Chapter 22

140 15 4
                                    


Some say the sun is god, and you don't see the sun minding who it warms.

Atticus, 221.

.

Pemakaman itu tampak sepi meskipun wartawan berjubel diluar gerbang. Puluhan auror dikerahkan untuk mengantar kepergian salah satu pahlawan perang, pemilik order merlin kelas satu, anggota trio emas, seorang auror, suami dan ayah yang hebat bagi anak-anaknya.

Ron Weasley meninggalkan dunia begitu tiba-tiba, meninggalkan keluarganya yang tidak siap. Tentu saja aku mendatangi prosesi itu dan berada di lingkaran dalam yang sebenarnya khusus teruntuk keluarga dan teman-teman terdekat Ron Weasley. Tentu saja aku tidak sendirian, Father bersamaku.

Sebenarnya aku masih tidak menginginkan untuk bertemu dengan Rose, tidak ketika ia lebih memilih melompat memeluk pria lain ketika ia berada di keadaannya yang paling rentan dibandingkan memilihku. Baiklah, aku tahu kalian pasti berpikir betapa egoisnya aku atau ini bukanlah waktu yang tepat untuk cemburu, tapi ayolah aku bukannya lelaki brengsek yang tak bisa Rose andalkan. Terkadang, aku juga ingin ia membutuhkanku.

"Son," Father membuyarkan lamunanku dan mengedik ke arah depan, giliran kami memberikan penghormatan pada mendiang. Tempat Hermione, Harry Potter, Rose, Hugo, Albus, Ginny Potter dan tentu saja James Fucking Potter merangkul Rose yang wajahnya sepucat kertas dan tampak kecil. Aku ingin sekali berlari dan memeluknya tapi aku tahu bukan aku yang ia inginkan, jadi aku mengeraskan rahangku dan mengikuti Father mendekati makam.

"Kami mengucapkan belasungkawa atas kehilangan kalian," Ucap Father tenang sambil mengulurkan tangan dan menjabat tangan Harry Potter. Aku menoleh, tentu saja Father hanya mengangguk sekilas dan matanya tertuju pada penyihir berambut ikal di pelukan Harry Potter yang hanya menatap tanah basah tempat suaminya baru saja dikuburkan.

Tanpa mengatakan apapun, aku menyihir sekuntum bunga dan meletakannya disebelah puluhan bunga lain diatas makam Ron Weasley.

"Terima kasih sudah datang, Draco, Scorpius," Ucap Harry Potter yang kubalas dengan anggukan singkat.

Rose melirikku, aku balas menatapnya. Memutuskan untuk mengabaikan kejadian kemarin aku memberanikan diri untuk menghampirinya.

"love, bagaimana keadaanmu?" Ucapku lembut sambil menunduk dan merengkuh wajah kecilnya yang pucat. James Potter kaku disampingnya, ia memelototiku. Tapi aku tidak bereaksi sama sekali. "not okay," ucap Rose lirih. Aku sedikit menarik tangannya dan memeluk tubuhnya. Kurasakan air mata membasahi jasku, mengelus punggungnya pelan, aku mencium puncak kepala Rose.

"Scorpius, kita harus pergi," Sebuah tangan berada di bahuku dan aku tak perlu menoleh untuk mengetahui itu siapa. Betapapun aku tak ingin meninggalkan Rose, aku tahu jika aku harus pergi dan memberikannya waktu untuk berduka.

Sepertinya Rose juga mendengar ucapan Father, ia menjauhkan wajahnya dan menatapku sendu. Aku tersenyum dan mencium keningnya "Aku akan segera menghubungimu. Aku mencintaimu Rosie," Ucapku lirih dan mengecup lembut bibirnya. Rose tersenyum lemah tapi mengangguk.

Beberapa langkah sudah kami beranjak hingga suara lembut tapi tegas mengalun "Draco," Aku tersentak dan jantungku seolah berhenti berdetak. Sementara disampingku Father berbalik secepat kilat. Menguatkan diri, aku ikut berbalik.

Hermione Granger menatap Father dengan matanya yang bengkak dan wajah sembab, Harry Potter meremas tangannya seolah mengingatkan sementara semua orang berdiri kaku kecuali Hugo Weasley yang sedikit melongo karena bingung.

Father tidak mengatakan apapun, hanya sedikit menelengkan kepalanya. Menjaga sikap didepan banyaknya orang. Hermione tersenyum lemah dan sedikit mengangguk "Terima kasih sudah datang," Ucapnya lirih sebelum menambahkan "Kamu juga Scorpius, terima kasih,"

Destiny (Dramione & Scorose Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang