Pagi itu, semua semua terlihat baik-baik saja dan langit terlihat cerah seperti suasana hati Satria. Satria sungguh tidak menyangka bahwa pada hari itu yang ia anggap sebagai hari biasa seperti sebelumnya, tidak akan berjalan dengan baik. Tanpa ada pertanda dan aba-aba, kakak kelas Satria yang terkenal dicap "nakal" mengejeknya pada saat ia memasuki gerbang sekolah. Raut wajah mereka yang seolah mencemooh, mengejek, dan menghina seakan menghina Satria adalah sebuah hiburan bagi mereka. Bagaimana mungkin Satria akan memenuhi keinginan mereka. Alih-alih menampilkan ekspresi ketakutan dan merasa terhina, Satria bertindak tak acuh seolah kakak kelasnya adalah angin lalu. Mereka pun pergi merasa kecewa karena bak memukul kapas, keinginan mereka tak terpenuhi. Namun, tanpa mereka sadari, hal itu menjadi sebuah bayangan dan motivasi Satria untuk membuktikan dirinya kepada dunia di masa depan.
Sejak memasuki Sekolah Menengah Pertama, Satria memang cukup dikenal. Selain karena ia lulusan dari salah satu Sekolah Dasar Favorit di kota, ia juga memiliki nilai yang tergolong tinggi pada Sekolah Menengah Pertama yang dianggap pinggiran di kota itu. Ya benar, Satria adalah seorang anak yang terbuang oleh ekspektasinya sendiri. Dengan harapan melanjutkan dari Sekolah Dasar Favorit menuju Sekolah Menengah Pertama Favorit harus kandas dengan kenyataan bahwa ia memasuki Sekolah Menengah Pertama pinggiran. Dunia terasa hancur baginya kala itu yang masih seorang anak labil berusia 13 tahun. Kehancuran dunianya sesederhana ekspektasinya pada pendidikan yang dihancurkan oleh kekerasan dunia. Bersyukur baginya, karena ia memiliki keluarga yang dapat mendukung Satria. Bahwa dimanapun tempat Satria bersekolah, hasil pendidikannya ditentukan oleh dirinya sendiri. Setidaknya, itulah yang dikatakan orang tuanya yang diyakini oleh Satria.
Seiring berjalannya waktu, untuk membuktikan perkataan orang tuanya dan kepercayaannya sendiri, Satria perlahan tapi pasti memulai perjalanan pembuktiannya kepada dunia. Dengan awalnya mencoba menjadi Pengurus OSIS Sekolah Menengah Pertama di sekolahnya tersebut, membawanya untuk menjadi seorang Bendahara 2 OSIS di tahun pertamanya. Tidak terduga, heran, bersyukur, senang, terharu. Berbagai perasaan Satria carut-marut menjadi satu seperti sebuah perasaan yang tak terkatakan. Satria senang karena salah satu usahanya untuk membuktikan dirinya kepada dunia sudah terbuka. Mulai saat itulah, perjalanan Satria yang lebih jauh dimulai.
Perjalanan Satria dimulai. Hari-hari Satria yang penuh dengan tugas tak lantas membuatnya mengeluh. Bagaimana tidak, banyak guru yang menaruh harapan padanya. Tidak hanya bertugas sebagai pengurus inti OSIS, ia juga banyak mengikuti perlombaan dan kegiatan-kegiatan di luar sekolah. Awalnya memang dipaksa, namun yang awalnya dipaksa, terpaksa lantas terbiasa. Satu-satunya alasan mengapa ia begitu semangat dan tak menyerah menghadapi hari-harinya adalah bahwa dia ingin membuktikan keberadaan dirinya kepada dunia. Ia selalu berpegang teguh dengan pendiriannya, "Jika sekolahku tidak memiliki nama yang bisa aku banggakan, maka aku yang akan menciptakan nama untuk dibanggakan sekolahku". Pendiriannya lah yang selalu menjadi penyemangat dan memotivasi Satria untuk menciptakan sebuah langkah maju di setiap harinya.
Bagai pohon yang semakin tinggi maka semakin kencang angin yang datang, satu-persatu masalah datang dan munculah orang-orang yang tidak menyukai Satria. Tidak heran, Satria seorang anak yang berprestasi, rajin, dan gigih dalam menghadapi permasalahan yang memicu keirian teman-teman dan kakak kelasnya. Semua itu Satria wajarkan, apalagi dengan kondisi Satria yang selalu berpikir logis dan menganggap bahwa keirian seseorang terhadapnya tidaklah relevan. Sampai suatu pagi, dimana ternyata pagi itu tidak akan seindah pagi Satria biasanya. Pagi itu, saat Satria datang dan memasuki gerbang sekolahnya, entah darimana sekumpulan kakak kelasnya yang terlihat urakan mendekatinya.
"Wleee, halo bendahara OSIS, halo pak bendahara" ejek kakak kelas Satria sambil menggunakan raut wajah yang terlihat mengejek, mencemooh dan merendahkan.
Awalnya Satria tidak menganggapnya dan hanya menyamakannya dengan angin lalu. Tidak sampai ternyata kakak kelasnya akan mengikutinya hingga menuju koridor kelas.
"Pak bendahara mau kemana? Mau ngapain aja sih pak?" Ejek kakak kelasnya yang bahkan Satria tidak ketahui namanya, lagi.
Satria tidak terpikirkan apapun. Pikirannya hanya bagaimana ia bisa mempercepat langkahnya untuk segera sampai ke kelas. Satria juga tidak mengerti, entah bagaimana dia yang biasanya tenang dalam menghadapi ejekan, akan se-gelisah dan se-tidaknyaman saat itu. Khawatir, sedih, dan ketakutan. Itulah yang Satria rasakan tadi saat mengalami ejekan kakak kelasnya. Meskipun, setidaknya di luar ia bertindak acuh tak acuh sehingga kakak kelasnya merasa tidak puas. Mereka tidak pernah tau, bahwa hal yang mereka anggap sepele akan cukup mengguncang mental Satria.
Satria tidak pernah menyangka akan ada hari dimana orang-orang yang tidak menyukainya akan sampai di titik melakukan tindakan serupa yang dialaminya pagi tadi. Seketika harinya tidak karuan dan tidak tahu harus apa. Perasaan bimbang, dilemma, khawatir, sedih, dan semua perasaan buruk lainnya bercampur menjadi satu. Hanya ada satu kalimat yang terpaku pada pikiran Satria,
"Apa salahku? Apakah aku harus berhenti? Apakah yang aku lakukan salah? Apa yang membuatku harus diejek seperti itu?" Batin Satria yang terus berkelahi dengan pikiran dan mentalnya.
Bagaimana mungkin Satria tidak memikirkan hal itu. Apalagi dengan umurnya yang masih 13 tahun harus menerima kenyataan atas ejekan dari kakak kelasnya yang cukup memberikan dampak kepada Satria. Sejak di sekolah dasar, lingkungannya sangat mendukung anak yang berprestasi. Seakan bertolak belakang dengan lingkungan sekolah menengah pertamanya, dimana kakak kelasnya malah mengejek dan mencemooh prestasi Satria.
Pada awalnya memang Satria cukup terpuruk dengan keadaan yang ada. Lingkungan teman yang tidak mendukung siswa berprestasi, namun malah merendahkannya. Betapa tidak supportif mereka. Syukur, Satria tidak memiliki pikiran yang terlalu sempit hingga berlarut-larut dalam kesedihan. Satria percaya bahwa sedih tidak akan mengubah apapun. Sedihnya, hanya akan membuat tujuan dari kakak kelasnya terwujud, yang mana hanya akan merugikan Satria. Sejak saat itu, Satria bertekad untuk membuktikan bahwa dia bisa menjadi lebih baik dan lebih baik. Siapa yang menyangka bahwa ejekan dari kakak kelasnya yang secara sengaja dilakukan di suatu harinya yang tidak pernah ia sangka, ternyata akan memicu manuver terwujudnya motivasi dalam diri Satria.
Benar, sejak saat dan hari ia kembali bangkit, ia menganggap semua teman yang iri, tidak mendukung, dan tidak mengapresiasinya sebagai bukan apa-apa. Satria hanya ingin fokus pada dirinya, teman yang mendukungnya, serta guru yang senantiasa mendukungnya untuk "mekar" dikemudian hari. Benar saja, beberapa tahun setelahnya Satria menjadi semakin sukses dalam pendidikannya. Tidak hanya menjadi lulusan terbaik di sekolah menengah pertamanya, namun ia juga berhasil lulus dengan menyandang gelar sebagai Ketua OSIS. Sebuah pencapaian kecil, mungkin. Namun nilai dari semua pencapaian, proses, tangis, dan usaha yang Satria jalanilah yang membuat itu semua berharga.
Pada akhirnya, Satria bahkan berhasil mengikuti organisasi pemerintahan yang membawanya hingga ke tingkat provinsi. Disana, ia bertemu dengan berbagai orang hebat bahkan bekerja sama dengan organisasi non pemerintahan yang ada di Indonesia. Betapa besar kesempatan yang bisa ia raih, tidak lain dan tidak bukan adalah dengan dukungan Tuhan Yang Maha Esa, orang tua, teman, guru, dan lingkungan yang memiliki dampak baik dan menciptakan motivasi kuat yang dimiliki oleh Satria. Sejak saat itu ia percaya, bahwa fokus pada hal-hal yang kurang relevan dan mengganggu jalannya hanyalah membuang-buang waktu. Cukup fokus pada diri sendiri, mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan mencari lingkungan yang mendukung prestasi dan perkembanganmu lah yang akan membawamu kepada kemajuan. Entah seberapa kecil kemajuan, itu tetaplah kemajuan yang akan membawamu pada sebuah perubahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tapak-tapak Kecil Satria
Truyện NgắnPagi itu, semua terlihat baik-baik saja dan langit terlihat cerah seperti suasana hati Satria. Satria sungguh tidak menyangka bahwa pada hari itu yang ia anggap sebagai hari biasa seperti sebelumnya, tidak akan berjalan dengan baik. Hari yang juga m...