..
Avey duduk bersama Florence di taman. Ada juga Dylan dan Dimytri yang mencuri-curi pandang ke arahnya.
Beberapa roti panggang dan teh bunga hangat tersaji dengan hangat pula di depan mereka sekalian.
"Apa sakitmu sudah membaik?" Dylan bertanya dengan penasaran.
Avey melirikkan matanya agar terhindar dari mereka. Mulutnya sengaja Ia sumpal kue kering berbentuk bulat.
"Ah, yah mungkin karna jarum-jarum yang kemarin tabih berikan pada Avey." Ujar Alina.
'Duh apaansih, orang gue udah ke toilet ya udah sembuh lah.'
Dimytri menatapnya dalam, lalu bersuara. "Kamu akan di kirim ke akademi minggu depan Avey."
Avey mengangguk dalam kesibukannya mengunyak roti manis itu. "Oke ajasih-" ujarnya tanpa sadar.
Tapi beberapa detik kemudian, Avey melotot. "Hah? Akademi? Serius lu banh?" Dylan mengernyitkan dahinya.
Adiknya ini, lama-lama menjadi aneh, perkataannya tidak seperti Orang normal pada umumnya. Tapi meskipun begitu, Dylan tak terlalu perduli akan kerusakan otak Avey seperti yang Ia pikirkan.
"Tidak mau." Balas Avey tegas.
Dia mengangkat cangkir dari atas piring kecil pasangannya. Mereka semua menatapnya.
"Kenapa? Kamu sudah berhasil mempelajari Tata krama meja." Usul Florence.
Avey terdiam. Menatap cangkir dengan isi teh yang tenang. Dan dengan gerakan pura-puranya. Avey menggetarkan tangannya.
"Tidak- lihat tanganku masih bergetar." Bahkan sampai air teh berjatuhan. Avey memasang senyum canggung di wajahnya.
Alina menatap Dylan. Mereka semua mengusap wajah masing-masing. Tahu akan alasan bodoh Avey. Apa Dia pikir mereka akan tertipu?
"Jika kamu tidak mau ke akademi, kamu tidak akan menjadi manusia yang berpendidikan."
Avey kesal. "Tapi Aku masih manusia, aku masih bisa di sebut Orang."
Dylan berdecih. "Orang macam apa Kamu."
Avey memasang wajah bangga.
"Orang-aring."
..
Harusnya Dylan mempercayai instingnya bahwa Anak kecil itu akan kabur lagi. Padahal banyak sekali pekerjaan yang membutuhkannya
Namun, karna sibuk, Dia bahkan sangat sulit untuk meluangkan waktu.
Bagaimana bisa Dia kecolongan.
Dylan mengelilingi taman. Jalan rahasia keluar istana yang biasa Avey lewati itu berada di sana.
Sedangkan Anak itu sekarang tengah menatap sengit Orlo yang saat Ia tengah berjalan-jalan di taman sengaja mendorongnya.
Mana buktinya? Tidak ada sih, Avey kan hanya ikut apa kata novel.
Wajah Avey sudah amat masam. Hingga Orlo sendiri juga merasa emosi melihat gelagat Anak itu yang seolah tengah merendahkannya.
"Mau apa Kau?" Sinis Orlo.
Avey mencibir. "Menurut ngana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloviate.
RandomIsa hanya berniat membantu tetangganya. Siapa yang akan mengira bahwa Dia malah malah berakhir di sini? Slow Update. belum dapet ide. belum bisa lanjutin