Davin mengambil buket bunga di atas meja yang sudah ia siapkan untuk Erina. Ia pun menyerahkan buket mawar di tangannya ke depan Erina yang hanya diam.
"Ini bunga untuk kamu yang malam ini begitu cantik, Erina." Davin mengisyaratkan melalui matanya agar Erina menerima bunga pemberiannya.
"Ma-makasih, Pak Davin." Erina akhirnya menerima dengan ragu buket bunga yang berukuran sangat besar itu. Ini juga kali pertamanya diberikan buket bunga oleh seseorang.
"Saya yang harusnya berterimakasih karena kamu sudah mau datang menemani saya makan malam." Davin membantu Erina untuk meletakkan buket bunga tadi ke sisi meja.
"Silakan duduk." Davin juga turut menarik kursi keluar dari meja untuk diduduki Erina.
"Makasih." Erina dengan segan dan juga canggung pun duduk di kursi yang berseberangan dengan kursi Davin, karena di meja itu memang hanya ada dua kursi yang saling berhadapan.
"Kamu mau pesan apa, Erina?" Davin menatap Erina saat keduanya sudah memegang buku menu yang dibawakan pelayan, yang baru dua menit lalu masuk ke dalam ruangan.
Erina masih berpikir dan menatap daftar menu yang sejak tadi dibolak-balik olehnya. Jujur saja Erina bingung untuk menentukan pesanan, karena nama menunya pun cukup asing untuknya yang berasal dari kalangan biasa, dan juga harganya yang mahal membuat Erina merasa segan.
"Saya mau menunya samain aja sama Pak Davin," ucap Erina yang akhirnya berani menatap Davin, ia memberikan senyum sopan yang terkesan canggung.
"Yakin?" Davin menatap Erina bergantian dengan daftar menu, "Takutnya kamu ada alergi ke beberapa makanan."
"Saya gak punya alergi apapun, jadi menunya samain aja."
"Oke, kalau begitu."
Erina hanya diam memerhatikan Davin yang menyebutkan daftar menu yang dengan cepat dicatat pelayan. Ternyata Davin memesan banyak sekali menu untuk mereka makan, tapi Erina tidak sanggup untuk membantah.
"Rambut kamu yang berwarna pirang, makin buat kamu keliatan seperti orang western, Erina." Davin membuka obrolan yang lagi-lagi membahas warna rambut baru Erina. Maklum saja ia cukup pangling karena dulu rambut Erina berwarna hitam.
"Mungkin keliatan gitu karena saya masih ada turunan dari kakek Papa saya yang bukan asli lokal," ujar Erina sambil memegang ujung rambut panjangnya yang menjuntai ke depan.
"Pantas cantik kamu beda dengan kebanyakan wanita lain."
Erina hanya tersenyum simpul karena lagi-lagi Davin memuji kecantikannya. Pria yang sepertinya tidak jauh usianya dengan Papanya itu terlalu berlebihan dalam hal memuji.
"Pak Davin ke sini sendiri?" tanya Erina yang menatap ragu Davin, sesekali matanya menatap liar ke penjuru ruangan.
Davin mengernyit saat mendengar pertanyaan Erina, "Tentu saja saya sendiri, di ruangan ini hanya tersedia dua kursi untuk kamu dan saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
SUGAR DADDY | 21+ (END)
Romance• CERITA DEWASA • Erina Bestari, gadis 19 tahun yang merasa hidupnya tak tahu arah saat orangtuanya memilih jalan cerai karena kesalahan papanya yang selingkuh. Erina yang kesepian dan kekurangan kasih sayang akhirnya bertemu dengan Davin Mahendra...