Anila berdiam diri di dalam kamarnya yang remang-remang, wanita itu menggenggam ponsel yang selama ini tidak pernah lupa ia bawa. Tadi siang ia sempat pergi bersama Lintang ke kantor polisi, dan kata salah satu ketua di sana mereka akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencari keberadaan Aksa.
"Tante, makan dulu ..."
Lintang datang, membawa senampan mangkuk bubur dan juga segelas air. Diletakannya di atas nakas.
"Tante harus sembuh, katanya mau ketemu Aksa."
Anila geming, mulutnya terkatup tidak mampu mengatakan kalimat apa pun.
"Maafin aku, Tante ... harusnya aku jagain Aksa."
Barulah wanita itu mendongak.
"Bukan salah kamu, ini salah Tante. Maaf ya buat kamu harus menjaga Aksa terus-terusan."Lintang menggeleng, menghalau air matanya yang turun.
"Aku janji, aku bakal cari Aksa, Tan."
"Jangan. Tante memutuskan untuk membebaskan kamu dari tugas ini, Tante nggak mau kejadian yang sama menimpa kamu. Aksa juga pasti sedih kalau sampai tau kamu cuma Tante bayar untuk bisa jagain dia."
Memang benar, Lintang dibayar untuk menjadi sahabat Aksa. Tentu atas keputusan Anila. Ia pikir Lintang sangat membutuhkan uang untuk keperluan hidupnya dan Anila pun menawarkan pekerjaan ini, ia bahkan memberikan uang untuk Lintang setiap bulannya dan membiarkan ia tinggal di rumah Aksa.
"Meski Tante bayar aku untuk jagain Aksa, aku udah anggap dia sebagai adik aku sendiri. Dan udah banyak ikatan persaudaraan yang kita buat, apa pun situasinya, Aksa nggak pernah lupa sama Lintang, dan Lintang pun begitu."
"..."
"Varo udah bener-bener frustrasi cari Aksa, dia bahkan nyalahin dirinya sendiri karena nggak becus jagain Aksa. Dan aku juga harusnya bantu, aku nggak mau lari dari masalah."
Anila mengukir senyum. "Biarpun kamu nggak bisa jaga Aksa, tolong jaga Abel untuk saya."
"Abel, kenapa aku harus jaga Abel?"
Wanita itu tidak menjawab, hanya menatap Lintang dengan wajah tersenyum tipis. Pikirannya memang kalut, tapi ketika mengingat Abel perasaan wanita itu berubah tenang.
♡♡♡♡
Varo memacu kendaraan roda duanya dengan ugal-ugalan. Ia tak peduli meski angin serta rintik hujan menerjang tubuh berbalut kaos tipisnya itu. Ia geram, marah, seolah ingin membunuh siapa saja yang berani menghalanginya.
Sialan
Awas lo, Tian
Gue bunuh lo pake tangan gue sendiri!
Dari kejauhan terlihat sosok gadis berpayung hitam sedang berlari dari arah tikungan hendak menyebrangi jalan. Naasnya hal itulah yang membuat motor yang dikendarai Varo menghindar secara mendadak dan berakhir terjatuh di aspal. Tubuh cowok itu berguling-guling sebelum akhirnya menabrak pembatas jalan.
"Hah, VARO!" Missa melempar payungnya ketika sadar bahwa motor yang hendak menabraknya itu motor Varo. Bergegas ia menghampiri cowok itu dan mengguncang tubuhnya kuat.
"Var, Varo ... bangun, Var. Aduh ... tolong!"
Sepi, tidak ada manusia lain di saat cuaca sedang hujan begini. Suara teriakkan Missa seolah bertabrakan dengan air yang turun.
"Varo ... maafin gue, gue nggak tau kalo ada motor, Varo bangun!"
"Missa," Varo memanggil lirih.
"Var, lo bisa bangun?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable |End|
Fiksi RemajaIneffable adalah sesuatu yang melampaui kemampuan bahasa untuk mengungkapkannya. Arti lain adalah "tak terlukiskan". Ada banyak kisah yang ditulis di cerita ini, salah satunya Abel. Gadis berkulit sawo matang yang tidak percaya akan cinta. Abel piki...