Pemilik yang menghadap ke salah satu rak. Tangannya membawa bertumpuk-tumpuk buku, dengan telaten meletakkan di susunan yang masih kosong. Buku-buku baru itu datang tadi siang, dan sudah menjadi tugasnya untuk meletakkan di bagian rak yang mungkin susah dijangkau teman-temannya. Tubuh tingginya benar-benar membantu untuk itu, tak perlu repot-repot menaiki tangga kecil.

If I could, then I would
I’ll go wherever you will go

Telinganya tersumpal benda kecil berwarna biru. Lantunan lagu dari The Calling memenuhi pendengarannya. Tak ada peraturan ‘dilarang mengenakan airpods ketika bekerja’ di sana, jadi ini bukan termasuk pelanggaran. Lagi pula, tempat itu sedang sepi. Akan sangat membosankan jika tak melakukan apa pun.

Way up high or down low
I’ll go wherever you will go

“Aduh!”

Sekalipun telinganya sedang tertutup, Zafran bisa mendengar suara itu dengan jelas. Dia segera meninggalkan tempatnya, dan berjalan cepat menghampiri sumber suara. Untung saja dia sudah selesai meletakkan buku-buku yang tadi dibawa.

Dua rak dari tempatnya berdiri tadi, seorang gadis tampak terduduk di lantai, di samping tangga kecil yang terguling. Buku-buku bertebaran di dekatnya. Hanya butuh satu detik bagi Zafran untuk sadar tentang situasi. Temannya baru saja jatuh.

“Hahahaha ... ” Tawa menyembur dari mulut si Laki-laki, dibarengi dengan gerakan melepas kedua airpods dan mengantonginya.

Yang ditertawakan refleks menoleh. Raut wajah kesakitan berubah menjadi jengkel. Bisa-bisanya temannya itu mengejeknya begitu!

“Bukannya ditolong, malah ketawa!” ujar si Korban, dengan nada dongkol.

Masih dengan tawa yang tersisa, Zafran berjalan mendekat. Kali ini, sudah berdiri di dekat si Gadis.

“Padahal, enggak ada salahnya tadi lo bilang, Zaf, tolong bantu taruh buku di rak atas,” katanya, masih menyisakan senyum geli.

Si Gadis bergumam tak jelas, lalu mengulurkan tangan kanannya, “Bantu berdiri!”

“Jangan manja!” Alih-alih menyambut uluran tangan dan menolong temannya, Zafran menunduk, memunguti buku-buku yang berceceran.

Ngeselin! batin si Gadis. Untung sayang.

Dia berdiri, membenahi rok hitamnya yang mungkin kotor karena lantai. Zafran mengambil alih tugas temannya, meletakkan buku-buku dengan mudah. Kawan perempuannya itu diam saja, menatap Zafran (yang sedang sibuk) dari samping. Dilihat berkali-kali, dari arah mana pun, Zafran akan tetap sama. Sama tampannya.

“Gue ganteng, ya?”

Beberapa saat setelah terjadi keheningan, pertanyaan menyebalkan itu terlontar, membuat si Perempuan sadar dari tatapannya. Zafran sedang menyindir.

“Iya, lah! Masa lo cantik,” gumamnya, sedikit salah tingkah.

Detik selanjutnya, tatapannya tanpa sengaja jatuh di tangan Zafran. Bukan tangan, lebih tepatnya, ke gelang bersimbol huruf A.

They Don't Know About Us (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang