Segelas Kopi

4 0 0
                                    

Hembusan angin sore yang mendukung suasana hatiku pada saat ini. Seakan-akan hembusan angin ini membawaku ke suasana nyaman dan tenang.

Hari ini adalah hari yang penuh kegelapan. hari yang membuat aku bersedih, hari yang membuatku tidak bersemangat menjalani hari esok. hari dimana aku kehilangan duniaku.

******

Aku Laili Gentala biasa dipanggil laili. aku anak pertama dari 2 bersaudara, adikku Melvin Biru Gentala. suara sirine ambulan membuatku tersadar dari lamunan. juga disambut riuh suara tangisan tanda kehilangan.

"Laili bangunin adikmu jenazahnya sudah datang bilang" suruh bibi

"iya bik, Laili bangunin adek dulu"

Aku engga pernah berpikir akan kehilangan mereka secepat ini, semua seakan seperti mimpi. Laili dan Melvin turun ke ruang tamu dimana sudah ada 2 jenazah yang ditutup dengan kain.

"Ayah sama mama udah tenaga di surga kamu harus tegar yah sayang" ucap bibi. 

"ayah..ibu.." suara  ku dan melvin yang berbarengan dengan sebuah pelukan yang diberikan bibi untuk kami.

Katanya, sebuah pelukan termasuk alternatif terbaik yang digunakan menenangkan perasaan seseorang. semua ini berubah saat paman memberi kabar kepada bibi mengenai ayah sama mama yang kecelakaan sehabis dari rumah temen ayah.

"Aku hancur, Ma.. Laili hancur." Laili menatap penuh luka ke arah jenazah ayah dan ibu. "Aku engga mau kehilangan mama sama ayah" 

"Maaf, yah.. ma.. Laili ikhlas, istirahat yang tenang Aku bakal jaga adek disini." ujar Laili akhirnya. aku menatap jenazah ayah dan ibu dalam. sebenarnya banyak hal yang mau ku ceritakan kepada mereka.

"Ma..yah..adek juga ikhlas, tidur yang nyenyak ya." ucap Melvin dengan lelehan air mata di pipinya dan mencium wajah ayah dan ibu yang dingin.

*****

Di tempat pemakaman kini hanya menyisakan Laili, Melvin, bibi, dan paman, sementara pelayat lainnya sudah pulang sekitar 20 menit yang lalu. kehilangan orang tua tentu membuat aku terpukul dan bingung harus berbuat apa selain menangis.

"sebaiknya kita pulang aja. bentar lagi hujan turun." ujar paman memberi perintah. aku melihat ke langit rintik gerimis mulai berjatuhan. kami pun berdiri dari jongkok dan pulang kerumah.

**********

Sore ini, aku duduk di teras rumah dengan hujan yang deras dan angin yang berhembus kencang enggan membuatku beranjak.

"Kopi ini rasanya pahit, but at least itu yang paling relate sama kondisi hidup kita sekarang." ujar Melvin yang datang  dengan secangkir kopi dan duduk di kursi yang ada di sampingku.

"masih belum berubah?" tanyaku.

"selalu sama, aku kehilangan dan rindu ayah sama ibu"ucap Melvin dan meminum kopinya "hidupku hampah walaupun sudah berusaha untuk ikhlas, karena ini juga bagian dari takdir." lanjutnya, bahkan raut wajah sedih masih jelas terpajang dibalik matanya setelah sebulan kepergian mereka.

dua menit berlalu, ada hening yang lewat sejenak. kita berdua sama-sama diam, tidak berbicara, sibuk dengan pikirannya masing-masing walaupun kita masih memiliki sedih yang sama.

Aku rindu..

Rasanya ingin mendengar candaan ayah dan omelan demi omelan ibu dibandingkan sunyi yang tercipta karena kepergian ini.

Ayah, Ibu meskipun kita tidak lagi memiliki dunia yang sama, tetapi sosok kalian tak akan kami lupakan. ditinggal karena kematian adalah luka batin yang belum ditemukan penawarnya.

Beristirahatlah dengan tenang dan kami akan membuat kalian bangga, dengan hidup layak dan bahagia disini. 

   

     

                           TAMAT

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 22, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

kumpulan cerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang