55. Tugasku Sudah Selesai Abel

16 3 0
                                    

Aroma minyak kayu putih menyeruak menusuk indra penciuman. Gadis manis berambut sedada itu sayup-sayup membuka mata. Hal pertama yang ia lihat adalah tatapan khawatir teman-temannya. Perlahan kepala Abel menengok ke samping di mana Shana mengolesi kepalanya dengan sesuatu dan ada Deeva yang juga baru sadar sedang dipijat-pijat pelan oleh Riana.

Sekarang ini mereka semua sedang berada di luar ruangan UGD. Tempat di mana Aksa mendapat perawatan.

"Bel ... ada yang pusing?" bukannya menjawab pertanyaan Shana, Abel justru tampak kebingungan.

"Aksa mana?"

Missa dan Kiera diam, sedangkan Sella berdiri sembari menyandarkan punggung ke dinding rumah sakit. Varo berdiri di samping Missa, sedangkan Dito duduk menunduk di kursi seberang. Rakha baru saja keluar dari ruangan samping tempat Aksa, ruangan di mana Keno serta Renzi beristirahat.

Deeva segera bangkit walaupun sedikit sempoyongan. "Renzi gimana, Ka?"

"Baik, kata Dokter lukanya nggak terlalu parah, cuma memar di beberapa bagian, cuma emang imunnya turun, tadi perawat udah kasih infus kok."

Kiera ingin bertanya tapi Rakha sudah lebih dulu menukasnya.

"Keno juga sama, bedanya dia lebih parah. Luka lebamnya mungkin lama untuk pulih."

"Gue tanya, Aksa di mana?" intonasi Abel meninggi, membuat Kiera awalnya berdiri pun duduk di sebelahnya dan mengusap punggung tangan gadis itu yang jatuh ke paha.

Deeva kembali duduk, kali ini mengusap punggung tangan Abel menyalurkan setidaknya tenaga untuk gadis itu. Rakha pun beralih menepuk pundak Dito seakan meminta izin untuk duduk di sebelahnya.

"Bel, gue yakin Aksa juga pasti baik-baik aja. Lo tenang ya." Ucapan Deeva diangguki yang lain.

Kiera mengangguk setuju.
"Aksa itu kuat, percaya deh."

"G-gue mau ketemu Aksa ..."

"Abel, tapi lo—"

Abel tak menghiraukan panggilan Kiera, ia  mendekat ke arah pintu ruangan Aksa yang berjarak sepuluh meter dari kursi tunggu, melongok dari sebuah jendela kecil tanpa gorden. Beberapa perawat tampak sibuk membersihkan luka dan juga memasang infus di tangan anak itu.

"Abel harus i-ingat, sampai kapan pun, A-aksa akan tetap jadi Aksa, d-dan sampai kapan pun, Abel akan jadi gadis yang Aksa cinta--"

Tangan Abel terangkat menyentuh jendela, berharap Aksa melihatnya sedang berdiri menunggu ia bangun.

"Lebih baik kamu nggak usah cinta sama aku, Sa. Kalo akhirnya kamu kayak gini."

Kiera menyentuh bahu Abel sembari bergumam. "Lo harus istirahat, badan lo panas."

"Gue mau liat Aksa, Ra. Gue takut ..." tak tertahan sudah, lagi-lagi air bening itu jatuh.

"Tapi keadaan lo juga bikin gue takut, udah ya? Kita sekarang duduk, biarin Aksa Dokter yang urus."

"Abel," sebuah suara lembut terdengar di belakang Abel, seorang wanita setengah baya yang tersenyum ramah. Dia adalah Derana, ibu Aksa.

Derana mendekat. "Em .. maaf, bisa Tante bicara berdua sama Abel?"

Kiera yang mengerti mengangguk. "Bisa Tante, saya permisi dulu. Bel, gue tinggal ya?" gadis itu melipir, duduk kembali di kursi tunggu bersama yang lain.

Abel menatap Derana dengan kening berkerut.

"Ada apa ya, Tante?" tanya gadis itu lemah, ia benar-benar kehilangan separuh tenaganya.

Derana tersenyum, meski air matanya luruh saat melirik Aksa dari balik jendela.

"Tante dengar, Aksa punya pacar, itu kamu kan?"

Ineffable |End|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang