Sukarelawan

3 2 0
                                    

Tidak terasa, waktu berjalan begitu cepat. Ulangan akhir semester satu pun akan segera diadakan. Itu artinya tinggal satu semester lagi Aminah akan naik ke kelas dua belas, dan Wildan akan segera lulus. Berbeda dengan sekolah lainnya yang setiap akhir semester mengadakan study tour ataupun karya wisata, MA Bakti Negeri justru punya hal menarik. Setiap akhir semester, sekolah akan mengirimkan sepuluh murid terpilih untuk mengikuti program sukarelawan usia sekolah yang akan dikirimkan ke seluruh Indonesia.

Tugas mereka gampang-gampang susah, karena biasanya mereka akan diperintahkan untuk menjadi sukarelawan di daerah pedalaman, bahkan kadang-kadang termasuk dalam daerah terisolir. Dalam dua minggu di sana, mereka akan mengabdikan diri sebagai guru untuk anak-anak  dan tentunya akan mengedukasi anak-anak akan pentingnya sanitasi.

Dan hari ini adalah hari yang ditunggu oleh semua siswa. Karena hari ini adalah hari pengumuman mengenai siapa yang akan berangkat untuk menjadi sukarelawan tahun ini. Tepat satu minggu sebelum ujian akhir semester dilaksanakan, nama-nama siswa terpilih akan diumumkan. Tapi yang menariknya, kemana mereka akan ditugaskan masih tetap dirahasiakan oleh pihak sekolah.

Dari tiga ratus siswa yang berminat, yang terpilih hanya sepuluh orang. Mading di depan kantor dewan guru sudah ramai dipadati para peserta yang sudah berharap besar agar nama mereka termasuk dalam seepuluh orang yang terpilih itu.

Aminah yang melihat hal itu langsung menghela napas jengah, Aminah benar-benar heran dengan orang-orang yang berminat dengan program itu.

“Apa mereka udah bosan hidup di kota?” Gumam Aminah heran seraya berlalu pergi.

Tiba-tiba lengannya dicekal kuat oleh seseorang. Dengan cepat ia menoleh ke belakang, dilihatnya Kak Nisa yang sudah senyum sumringah.

“Eh, Kak Nisa. Ada apa ya, Kak?” Tanya Aminah heran. Pasalnya ia sama sekali tidak pernah akur dengan ketua PMR yang menurutnya sungguh-sungguh kecentilan ini.

“Kita terpilih, loh. Aduh kakak jadi deg degan nih tahun ini mau jadi sukarelawan di mana.” Jawabnya tanpa menghilangkan senyum sumringah yang sedari tadi membuat Aminah risih.

“Maaf, kak. Tapi Aminah gak daftar program itu”, jawab Aminah to the point membuat ekspresi Nisa mendadak datar.

Nisa langsung menarik tangan Aminah dengan keras menuju papan pengumuman yang masih dipadati oleh para siswa. Aminah hanya bisa pasrah mengikuti Nisa yang sudah teriak-teriak tidak jelas untuk membubarkan massa.

“Tuh lihat, jelas-jelas nama kamu ada di situ.” Ucap Nisa dengan tegas sambil menunjuk-nunjuk kertas yang berisi daftar nama siswa terpilih.

Aminah terlampau kaget melihat namanya bertengger cantik di sana, lengkap dengan kelas dan pas foto kecil yang memastikan bahwa bukan Aminah lain yang terpilih untuk misi kali ini.

Masih dalam kondisi syok bercampur bingung, Pak Amir selaku ketua program sukarelawan ini memecah kerumunan dan langsung berdiri di depan untuk mengumumkan dengan lebih detil siswa-siswa yang akan segera berangkat ini.

“Assalamualaikum anak-anakku sekalian. Kalian semua sudah tahu siapa saja yang akan berangkat untuk jadi sukarelawan tahun ini. Keputusan dewan guru sudah mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.” Ucapnya tegas.

“Namun ada sedikit perubahan, jika di tahun sebelumnya sepuluh orang terpilih itu adalah siswa yang mendaftarkan diri secara mandiri, maka di tahun ini kami sepakat hanya memilih delapan orang dari pendaftar dan menunjuk dua orang bukan pendaftar yang berpotensi besar mendukung program ini.” Kata Pak Amir yang membuat anak-anak fokus mendengarkannya.

“Dua orang itu adalah Aminah Wardhani dari kelas sebelas IPA 1 dan Wildan Maldani Rahman dari kelas dua belas IPA 1.” Tambahnya membuat para siswa bertanya-tanya.

Aminah yang mendengar itu langsung terbelalak dan merasa bahwa ia akan pingsan sebentar lagi. Dengan sisa kesadaran yang tinggal seujung kuku itu ia bertanya pada Pak Amir.

“Maaf, Pak, tapi kenapa saya?” Tanya Aminah heran.

“Pertanyaan bagus, Nak. Sekarang akan Bapak jelaskan alasan kenapa kamu terpilih dalam program ini. Ini tidak lain karena kamu adalah seorang ketua Kader Kesehatan di sekolah ini. Dengan pengetahuan kamu tentang sanitasi dan perilaku hidup bersih serta kecakapan kamu dalam mensosialisasikan itu kepada seluruh warga sekolah membuat dewan guru memilih kamu untuk ikut.” Jawab Pak Amir.

“Kemudian alasan kami memilih Wildan adalah karena ia pimpinan pramuka di sekolah kita. Dengan berbekal informasi mengenai begitu banyak event kepramukaan yang Wildan ikuti selama bersekolah di Jawa Barat, dan apa yang kami lihat setelah ia memimpin pramuka disini, serta keahlian survive dan jiwa petualangnya, Kami yakin bahwa Wildan adalah sosok yang tepat untuk ikut program kali ini.” Sambungnya.

Aminah benar-benar tidak tahu lagi harus berkata apa. Ini seperti mimpi baginya. Ia berharap dapat melupakan Wildan setelah sekian lama diacuhkan. Tapi kalau seperti ini, malah akan membuat usahanya menghilangkan cowok misterius itu jadi sia-sia.

***

Insan Terbaik di Waktu TerbaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang